Menanti PSU ditengah Bayang-bayang Konflik

id menanti psu, ditengah bayang-bayang konflik

Menanti PSU ditengah Bayang-bayang Konflik

Perkanbaru (ANTARARIAU News) - 18 Mei 2011, sebagian besar masyarakat di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, menggelar pesta demokrasi untuk memilih calon walikota dan wakil walikota yang baru, setelah masa jabatan Herman Abdullah (walikota yang lama) memasuki masa "pensiun".

Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggaran "pesta politik" itu hanya meloloskan dua pasangan calon. Masing-masing, H Firdaus MT-Ayat Cahyadi dengan nomor urut satu serta Hj Septina Primawati Rusli berdampingan dengan H Erizal Muluk (bernomor urut dua).

Firdaus MT dan Ayat Cahyadi sendiri, maju sebagai calon walikota dengan sejumlah partai pengusung, diantaranya Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Hanura.

Sementara pasangan Hj Septina Primawati Rusli-H Erizal Muluk, "menunggangi" sejumlah "perahu besar" lainnya, seperti Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Gerindra.

Dari data rekapitulasi hasil perhitungan suara Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru Mei 2011 yang diperoleh dari Desk Pilkada Pekanbaru kala itu menyebutkan, total jumlah suara sah yang masuk yakni ada sebanyak 258.275 suara atau sekitar 48,17 persen dari jumlah total pemilih.

Jumlah total pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada pelaksanaan Pilkada Kota Pekanbaru kala itu, tercatat ada sebanyak 536.113 orang dengan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) mencapai 1.250 lokasi yang tersebar di 58 kelurahan yang ada di Kota Bertuah.

Dengan jumlah DPT tersebut dan sesuai dengan Desk Pilkada Pekanbaru, terdapat sebanyak 277.838 pemilih atau sekitar 51,82 persen yang tidak memberikan hak suara alias golput.

Namun jumlah mereka yang tidak memberikan suara itu belum termasuk dengan surat suara yang dinyatakan tidak sah, ketika Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melakukan penghitungan suara di tingkat TPS bersama saksi pasangan calon.

Pengamat politik Pekanbaru, Syamsudin, mengatakan, kecilnya jumlah partisipasi masyarakat wilayah itu dalam memilih dibandingkan dengan mereka yang tidak memilih disebabkan berbagai kemungkinan.

"Salah satunya yakni banyaknya jadual hari libur sehingga masyarakat lebih memanfaatkan libur panjang untuk berkumpul bersama keluarga di kampung, atau luar kota," ujarnya.

Pada Pilkada Mei 2011 itu, pasangan nomor satu Firdaus-Ayat Cahyadi terbukti mampu mengungguli lawan politiknya dengan mendapatkan dukungan sebanyak 153.943 suara atau 58,93 persen dari jumlah DPT yang masuk.

Sementara pasangan nomor urut dua, Septina Primawati Rusli (Isteri Gubernur Riau HM Rusli Zainal) dan Erizal Muluk hanya memperoleh 107.268 suara atau 41,07 persen.

Pengaduan

Namun, hasil dari rekapitulasi ini tak lantas memuluskan perjalanan Firdaus MT dan Ayat Cahyadi untuk duduk di kursi "kerajaan negeri kaya minyak".

Sang isteri Gubernur Riau bersama tim suksesnya mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dugaan pelanggaran Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru yang dilakukan pasangan Firdaus MT-Ayat Cahyadi.

Ketua Tim Sukses pasangan calon pemimpin daerah bernomor urut dua itu, Muhammadun Royan, kala itu menuturkan, pelanggaran yang dilakukan pasangan Firdaus-Ayat Cahyadi merupakan pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif, sehingga mempengaruhi perolehan suara pasangan yang didukungnya.

Sementara itu Bendahara Tim Sukses pasangan yang sama, Muhammad Faisal Aswan menambahkan, pelanggaran yang dilakukan oleh Firdaus-Ayat Cahyadi tak bisa ditolerir sama sekali.

Pasangan ini kata Faisal, telah melanggar "rule of the game" Pilkada Pekanbaru. Salah satunya, yakni keterlibatan mantan Walikota Pekanbaru periode 2001-2006 dan 2006-2011, Herman Abdullah yang memerintahkan semua camat, lurah, ketua Rukun Warga/ Rukun Tetangga (RW/RT) di Pekanbaru untuk mensosialisasi dan memilih pasangan Firdaus-Ayat Cahyadi.

"Walikota memerintahkan kepada camat, lurah, Ketua RW/RT untuk mensosialisasikan dan memenangkan Firdaus-Ayat. Bahkan kop surat pasangan Firdaus-Ayat ada tandatangan camat untuk mensosialisasikan pasangan tersebut," kata Faisal.

Tak hanya itu saja, lanjutnya, pada salah satu kesempatan, pasangan Firdaus-Ayat juga mengundang pejabat dari Kementerian Agama Jakarta untuk mengkampanyekan anti kepemimpin perempuan dengan menyindir pasangan bernomor urut dua.

"Kami punya bukti berupa selebaran yang diberikan kepada jema'ah yang sholat Jumat di salah satu mesjid. Juga saat khotbah Jumat tersebut, pejabat dari Kementerian Agama itu menyampaikan bahwa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin," kata Faisal.

Putusan MK

Setelah melalui empat kali persidangan terhadap sengketa Pilkada Pekanbaru, akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) memperpanjang pelaksanaan putusan sela MK Nomor 63/PHPU.D-IX/2011 tanggal 24 Juni 2011 tentang Pemungutan Suara Ulang (PSU), selambat-lambatnya 90 hari terhitung sejak ketetapan tersebut diucapkan yakni pada Jumat, 7 Oktober 2011.

MK dalam putusannya berkesimpulan, ada rangkaian fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan yang meyakinkan MK bahwa ada upaya untuk menunda pelaksanaan PSU yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif yang juga dilakukan secara konspiratif oleh pemohon dan termohon.

"Terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dalam penyelenggaraan Pilkada Kota Pekanbaru Tahun 2011," kata Ketua Majelis Hakim MK, Mahfud MD di Jakarta.

Dalam ketetapan itu, MK juga memerintahkan KPU Pusat, KPU Riau, Bawaslu dan Panwaslu Kota Pekanbaru serta Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) sesuai kewenangannya agar turut serta mengawasi secara ketat proses penyelenggaraan PSU dan membuat laporan apabila ada temuan.

Masing-masing lembaga, juga diminta MK agar menyampaikan laporan pelaksanaan PSU paling lambat tujuh hari setelah selesainya tenggat sebagaimana dimaksud dalam amar kesatu ketetapan itu.

Dengan dilakukannya pemungutan suara ulang itu, maka MK juga membatalkan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pilkada Kota Pekanbaru pada Mei 2011.

Berita acara itu menyebutkan, KPU Kota Pekanbaru menyatakan bahwa pasangan Firdaus-Ayat Cahyadi memperoleh 153.943 suara atau 58,93 persen, sedangkan pemohon, Septiana Primawati-Erizal Muluk memperoleh 107.268 suara atau 41,07 persen.

Menuai Konflik

Putusan MK tersebut juga tidak lantas dapat diterima oleh berbagai kalangan masyarakat Kota Bertuah. Sejumlah elemen atau kelompok masyarakat yang tergabung dalam beberapa organisasi masyarakat maupun mahasiswa sempat berulang kali menggelar aksi demontrasi, memprotes putusan MK.

Terlebih ketika seorang Gubernur Riau, HM Rusli Zainal yang juga merupakan suami salah satu pasangan calon pemimpin Kota Pekanbaru itu mengangkat secara resmi Syamsurizal (Mantan Bupati Kabupaten Bengkalis) sebagai Pejabat Sementara Walikota Pekanbaru.

Syamsurizal ketika pertama kali diangkat pada pertengahan Agustus 2011 lalu secara tiba-tiba melakukan mutasi besar-besaran, bahkan hingga menurunkan pangkat jabatan di jajaran pemerintahannya.

Para pejabat pemerintah daerah yang dimutasi ada sebanyak 134 orang, terdiri dari 11 camat, sekretaris kecamatan, puluhan lurah, dan puluhan pegawai lainnya.

Mutasi mendadak yang dilakukan mantan Bupati Bengkalis itu kemudian menimbulkan gejolak baik di internal pemerintahan maupun kalangan masyarakat umum dan mahasiswa.

Beberapa hari setelah mutasi tersebut, ratusan pejabat ini kemudian menggelar aksi protes dengan mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pekanbaru.

Aksi protes tersebut kemudian diajukan ke Kementrian Dalam Negeri yang selanjutnya melakukan koreksi terhadap kebijakan pelaksana tugas Walikota Pekanbaru, Syamsurizal.

Hasil koreksi tersebut kemudian memunculkan adanya pelanggaran perdata. Berlandaskan temuan ini,

Mendagri melalui surat resminya memutuskan dan memainta agar pejabat walikota untuk mengembalikan jabatan para pegawai negeri sipil (PNS) yang sebelumnya sempat diturunkan dan juga mengembalikan pangkat mereka sebelumnya.

Walikota Pekanbaru, Syamsurizal selanjutnya menyatakan dengan bijak dirinya bersedia mengevaluasi kebijakannya hingga mengembalikan pangkat setiap pejabat yang mendapat demosi (penurunan pangkat) dan non job (penonaktifan).

Dipolisikan

Kekisruhan Pilkada Pekanbaru tidak putus sampai disitu. Baru baru ini, tepatnya akhir Oktober 2011 lalu, Firdaus MT ditetapkan sebagai tersangaka atas kasus tindak pidana terkait pemalsuan dokumen pencalonannya sebagain Walikota Pekanbaru oleh kepolisian setempat.

Firdaus dipastikan menjadi tersangka setelah menjalani pemeriksaan lebih kurang 11 jam di Markas Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pekanbaru.

Kepala Polresta Pekanbaru Komisaris Besar (Kombes) Adang Ginanjar menyatakan, Firdaus diperiksa sebagai tersangka bukan lagi terlapor.

Menurut Adang, penyidikan Polresta Pekanbaru terhadap Firdaus MT terkait tindak lanjut laporan yang diterima Penegak Hukum Terpadu (Gakkumdu) soal pemalsuan dokumen riwayat hidup yang didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pekanbaru.

Firdaus MT yang masih aktif sebagai PNS (sampai saat ini) tidak mencantumkan informasi yang benar tentang dirinya yang ternyata berstatus beristri dua, termasuk informasi anak-anak dari istri mudanya.

"Semua pembuktian kebenaran dari hasil penyidikan akan dibuktikan di pengadilan. Kita lihat soal bersalah atau tidaknya nanti di pengadilan," tegas Adang.

Atas kasus ini, calon walikota yang diusung Partai Demokrat itu terancam dijerat Pasal 115 ayat (6) Undang-

undang (UU) Nomor 22 tahun 2007 tentang Pilkada.

Kebenaran Kasus

Tidak hanya di ranah penegak hukum, kasus Firdaus MT juga sempat menjadi pertimbangan di pihak penyelenggaran Pilkada Pekanbaru yang tidak lain KPU setempat.

Berbagai upaya demi suksesnya PSU Pilkada Pekanbaru 2011, KPU mencoba untuk mencari tahu kebenaran kasus yang menimpah Firdaus.

Upaya tersebut dilakukan dengan mengklarifikasi semua dokumen kelengkapan Firdaus serta menyelidiki kebenaran atas dokumen tersebut untuk kemudian menghasilkan sebuah kesimpulan.

"Intinya kami tidak ingin menghakimi dan mengambil keputusan. Semua upaya ini hanya untuk satu kesimpulan tidak lebih dari itu. Untuk keputusan, semuanya kembali kepada Mahkamah Konstitusi," kata Ketua KPU Pekanbaru Tengku Rafizal AR.

Dalam kesimpulannya, kata Rafizal, KPU Pekanbaru membenarkan kasus tersebut. Hasil evaluasi dan kesimpulan itu, kemudian diajukan ke MK melalui surat bernomor 1738/KPU-PBR/004.435265/XII tanggal 5 Desember 2011 perihal "Mohon Penetapan MK atas Status H Firdaus ST, MT yang Sudah Tidak Memenuhi Syarat sebagai calon walikota karena melakukan pelanggaran adminstrasi".

Berjarak beberapa hari kemudian, MK dalam surat jawabannya dengan Nomor185/PAN.MK/XII/2011 tanggal 7 Desember 2011 tetap menyarankan agar PSU tetap dilanjutkan dengan dua pasangan calon yaitu H Firdaus MT-Ayat Cahyadi dan Hj Septina Primawati SE, MM dengan Erizal Muluk.

Namun, menurut surat jawaban MK, jika ditemukan masalah administrasi atau sangkaan pelanggaran pidana selama proses pemungutan suara ulang berlangsung, maka hal tersebut nantinya dapat dilaporkan dalam satu paket dengan hasil Pemungutan Suara Ulang sehingga dapat dipertimbangkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam membuat keputusan akhir.

Unjukrasa

Konflik Pilkada Pekanbaru, mulai dari pelanggaran terstruktur, kebijakan "salah kaparah" sang walikota bahkan sampai tindak pidana itu terbukti menuai keresahan masyarakat.

Keresahan tersebut dituangkan para aktivis masyarakat dan mahasiswa dengan menggelar aksi unjukrasa, memprotes gaya kepemimpinan Syamsurizal dan Rusli Zainal serta menuntut agar KPU bertindak netral.

Aksi protes tersebut dimulai pada Juli 2011, dimana sekitar 300 demonstran yang mengatasnamkan Gerakan

Rakyat Cinta Konstitusi (Gertak) berunjukrasa di pintu masuk kantor Walikota Pekanbaru.

Aksi yang semula berjalan damai berubah kisruh setelah beberapa demonstran berbuat anarkis dengan memecahkan pintu kaca kantor walikota.

Tindakan anarkis pengunjukrasa ini dipicu tindakan aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan kepolisian yang tidak memperbolehkan mereka masuk untuk bertemu langsung dengan Pejabat Walikota Syamsurizal. Namun mereka tetap meringsek ke dalam ruangan.

Koordinator Lapangan (Korlap) Gertak, Dody Armawan mengaku aksi tersebut sengaja di gelar sebagai wujud kekecewaan massa terhadap gaya kepemimpinan pemerintah dan kondisi miris demokrasi di Kota Bertuah.

Selain itu, menurut Dody, massa juga mendesak KPU dan pemerintah setempat untuk menyelenggarakan pencoblosan suara ulang tepat waktu, yakni tanggal 21 Desember 2011.

"PSU harus segera dilaksanakan tepat waktu, jangan lagi diulur-ulur karena masyarakat ingin segera memiliki pemimpin yang memihak ke mereka," kata Dody.

Berjarak beberapa hari setelah aksi Gertak, massa dari berbagai organisasi masyarakat dan mahasiswa lainnya juga turut menggelar unjukrasa menuntut hal serupa.

Aksi para aktivis ini kerap berpindah-pindah, disesuaikan dengan tuntutan yang diajukan. Mengenai kebijakan pemerintah, massa beraksi di depan Kantor Gubernur Riau dan Walikota Pekanbaru. Sementara tuntutan mengenai kelancaran PSU, para demonstran menggelar aksinya di Kantor KPU Pekanbaru.

Melihat kebringasan massa yang kian menjadi-jadi. KPU Pekanbaru memastikan pihaknya akan tetap berkomitmen bagaimana agar penyelenggaraan PSU Pilkada Pekanbaru berjalan tepat waktu dengan tanpa keberpihakan.

"Intinya, kami tetap berkomitmen bagaimana PSU berjalan sesuai jadwal. Mengenai kebijakan, kami pastikan tidak akan ada keberpihakan ke salah satu calon manapun," kata Ketua KPU Pekanbaru, Tengkua Rafizal AR.

Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru periode 2011-2016, seperti yang diumumkan KPU setempat sebelumnya, akan dilaksanakan pada 21 Desember 2011 ini.

Meski terasa "hambar", banyak kalangan publik mengharapkan pelaksanaan PSU Pilkada Pekanbaru dapat berjalan lancar dan tidak kembali terkendala berbagai hal seperti yang sudah-sudah.