Pelalawan, Riau. (ANTARARIAU News) Tim "Mata Harimau" Greenpeace memandikan gajah Sumatera di sungai sekitar kawasan camp flying squad WWF Riau di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Riau, Kamis (29/9).
Lima angggota tim 'mata harimau' yang masih berpakaian loreng bagaikan harimau turut serta memandikan 10 ekor gajah Sumatra flying squad WWF Riau.
"Ini menjadi pengalaman baru bagi kami. Ternyata gajah butuh mandi hingga tiga kali dalam sehari," kata Raka, salah satu tim 'Mata Harimau' Greenpeace.
Kegiatan ini menjadi simbolisasi harmonisasi dua satwa payung yang patut dilindungi habitatnya agar populasinya tidak punah di muka bumi ini.
Koordinator Flying Squad WWF Riau Syamsuardi mengatakan gajah dan harimau menjadi satwa payung karena daerah jelajahnya (home range) sangat luas. Seekor harimau sumatra (panthera tigris sumatrae) dapat menjelajah hingga 100 kilometer persegi. Sedangkan gajah dapat menjelajah hingga 60 kilometer persegi.
"Bila habitat yang menjadi daerah jelajahnya tadi terjaga, species lainnya juga dapat lestari keberadaannya," kata Syamsuardi.
Setelah memandikan gajah, tim 'Mata Harimau' turut serta bersama gajah flying squad melakukan patroli di sekitar kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Tim flying squad sendiri dibentuk untuk mengatasi konflik antara gajah dan manusia. Disebut flying squad karena tim ini harus bergerak cepat untuk mengatasi gajah liar yang mencoba masuk ke permukiman atau memakan tanaman perkebunan warga di sekitar kawasan TNTN.
Sementara Forest Campaigner Greenpeace Asia Tenggara Rusmadya Maharrudin mengatakan pada saat melintas kawasan hutan ini menggunakan sepeda motor, tim menemukan kawasan hutan konservasi ini yang sudah dirambah warga.
"Tim Mata harimau juga menemukan jejak harimau pada saat menuju sungai tempat pemandian gajah. Kondisi ini menunjukkan, kawasan ini memang habitat asli harimau sumatra yang masih tersisa"ujarnya.
Menurut Rusmadya, pada saat melakukan patroli bersama gajah Flying squad, timnya menyaksikan langsung kondisi TNTN yang merupakan hutan dataran rendah yang masih tersisa di Riau. Tapi masih sangat rentan terhadap konversi lahan.
"Untuk itu kami meminta kepada pemerintah untuk memastikan kondisi taman nasional ini karena peran ekologisnya sangat besar," tutup Rusmadya.