Akademisi Nilai RUU Pembalakan Liar Lemah

id akademisi nilai, ruu pembalakan, liar lemah

Pekanbaru, 29/11 (ANTARA) - Kalangan akademisi menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar masih sangat lemah untuk menangani tindak kejahatan hutan yang masuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

Pakar hukum Universitas Islam Riau Husnu Abadi di Pekanbaru, Senin, mengatakan perlu adanya lembaga khusus yang memiliki kekuatan dan kewenangan cukup besar untuk mencegah dan memberantas pembalakan liar di Indonesia.

"Kalau mau serius, pemberantasan pembalakan liar yang sudah masuk dalam kategori kejahatan luar biasa, harus menggunakan 'power' (kekuatan) yang luar biasa," kata Husnu kepada ANTARA usai diskusi membahas Draft RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (P3L) yang dihadiri Panitia Kerja Komisi IV DPR di gedung Rektorat Universitas Riau.

Menurut dia, penanganan kejahatan luar biasa seperti pembalakan liar sangat sulit diberantas di Indonesia karena melibatkan jaringan mafia kehutanan hingga mafia hukum.

Ia mengkritisi Bab V Draft RUU P3L yang mengatur tentang koordinasi pencegahan dan pemberantasan pembalakan liar melalui pembentukan tim koordinasi P3L di pusat dan daerah.

Selain itu hanya akan membuang-buang anggaran, lanjutnya, pembentukan tim koordinasi tidak cukup kuat kewenangannya dan membuat upaya pemberantasan pembalakan liar terpasung rantai birokrasi yang panjang.

Karena itu, lanjutnya, dibutuhkan lembaga khusus selayaknya Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) dalam memerangi korupsi dan juga Detasemen Khusus 88 yang memerangi terorisme.

"Pembentukan tim koordinasi kekuatannya tak sebanding dengan pembalakan liar yang sudah termasuk kejahatan luar biasa," ujarnya.

Ketua Panitia Kerja yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Soebagyo mengatakan draft RUU P3L memang masih membutuhkan perbaikan, karena itu pihaknya memilih berkunjung ke Provinsi Riau dan Kalimantan Barat untuk mencari masukan dalam melakukan perbaikan.

Ia mengatakan, pihaknya juga akan mencari masukan dari kalangan dunia usaha, kejaksaan, Polri hingga hakim dalam pembahasan RUU P3L.

"Saya berharap RUU ini sudah bisa 'ketok palu' (disahkan) pada awal tahun 2011," kata Firman.

Sementara itu, anggota DPR Komisi IV dari Provinsi Riau Wan Abubakar menilai pengesahan RUU P3L juga perlu ditindaklanjuti dengan revisi Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang banyak memiliki kelamahan.

"Supaya dua kebijakan bisa berjalan beriringan," kata Wan Abubakar.