Korban trafficking pernikahan fiktif alami kesulitan bernafas dan eksploitasi

id perdagangan orang modus pengantin,modus pengantin pesanan,TPPO

Korban trafficking pernikahan fiktif alami kesulitan bernafas dan eksploitasi

Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Bobby Anwar Maarif (kanan) bersama Ketua DPC SBMI Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) Mahadir (kiri), Pengacara Publik LBH Jakarta Oki Wiratama (kedua kanan) dan korban kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Monica (kedua kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers, di Jakarta, Sabtu (23/6/2019). LBH Jakarta bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang tergabung dalam Jaringan Buruh Migran mengatakan sebanyak 13 perempuan asal Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat dan 16 perempuan asal Jawa Barat menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus perkawinan (pengantin pesanan). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/ama. (ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI)

Jakarta (ANTARA) - Salah satu korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) modus pengantin pesanan yang berinisial Mn mengalami kesulitan bernafas akibat kekerasan yang dialami dari calon pengantin pria di China hingga eksploitasi sebagai pekerja.

"Saudari Mn dipukuli, dia tidak bisa bernafas lancar, mengalami memar selama satu mingguan lebih," kata anggota Serikat Buruh Migran Indonesia Salsa di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Rabu (26/6).

Ia mengatakan ketika Mn ingin pulang kembali ke Indonesia, dia diminta untuk mengembalikan uang sebesar Rp100 juta padahal perempuan tidak pernah menerima uang dari pengantin pria asal China itu.

"Setiap hari bangun jam 5 pagi untuk pekerjaan rumah dan buat kerajinan dari pagi sampai jam 9 malam, kalau tidak menyelesaikan tugas mendapat pukulan dari mertuanya," ujarnya.

Pada awal tiba di China, Mn mendapat penyambutan yang baik, diperlakukan dengan baik, dibelikan baju dua helai, namun setelah itu pengantin pria langsung berubah total dan sering menggunakan kekerasan kepada Mn. Bahkan untuk makan, Mn pernah hanya diberikan nasi dicampur air. Mn juga mendapat pelecehan seksual dari mertuanya. Pernikahan fiktif itu juga disertai dengan eksploitasi untuk bekerja menghasilkan uang kepada keluarga suami.

Diberitakan sebanyak 13 perempuan asal Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat dan 16 perempuan asal Jawa Barat menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus perkawinan (pengantin pesanan).

Komisioner Komisi Nasional Perempuan Thaufiek Zulbahary mengatakan dibandingkan modus lain, modus perkawinan atau pengantin pesanan cenderung luput dari perhatian.

"Jika ada pengaduan masuk ke Komnas Perempuan maka kami akan menganalisanya di mana hambatannya dan pihak mana yang perlu didesak agar kasus ini segera ditangani, dan penegakan hukumnya dilakukan, termasuk hak korban dipenuhi," ujarnya.

Dia mengatakan TPPO ini sudah dalam keadaan darurat karena korbannya semakin banyak, target semakin luas, modus semakin beragam.

Untuk itu, dia mengatakan perlu kerja sama lintas sektor bahkan lintas negara untuk memberantas perdagangan orang dengan modus apapun serta membantu pemenuhan hak-hak korban.