Bersiap Hadapi Musim Hujan

id bersiap hadapi musim hujan

Bersiap Hadapi Musim Hujan

Jakarta (Antarariau.com) - Saat ini sejumlah wilayah di Indonesia mulai memasuki musim hujan sesuai dengan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa musim hujan akan dimulai pada November 2018.

Musim hujan, terutama dengan intensitas yang tinggi di atas 150 mm/bulan dapat berdampak terhadap banyak hal, mulai dari aktivitas yang terkendala hingga bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang, tanah longsor, angin kencang dan lainnya.

Bahkan saat ini sejumlah wilayah telah mengalami dampak tersebut, seperti banjir yang melanda wilayah Bandung, Aceh, Sumatera Barat, Banyuwangi dan sejumlah daerah lainnya.

BMKG juga memprakirakan curah hujan dengan intensitas tinggi atau di atas 300 mm/bulan terjadi di sejumlah daerah pada Desember 2018.

Curah hujan tinggi diprediksi berpeluang terjadi di sebagian besar Sumatera sepanjang bagian barat Sumatera, mulai Aceh sampai Lampung utara.

Kondisi serupa juga diprakirakan terjadi di sekitar Sumedang, Majalengka, Jawa barat, Semarang Jateng, Sidoarjo, Jawa Timur, dan bagian tengah Madura, pesisir barat Kalimantan Barat, sebagian kecil sebelah selatan Kalimantan dan bagian tengah Kalimantan Timur.

Selain itu juga di Makassar, bagian utara Sulawesi Selatan, bagian tengah Sulawesi, Kupang (NTT), dan sebagian besar Papua.

Namun secara umum, curah hujan diprediksi pada kisaran 200-500 mm/bulan atau pada intensitas menengah hingga tinggi.

Sementara curah hujan rendah atau di bawah 150 mm/bulan berpeluang terjadi di sekitar Pulau Buton (Sulawesi Tenggara).

Siap Siaga

Sebagai upaya antisipasi banjir, Disaster Management Institute of Indonesia (DM11) yang didirikan Aksi Cepat Tanggap (ACT) memberikan beberapa tips, terutama dalam menghadapi bencana banjir.

Sebelum bencana terjadi atau disebut juga tahap siap siaga banjir, masyarakat perlu memerhatikan cuaca di sekitar atau melalui media, mengecek ketinggian air di pintu air.

Selain itu juga perlu mempersiapkan sumber resapan air (biopori) di sekitar lingkungan, membersihan dan mengeruk saluran air yang tersumbat serta menempatkan barang berharga, dokumen dan makanan di tempat yang lebih tinggi.

Saat terjadi banjir, matikan dan cabut listrik, peralatan elektronik serta yang mengandung gas, lakukan evakuasi ke tempat yang lebih tinggi, jangan berjalan, berenang atau mengemudi di arus air deras serta cari pertolongan ke regu penyelamat.

Setelah banjir yang perlu dilakukan adalah memastikan banjir surut dan tidak tergenang lagi, pastikan tidak ada binatang penular penyakit, seperti tikus.

Buanglah barang rusak yang dapat menimbulkan penyakit, bersihkan rumah dan lingkungan dengan disinfektan serta cek barang elektronik.

Sementara pemerintah juga sudah bersiap dalam menghadapi bencana banjir, terutama terkait dengan anggaran untuk proses penanganan.

Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, dalam menghadapi musim hujan serta ancaman bencana banjir dan tanah longsor, anggaran pemerintah siap untuk penanganan bencana tersebut.

"Ada dana siap pakai yang siap di Kemenkeu, terkait dengan dana untuk penanganan bencana itu pemerintah siap," kata Agus.

Lebih lanjut, menurut Agus Gumiwang, terkait penanganan bencana, sebenarnya bisa dicegah lewat penanganan yang tepat karena semua terkait dengan perilaku manusia, kecuali gempa bumi.

Sementara untuk mitigasi, Kemensos mempunyai program Kampung Siaga Bencana (KSB) yang memberdayakan masyarakat di daerah rawan bencana agar mereka siap siaga.

Antisipasi

Sebenarnya bencana hidrometeorologi dapat dicegah karena selain disebabkan cuaca, juga akibat perilaku masyarakat yang tidak peduli terhadap lingkungan, seperti rusaknya daerah aliran sungai (DAS), membuang sampah ke sungai atau aliran air yang dapat menyumbat jalan air dan sebagainya.

Selain itu, sebagai upaya penanganan bencana, pemerintah daerah idealnya harus memunyai rencana kontingensi untuk penanganan bencana sehingga ketika bencana terjadi bisa segera melakukan upaya penanganan dengan cepat.

Rencana kontingensi tersebut, menurut Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial Margowiyono, bisa dalam bentuk anggaran untuk penanganan bencana juga kecepatan dalam merespons atau tanggap darurat.

Dengan adanya rencana kontingensi maka saat terjadi bencana, pemda sudah siap dengan permakanan, logistik lainnya dan bergerak cepat dalam penanganan pengungsi.

Sehingga, tidak perlu menunggu lama pemerintah pusat untuk turun tangan. Menurut Margowiyono, tidak semua bencana alam yang terjadi harus diserahkan penanganannya ke pusat.

Di samping itu juga perlu menguatkan kesiapsiagaan masyarakat di daerah rawan bencana agar senantiasa siaga apabila tanda-yanda alam terjadinya bencana sudah terlihat dan dapat segera melakukan evakuasi diri agar tidak timbul korban jiwa.

Menyiapkan masyarakat melalui Kampung Siaga Bencana (KSB) yang saat ini telah ada di 368 lokasi daerah rawan bencana perlu karena kejadian bencana yang terus meningkat.

Hingga Oktober 2018, tercatat sebanyak 1.138 kejadian bencana dengan korban meninggal dunia sebanyak 3.360 jiwa, 1.463.394 orang mengungsi dan 231.798 rumah rusak berat serta diperkuat dengan 37.817 personel taruna Siaga Bencana (Tagana).

Musim hujan diperkirakan akan berlangsung hingga Februari 2019 dengan puncak musim hujan pada Desember 2018 hingga Januari 2019, karena itu semua pihak perlu mempersiapkan upaya antisipasi jika terjadi bencana hidrometeorologi.