Pekanbaru, (Antarariau.com) - PT Pertamina (Persero) menyatakan kenaikan harga bahan bakar khusus termasuk Pertalite, di Provinsi Riau, Kepulauan Riau dan Kota Batam, sangat dipengaruhi besar kecilnya Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor atau PBBKB, yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.
"Soal kenapa Pertalite di Riau dan Kepri lebih tinggi dari daerah lain, tidak lepas dari penerapan PBBKB di kedua daerah ini yang lebih tinggi dari daerah lain," kata Unit Manager Communication and CSR PT Pertamina MOR I (Sumatera Bagian Utara), Rudi Arrifianto di Pekanbaru, Selasa.
Ia menjelaskan, bahan bakar khusus dalam penetapan harga juga mengikuti perkembangan harga minyak dunia dan kurs rupiah terhadap dolar AS. Jika harga minyak dunia naik dan atau kurs rupiah terhadap dolar melemah, pada periode tertentu akan menjadikan harga naik.
Sebaliknya, kalau harga minyak turun dan atau kurs rupiah menguat, harga bahan bakar tersebut juga bisa turun. "Penyesuaian (naik atau turunnya) harga BBK sudah biasa dilakukan selama ini," tuturnya.
Sehingga hal ini bukan lagi menjadi rahasia sebab akan diumumkan secara resmi melalui akun publik Pertamina.com yang bisa diakses setiap saat.
Diakuinya setelah beberapa lama akhirnya Pertamina melakukan penyesuaian berdasarkan pertimbangan diatas, maka per 20 Januari 2018 harga Pertalite naik di Riau dari Rp7.900 per liter menjadi Rp8.000 di Riau dan Kepulauan Riau.
Terkait mengapa harga Pertalite di tiga wilayah, yakni Riau, Kepri dan Kota Batam, lebih mahal ketimbang provinsi lain, sementara di Sumatera Utara, Aceh dan Sumatera Barat hanya dibandrol Rp7.600 per liter, Rudi menyatakan itu dipengaruhi besaran penetapan pajak bahan bakar oleh Pemda masing-masing.
Menurut dia memang besaran PBBKB menjadi kewenangan dari Pemda setempat.
Misalkan daerah lain hanya mematok PBBKB sebesar lima persen, sedangkan Riau, Kepri dan Batam mematok 10 persen.
Wacana Pemerintah Provinsi Riau bencana merevisi besaran pajak Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya untuk jenis Pertalite telah bergulir sejak tahun 2017. Bahkan, sudah melakukan survei lewat melalui Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Provinsi Riau, yang dilaksanakan hingga akhir tahun 2017.
Wakil Ketua DPRD Riau, Noviwaldy Jusman kala itu mengatakan, ingin melihat jika harga pertalite yang saat itu harganya Rp7.900 diturunkan menjadi Rp7.500 bagaimana respon masyarakat.
Kalau antusias masyarakat memilih mencapai 5.000 orang, maka menurutnya layak untuk diterapkan penurunan harga pertalite tersebut.
"Selama ini misalnya ada 1.000 masyarakat yang membeli pertalite, dan 10.000 beli premium. Dengan diturunkan harga pertalite, apakah minat beli masyarakat mencapai 5.000 ?," kata Noviwaldy Jusman Selasa (26/9).
Selanjutnya jika ini direalisasikan pada awal tahun 2018, maka akan dilakukan revisi target pendapatan pajak pada APBD Perubahan 2017. Sebab sebelumnya, DPRD Riau mewacanakan peningkatan pendapatan pajak dengan cara menurunkan harga BBK tersebut dengan harapan akan semakin banyak masyarakat yang akan membeli pertalite tersebut.
***1***
Berita Lainnya
Pertamina sebut Pertamax Green 95 bukan pengganti Pertalite
10 May 2024 16:19 WIB
Pertamina: Pemerintah subsidi Solar sebesar Rp13 ribu dan Pertalite Rp9.950
06 July 2022 15:16 WIB
Pertamina: Lonjakan konsumsi Pertalite hanya bersifat sementara
04 April 2022 16:10 WIB
Pertamina sebut tak naikkan harga Pertalite demi jaga stabilitas ekonomi
09 March 2022 16:22 WIB
Pengamat mengatakan kenaikan harga BBM nonsubsidi wajar
03 March 2022 20:28 WIB
Satu tangki Kilang Cilacap terbakar
14 November 2021 5:51 WIB
Berikut daftar 21 SPBU di Pekanbaru yang menjual pertalite seharga premium
22 March 2021 9:37 WIB
21 SPBU di Pekanbaru diskon harga pertalite sama dengan premium
21 March 2021 13:51 WIB