Aksi Buruh Berharap Solusi Polemik Pengelolaan Gambut

id aksi buruh, berharap solusi, polemik pengelolaan gambut

Aksi Buruh Berharap Solusi Polemik Pengelolaan Gambut

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Dengan menggunakan ratusan bus, para pekerja itu datang dengan tertib untuk menyuarakan aspirasi mereka di Kota Pekanbaru pada 23 Oktober 2017. Mereka berharap ada solusi bagi nasib mereka yang kini "diujung tanduk" terkait kebijakan disektor hutan tanaman industri yang dinilai akan membuat puluhan ribu pekerja kehilangan pekerjaan.

Demonstran yang semuanya adalah pekerja dan kontraktor dari PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau K-SPSI.

SPSI meminta Menteri LHK menghormati dan menjalankan putusan uji materiil Mahkamah Agung terhadap Peraturan Menteri LHK Nomor 17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dalam putusan MA disebutkan bahwa Pasal 1 angka 15 d, Pasal 7 huruf d, Pasal 8A, Pasal 8B, Pasal 8C ayat (1), Pasal 8D huruf a, Pasal 8E ayat (1), Pasal 8G dan Pasal 23A ayat (1) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

"Dengan begitu, MA sudah menyatakan pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum," kata Ketua DPD K-SPSI Riau, Nursal Tanjung.

Karena itu, ia mengatakan atas dasar putusan MA tersebut, Nursal meminta agar Menteri LHK mencabut Keputusan No.SK.5322/MENLHK-PHPL/UHP.1/10/2017 tentang Pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.173/VI-BPHKT/2010 dan Keputusan Menteri No.SK.93/VI-BUHT/2013 tentang Persetujuan Revisi Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (RKUPHHK-HTI) untuk Jangka Waktu 10 tahun Periode 2010-2019 atas nama PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Provinsi Riau.

Ketua Serikat Pekerja Bidang Kehutanan RAPP, Adlin, menambahkan unjuk rasa para buruh dilakukan atas dasar keinginan pekerja karena nasib pekerjaan mereka terancam. Sebabnya, aturan baru KLHK tentang pembangunan HTI telah mengakibatkan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan HTI kehilangan hak untuk mengolah kembali areal yang telah diberikan sesuai dengan peruntukannya karena dijadikan Kawasan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut.

RAPP bakal kehilangan sekitar 50 persen dari areal yang sudah ditanami hutan tanaman industri, dibebani kewajiban untuk merehabilitasinya kembali dengan tanaman asli hutan ketika sudah melakukan sekali panen.

Dampaknya adalah para pekerja pada perusahaan yang bergerak dibidang industri HTI yang sebagai pemasok sumber bahan baku bubur kertas (pulp) dan kertas akan terancam kehilangan mata pencahariannya. Bahkan, ia mengatakan timbulkan aturan baru tersebut mengakibatkan kerugian masyarakat karena bisa berakibat hilangnya pekerjaan untuk beberapa puluh ribu pekerja, sehingga menyebabkan tidak bisa menghidupi keluarga yang bergantung hidup dari pekerjaan itu.

"Tidak ada kami diperalat perusahaan untuk demo, ini memang keinginan kami," kata Adlin.

Jangan Ciptakan Pengangguran Baru

Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman yang menemui ribuan buruh berjanji akan meneruskan aspirasi para demonstran kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) . Ia mengatakan Pemprov Riau juga tidak ingin ada kebijakan yang malah menambah jumlah pengangguran.

"Keinginan kita sama. Apa keinginan Pemprov Riau juga sama, jangan sampai mengakibatkan pengangguran," kata Gubernur Riau.

Sementara itu, Kepala Humas PT. RAPP Djarot Handoko membantah tuduhan Menteri LHK Siti Nurbaya yang menyebut perusahaan itu tidak taat aturan pemerintah. Djarot mengatakan perihal permintaan KLHK untuk merevisi Rencana Kerja Usaha (RKU), RAPP sudah beberapa kali mengajukan revisi RKU kepada KLHK. Namun usulan Revisi RKU tersebut belum dapat disetujui karena Hutan Tanaman Industri (HTI) kami yang sudah dipanen tidak boleh ditanami kembali.

Berdasarkan Pasal 45 huruf a PP71/2014 sebagaimana telah diubah pada PP57/2016 yang menyatakan bahwa izin usaha dan atau kegiatan untuk memanfaatkan ekosistem gambut pada fungsi lindung ekosistem gambut yang telah terbit sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku dan sudah beroperasi , dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu izin berakhir. Dengan demikian, memberikan kepastian hukum kepada RAPP, yang telah beritikad baik melakukan investasi sesuai dengan ijin yang telah diperoleh sebelumnya dan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

"Pada dasarnya, kami menerima kebijakan KLHK tersebut dan kami bersedia untuk melakukan proses revisi RKUPHHK-HTI dengan permohonan untuk mendahulukan penyelesaian Lahan Usaha Pengganti atau "land swap" secara bertahap dengan kondisi clean and clear secara layak teknis dan ekonomis disekitar lokasi industri, sebelum areal tanaman pokok dijadikan kawasan fungsi lindung gambut. Jika tidak tersedia land swap dan kami harus revisi RKU , maka areal tanaman pokok kami dan mitra akan berkurang kurang lebih 50 persen untuk sumber bahan baku Utama PT RAPP," kata Djarot dalam pernyataan persnya.

Sejak dibatalkannya RKU pada tanggal 16 Oktober 2017, lanjutnya, RAPP menghentikan seluruh operasional HTI karena tanpa adanya payung hukum RKU, dengan sendirinya Rencana Kerja Tahunan (RKT) tidak berlaku. "Hal ini didukung oleh pendapat pakar hukum tata usaha negara. Dampak pembatalan ini adalah berhentinya seluruh kegiatan di HTI PT RAPP, meliputi kegiatan pembibitan, penanaman, pemanenan dan pengangkutan di seluruh areal operasional PT RAPP yang terdapat di lima Kabupaten di propinsi Riau, yaitu Pelalawan, Kuantan Sengingi, Siak, Kampar dan Kepulauan Meranti," katanya.

Ia juga mengatakan perusahaan tidak memprovokasi buruh berdemonstrasi karena sejak menerima Surat Peringatan kedua, pihaknya telah menginformasikan kepada pimpinan Kontraktor, pemasok dan mitra Bina tentang situasi yang terjadi agar tetap tenang. Dan setelah SK Pembatalan RKU, lanjutnya, manajemen juga menghimbau kepada Serikat Pekerja agar menjaga suasana tetap kondusif dan tidak melakukan aksi unjuk rasa.

Djarot mengatakan investasi perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto itu hingga kini telah mencapai sekitar Rp85 triliun, program hilirisasi industri nilai investasi barunya dengan membangun pabrik kertas dan Rayon (Tekstil) mencapai Rp15 triliun, sehingga total investasi dari hulu sampai ke hilir mencapai Rp100 triliun.

Perusahaan dalam APRIL Group ini juga mengklaim telah menghasilkan devisa kepada negara sekitar 1,5 miliar dolar AS atau Rp20 triliun pertahun.

"PT RAPP juga bertanggung jawab secara langsung kepada lebih dari 15,000 karyawan dan lebih dari 35,000 mitra karyawan. Selain membutuhkan kepastian bahan baku, semua ini juga membutuhkan jaminan dan kepastian hukum dalam berinvestasi," katanya.

Ia menambahkan, dampak yang lebih besar lagi adalah terhadap ribuan tenaga kerja langsung dan puluhan ribu tenaga kerja tidak langsung, serta terhadap para kreditur, pemasok, kontraktor, pelanggan dan seluruh masyarakat yang terkait dengan kegiatan usaha perusahaan dan keberlangsungan hidup perusahaan.