KPU Riau Telusuri Parpol Jual Formulir C1

id kpu riau, telusuri parpol, jual formulir c1

KPU Riau Telusuri Parpol Jual Formulir C1

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riau saat ini sedang menelusuri dugaan partai politik (parpol) yang memperjualbelikan data formulir C-1 berdasarkan laporan calon anggota legislatif (caleg).

"Ada laporan yang masuk dari caleg mengatakan, ada partai yang memperjualbelikan data berdasarkan formulir c1. Menurut kami, itu dokumen negara yang tidak boleh dijual," kata ketua KPU Riau Nurhamin di Pekanbaru, Ahad.

Ia mengatakan, dasar dinyatakannya hal itu sebagai tindakan melanggar hukum adalah formulir tersebut dikeluarkan melalui tanda tangan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

KPPS tersebut, lanjutnya, digaji oleh negara dan bekerja siang malam melakukan penghitungan suara. Maka dari itu, dirinya menilai, partai tersebut memanfaatkan kerja dari KPPS.

"KPPS yang berkeringat, kenapa parpol itu yang menangguk hasilnya dengan menjual data," katanya.

Dari informasi yang diperolehnya, partai tersebut bisa menjual data tersebut sampai Rp20 juta lebih. Namun ketika didesak partai mana yang melakukannya, Nurhamin enggan menyebutkan.

Menurutnya lagi, data tersebut tidak boleh dijual karena bersifat terbuka dan siapa pun berhak mengetahuinya tanpa ada biaya seperserpun. Jika ada yang menjual, semua pihak baik itu penyelenggara, pengawas atau peserta, berarti melanggar.

Ketika ditanyakan terkait sulitnya saksi parpol dan pihak lain mendapatkan formulir c1, pihaknya tidak menyangkal hal itu. Tetapi, ia mengklaim, telah menegaskan jauh-jauh hari setiap pihak terkait berhak mendapatkan.

Ia juga menyampaikan, semestinya pihak yang menginginkan data, permintaan dilayangkan kepada penyelenggara.

"Sebelum pemilu kami telah tegaskan bahwa formulir c1 wajib diberikan kepada saksi dan pengawas. Jika tidak diberikan silahkan laporkan," katanya.

Ketua Komisi Informasi (KI) Riau Mahyuddin Yusdar ditempat terpisah menyatakan, masih belum bisa memastikan apakah itu merupakan suatu tindak pidana yang melanggar Undang-undang (UU) Nomor 14 tentang keterbukaan informasi publik.

"Adanya dugaan seperti itu, masih perlu didalami lebih lanjut dalam konteks jika dikaitkan dengan UU tentang keterbukaan informasi publik. UU itu lebih mengutamakan keterbukaan oleh badan publik," katanya.