Pekanbaru, (Antarariau.com) - Provinsi Riau bakal menjadi sumber lumbung bioenergi listrik terbesar se-Sumatera hingga diperkirakan dapat mensuplai kebutuhan energi listrik ke Pulau Jawa dan negara tetangga.
"Posisi ini bakal bisa diwujudkan karena didukung oleh sumber bahan baku limbah cair dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Provinsi Riau yang besar," kata Kepala Dinas Perkebunan Riau Zulher ketika mewakili Gubernur Riau, ketika membuka peluncuran Riau Research Energy Centre (RiREC) dan Biomass Energy Clearing House, di Pekanbaru.
Kegiatan tersebut juga diikuti oleh Rektor UIN Suska, Prof. DR. hm. Nazir Karim, , Deputi Direktur Bioenergi dan Energi Terbarukan Kemen ESDM, Agus Saptono, Pewakilan Kedutaan Finlandia Indira Nurtanti, Koordinator EEP Indonesia Nasrullah Salim, Kepala Energy Research (Enreach) UIN Suska Riau Kunaifi, dan lainnya.
Zulher menyebutkan, Riau saat ini memiliki kebun kelapa sawit seluas 2,3 juta hektare dari 8 juta hektare luas perkebunan kelapa sawit nasional.
"Dari 2,3 juta hektare lahan kelapa sawit tersebut akan diolah oleh 146 PKS dengan kapasitas total sebesar 6.137 ton TBS per jam yang akan menghasilkan produksi CPO 20,8 juta ton,"katanya.
Dari proses produksi TBS hingga 6.137 ton TBS per jam maka listrik dapat diproduksi sebanyak 906 MW dari serat dan cangkang, selain itu sekitar 112 MW dari limbah cair (biogas).
Jika ditotalkan maka industri kelapa sawit di Riau dapat menghasilkan 1.018 MW. Angka-angka ini menunjukkan bukti betapa besarnya kontribusi Provinsi Riau dalam pengembangan energi terbarukan ke depan.
"Untuk ini, Riau dapat menjadi penyumbang energi listrik terbesar di Sumatra," katanya dan menambahkan bandingkan kemampuan PLTA Koto Panjang yang hanya mampu memproduksi listrik sebesar 115 MW yang dapat mengaliri listrik di Riau dan Sumbar.
Apalagi kalau sumber bahan baku dari industri kelapa sawit ini dapat menghasilkan 1.018 MW nantinya. Maka Riau dapat mengekspor listrik hingga ke luar negeri," katanya.
Zulher memandang bahwa selain bisa menjadi sumber energi terbarukan, biomassa yang bersumber kepada limbah cair dan pada PKS ini selama ini turut menjadi penilaian dunia tentang industri perkelapasawitan di Indonesia tidak ramah lingkunngan.
"Tentu dengan dijadikan sebagai bahan baku industri energi terbarukan, maka isu ini otomatis terhapus konsekwensinya harga CPO dan TBS bisa terdongkrak naik," katanya.
Keberadaan RiREC dan Biomass Energy Clearing Housenya dapat mendorong kegiatan pengolahan industri energi dan energi terbarukan yang ramah lingkungan di Provinsi Riau.
Sementara itu, peluncuran RiREC dan Biomass Energy Clearing House itu diinisiasi Dinas Perkebunan Provinsi Riau, EEP Indonesia dan Kemenlu Finlandia dan juga Enreach UIN Suska.
"Perwakilan Kementrian Luar Negeri Finlandia, Indira Nurtanti, menyatakan dukungannya dalam pengembangan energi terbarukan berbahan bio massa di Riau. Finlandia selama ini komit terhadap perubahan iklim dan perbaikan lingkungan," katanya.
Buktinya, kata Zulher lagi, keikutsertaan mereka terhadap perbaikan lingkungan di Indonesia dan juga mengembangkan industri energi baru dan terbarukan maka Pemerintah Finlandia mengalokasikan anggaran untuk penelitian dan pengembangan energi terbarukan hingga empat juta poundsterling.
Rektor UIN Suska, Prof. DR. HM Nazir mengatakan UIN Suska ingin berperan penting dalam issu perubahan iklim dan pengembangan energi baru dan terbarukan.
"Selama ini, sektor ekonomi selalu menjadi panglima dalam kehidupan, sehingga sektor sosial dan lingkungan selalu terabaikan. Untuk itu UIN Suska Riau ingin berperan lebih dalam perbaikan lingkungan," kata Nazir.