Pekanbaru (antarariau) - Bank Indonesia (BI) mencatat, secara umum industri perbankan syariah nasional meningkat dengan pesat dan hingga September tahun 2012 tumbuh sebesar 36,7 persen.
"Kami ingin sedikit menginformasikan mengenai perkembangan terkini perbankan syariah, bahwa secara umum industri perbankan syariah tumbuh sekitar 36,7 persen," ujar Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah BI Edy Setiadi.
Hal itu dikatakannya, di sela-sela Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah (FREKS) di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) di Pekanbaru.
Menurut dia hingga September 2012 aset perbankan syariah sebesar Rp173 triliun dengan pembiayan Rp134 triliun, namun lompatan rekening yang mengambarkan jumlah kreditur meningkat cukup tinggi mencapai 80 persen atau mencapai 2 juta orang.
Saat ini terdapat 11 bank umum syariah dengan 24 unit usaha syariah dan 156 bank pembiayaan syariah, dengan didukung jaringan kantor yang semakin luas serta berbagai alternatif "delivery channel" yang semakin beragam.
Dari sisi kualitas, juga dirasakan peningkatan yang cukup signifikan, tercermin dari rasio pembiayaan bermasalah yang tetap terjaga rendah pada kisaran 1,81 persen (NPF Nett).
Kemudian rasio penyaluran pembiayaan dibandingkan Dana Pihak Ketiga (DPK) relatif tinggi sekitar 102,1 persen dan porsi pembiayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sektor-sektor produktif yang tetap dominan dalam portfolio pembiayaan bank syariah.
Walau sejak pertengahan tahun 2011 perekonomian dunia harus menghadapi krisis utang Eropa dan Amerika Serikat, namun kondisi makro ekonomi Indonesia masih relatif cukup baik.
"Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini ada pada kisaran 6,3 sampai 6,7 persen dan laju inflasi diharapkan dapat terkendali pada level 4,5 plus 1 persen," katanya.
Berdasarkan kondisi makro ekonomi tersebut, diharapkan volume usaha dan fungsi intermediasi perbankan syariah diproyeksikan akan tetap tumbuh tinggi.
Beberapa faktor pendukung perkembangan industri perbankan syariah ke depan antara lain, adanya ekspansi pembiayaan syariah yang diharapkan masih tumbuh positif merespon perekonomian domestik yang masih akan tumbuh ditengah kekhawatiran dampak krisis ekonomi di benua Eropa.
Dukungan kebijakan BI terkait inovasi produk, ketentuan kehati-hatian (prudential banking operation) dan optimalisasi pembiayaan bank syariah, serta peningkatan mutu sumberdaya insani.
"Ini merupakan tantangan yang harus dijawab. Jika tidak, nanti akan tergerus dengan industri asing yang sudah secara baik mengembangkan bank konvensional dan bank syariah," ujarnya lagi.
"Bahkan bank asing membuat semacam 'pergerakan', bilamana kantor cabang bank konvensional dan bank syariah peminatnya sudah banyak, maka mereka jadikan menjadi kantor cabang bank syariah. Kami akan kaji ke arah itu, untuk menghadapi tantangan ke depan," katanya lagi.
Kendala Pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM) masih menjadi salah satu kendala utama di dalam tubuh bank syariah, karena perbankan tidak bisa mengikuti dengan kemajuan industri yang tumbuh pesat.
"Bagaimana pun, dalam mengembangkan bank syariah tidak sama dengan organisasi lain. Ada ilmunya sendiri dan perlu orang-orang yang mau belajar," ujar Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO), Yuslam Fauzi.
Tapi, lanjutnya mengatakan, karena perbankan syariah di Indonesia baru tumbuh dan tumbuhnya pesat dalam 13 tahun terakhir, maka "suply" tenaga kerja masih terasa sangat kurang sekali.
Bank syariah setiap tahun masih kekurangan sekitar lima ribu orang tenaga kerja yang baru selesai atau menamatkan kuliah dari perguruan tinggi negeri atau swasta di dalam negeri.
"Jadi sekarang, sudah lebih dari 90 perguruan tinggi karena akhir tahun kemarin sudah 75 perguruan tinggi yang menawarkan jurusan prodi perbankan syariah," katanya.
Yuslam yang juga menjabat Direktur Utama Bank Syariah Mandiri (BSM) mengatakan, hambatan dari luar dalam mengembangkan perbankan syariah adalah edukasi kepada masyarakat.
Masih perlu dilakukannya sosialisasi kepada masyarakat luas karena adanya kegamangan karena belum paham tentang perbankan syariah, padahal bank syariah sering memberikan return atau keuntungan yang lebih besar dibanding bank konvensional.
Dengan kata lain, industri perbankan syariah Indonesia berkembang sangat pesat, sedangkan sektor penyediaan tenaga kerja dan kompetensi dari pelakunya tidak seimbang.
Indonesia peringkat empat
Peneliti Muda Senior Perbankan Syariah BI Ali Sakti mengatakan, dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan industri bank syariah masih tertinggi dengan rata-rata 40 persen setiap tahun dibanding dengan negara lain.
Kalau dibandingkan dengan negara jiran Malaysia, maka negeri (bukan negara) serumpum Melayu itu tumbuh sekitar 13 sampai 15 persen setiap tahunnya.
Berdasarkan data yang dirilis PIMB, Inggris tahun 2011 bahwa industri keuangan Indonesia tahun lalu berada pada peringkat empat di dunia, setelah Iran, Malaysia dan Arab Saudi.
Dimana ketiga negara, peran pemerintah terlalu dominan. "Ambil contoh Malaysia. Kenapa mereka besar depositnya?, karena duit Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masuk disana dengan intervensi perdana menteri," ujarnya.
"Sedangkan Indonesia, mungkin belum satu sen pun yang masuk. Kami masih berjuang. Jangankan uang BUMN masuk ke bank syariah, dana haji saja masih terus kami perjuangkan untuk bisa masuk ke bank syariah," katanya.
Menjadi nomor satu dunia
Kepala Kantor Perwakilan BI Riau Hari Utomo Hari Utomo berujar, kalau Indonesia ingin berda di atas Iran, Malaysia dan Arab Saudi, maka peran serta pemerintah harus mendukung dalam upaya mengembangkan perbankan syariah.
"Melihat perekonomian Indonesia sekarang di peringkat 16 dan tahun 2030 diprediksi menjadi nomor tujuh dunia, bukan tidak mungkin Indonesia mejadi nomor satu di dunia," katanya.
Orang Indonesia sebagian besar muslim, maka harus ada upaya-upaya yang serius yang tidak hanya dilakukan industri perbankan syariah, akademisi, tetapi juga regulator seperti BI dan juga pemerintah.
Karena dari segi ekonomi Indonesia terus tumbuh berbeda dengan negara-negara lain yang ada di dunia, kemudian jumlah orang muslim pintar semakin bertambah, maka potensi "Islamic Banking" menjadi nomor satu bukan suatu hal yang mustahil.