Pekanbaru (ANTARA) - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Riau, Dr Erdianto Effendy SH, MHum mengatakan aksi kejam kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua dapat dikualifikasi sebagai makar menurut pasal 106 KUHP dan sebagai tindak pidana terorisme karena perbuatannya memberi efek rasa takut bagi masyarakat.
"Yang dimaksud dengan tindak pidana terorisme adalah kejahatan serius yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan sengaja sistematis dan terencana yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas dengan target aparat negara penduduk sipil secara acak atau tidak terseleksi," kata Erdianto Effendi di Pekanbaru, Senin.
Pendapat demikian disampaikannya terkait aksi keji dilakukan teroris kelompok kriminal bersenjata (KKB) saat menyerang tenaga kesehatan (nakes)di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Senin (13/9). Para nakes yang melarikan diri usai Puskesmas tempat mereka bekerja dibakar dikejar oleh teroris KKB, dianiaya, hingga ditendang ke jurang.
Menurut dia, kejahatan serius lainnya masuk dalam kategori tindak pidana teroris juga penghancuran terhadap objek vital strategis lingkungan dan fasilitas umum atau fasilitas internasional dan cenderung tumbuh menjadi bahaya simetris yang membahayakan keamanan dan kedaulatan suatu negara.
Selain iti, katanya tindak pidana teroris juga membahayakan keutuhan wilayah perdamaian kesejahteraan dan keamanan manusia baik nasional regional maupun internasional.
"Jadi apa yang terjadi di Papua tindakan kekerasan tersebut juga berkaitan dengan ancaman terhadap keamanan dan kedaulatan negara Republik Indonesia di wilayah Papua karena secara yuridis normatif Papua adalah bagian yang sah dari negara kesatuan Republik Indonesia," kata Erdianto yang menulis disertasi tentang makar dan penanggulangan separatisme dengan menggunakan hukum pidana.
Ia menjelaskan, namun terhadap kasus itu jika pendekatan keamanan semata atau pendekatan dengan menggunakan hukum pidana saja tidak cukup untuk dapat mengatasi gerakan separatisme dan terorisme yang terjadi di Papua.
Karenanya, katanya lagi diperlukan, tindakan lain yaitu upaya politik untuk memberantas tindak pidana makar atau separatisme atau pun tindakan terorisme yang dilakukan oleh anggota atau simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM) itu.
"Penyelesaian kasus Papua tidak dapat dilaksanakan hanya dengan pendekatan hukum pidana atau pendekatan ekonomi saja tetapi juga di perlu dilakukan pendekatan dari perspektif politik," katanya.
"Orang Papua perlu disadarkan bahwa mereka adalah bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia dengan berbagai cara. Belajar dari kasus Aceh pemberantasan separatisme di Papua seharusnya dilakukan dengan cara melibatkan elit pimpinan atau tokoh masyarakat Papua sehingga apa yang di sampaikan oleh pimpinan adalah mewakili suara masyarakat Papua," demikian Erdianto. ***2***T.F011
Berita Lainnya
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB
Pramono Anung terbuka bagi parpol KIM Plus gabung tim transisi pemerintahan
18 December 2024 15:51 WIB
Pertamina berencana akan olah minyak goreng bekas jadi bahan bakar pesawat
18 December 2024 15:12 WIB