Perubahan Iklim Kian Mengancam

id perubahan iklim, kian mengancam

Perubahan Iklim Kian Mengancam

Pekanbaru, (antarariau) - Ada yang merarik di acara lokakarya wartawan yang diselenggarakan Lembaga Pers Dr Soetomo bekerjasama dengan Kedutaan Norwegia di salah satu hotel berbintang di Pekanbaru, Riau, Selasa (25/9).

Temanya adalah "Meliput Perubahan Iklim". Begitu pentingkah peran wartawan dalam kesertaan untuk mengatasi persoalan ini?

Satu pandangan yang menarik dari seorang ahli yang disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr Soetomo, Priyambodo R.H, bahwa pers atau wartawan diimajinasikan seperti robot. 'Menggerakkan' bahkan mempengaruhi publik sesuai dengan keinginan.

Sebuah hal yang mencengangkan ketika wartawan senior Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA ini menunjukkan sebuah gambar animasi terkait dengan perjalanan dan peranan wartawan, apakah sebagai kontrol sosial, atau malah hanya sebagai alat kepentingan kelompok, siapa yang tahu?

Nyaris mirip dengan teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia berasal dari kera, lalu karena proses evolusi jadilah homo sapiens atau manusia modern seperti sakarang.

Animasi tersebut persis seperti gambaran terkait asal muasal manusia versi Darwin. Namun jejak wartawan yang digambarkan Priyambodo, terkesan wartawan sebagai awak media layaknya sebuah robot yang mampu mengatur ke mana arah publik duniawi. Kemudian karena proses evolusi justru membuat mereka berbalik menjadi sebuah patung yang digerakkan seenaknya oleh para pelaku industri media.

Selagi hal itu menguntungkan bagi kaum penulis, sepertinya tidak ada masalah. Karena toh peranan wartawan tetap dibutuhkan publik. Wartawan tanpa industri media, sungguh sesuatu hal yang aneh.

Maka dari itu, wartawan dan medianya harus bersinergi untuk membawa perubahan bagi negara atau bahkan dunia.

Sesuatu Menyeramkan

Seorang pakar dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan, Dr Niken Sakuntaladewi yang menjadi pemakalah pada acara bertajuk lingkungan itu mengangkat tema "Perubahan Iklim, Strategi Nasional REDD+ Perspektif Gender di Indonesia".

Jika bicara tentang perubahan iklim, maka siapa pun akan berfikir bahwa itu adalah sesuatu yang menyeramkan. Karena perubahan iklim yang dimaksud Niken adalah perubahan iklim yang disebabkan terus terjadinya pemanasan global di muka dunia.

Kondisinya digambarkan begitu menyeramkan dan bahkan tanda-tanda perubahan iklim tersebut menurut pakar ini telah mulai terjadi di berbagai kawasan dunia.

Seperti di kutub utara, Niken menunjukkan telah terjadinya pencairan es yang begitu dahsyat. Perbandingannya, ada pada gambar yang dipertunjukkan pakar berjender perempuan ini. Di mana pada tahun 1939 kondisi pegunungan es yang begitu dipenuhi salju, hanya berjarak sekitar 62 tahun atau di tahun 2001 telah mengalami pencairan yang teramat luar biasa. Apakah ini dampak dari pemanasan global dan apa penyebabnya?

Niken menjawab bahwa pemanasan global yang terjadi di berbagai wilayah dunia hingga kini adalah disebabkan keasyikan manusia dalam mengejar mimpi duniawi, namun tidak memikirkan dampak atas prilaku yang "membabi buta" itu. Atau setidaknya, menangkalnya dengan program kecintaan terhadap alam di sekitar.

Keasyikan manusia bisa dari segi pembangunan dan gaya hidup yang berlebihan. Saat ini, seperti diungkapkan sang pakar, bahwa tidak sedikit masyarakat berperekonomian menengah ke atas memiliki kendaraan pribadi lebih dari satu. Apakah hal itu salah satu faktor terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim?

Seperti diutarakan pemakalah, setiap kegiatan manusia akan memberikan dampak bagi lingkungan di sekitarnya. Tinggal bagaimana pola kehidupan manusia tersebut. Jika pembangunan dan teknologi terus saja berlanjut tanpa ada upaya pembatasan atau upaya penyeimbangan, maka polusi dan tingkat pemanasan akan terus meningkat.

Hal itu yang menurut Niken, kemudian menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK), terutama untuk karbon dioksida (CO2). Pembakaran bahan bakar fosil dan alih guna lahan, khususnya deforistasi hutan tropis dan lahan gambut yang secara terus menerus, menurut dia akan menyebabkan kondisi semakin memburuk.

Semakin Mengancam

Menurut Niken, perubahan iklim semakin mengancam, sehingga sangat berdampak pada kehidupan manusia. Salah satunya yakni pada sektor pangan, berupa jatuhnya hasil panen untuk jangka waktu yang cukup panjang.

Kemudian untuk sektor air, Niken menyatakan juga akan berpengaruh. Perubahan iklim yang tak teratur menurut dia akan menghilangkan penggunaan es kecil dan bahkan persediaan air akan terus menipis.

Lalu dampak perubahan iklim menurut dia juga akan menyebabkan peningkatan ketinggian permukaan air laut yang tentunya juga akan mengancam kota-kota besar di berbagai belahan dunia.

Terhadap ekosistem, menurut Niken, juga akan berdampak buruk, di mana perubahan iklim juga berpotensi menyebabkan kerusakan terhadap terumbu karang, lalu kemudian meningkatnya jumlah daftar spesies yang akan mengalami kepunahan.

Selanjutnya, perubahan iklim juga menyebabkan kondisi cuaca di berbagai negara termasuk Indonesia kian ekstrem. Hal itu pada akhirnya menimbulkan ragam bencana mengerikan, seperti kebakaran hutan hingga kemunculan kabut asap, meningkatnya intensitas badai, kekeringan di sana-sini, banjir, serta terjadinya gelombang panas.

Namun Niken menyatakan, bahwa hal yang paling menakutkan adalah, ketika perubahan iklim menyebabkan meningkatnya risiko dampak balik yang berbahaya dan mendadak, serta berubahan skala besar pada sistem iklim.

Menurut dia, tanda-tanda perubahan iklim telah mulai bermunculan. Salah satu contoh kasus, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Pekanbaru menyatakan bahwa sebagian besar wilayah Riau mengalami gangguan cuaca akibat badai tropis Jelawat di perairan Filipina yang menyebabkan sebagian wilayah Riau dilanda hujan.

"Pada siang ini (Selasa 25 September 2012), tepat pukul 12.00 WIB, temperatur udara di sebagian besar wilayah Riau 31,7 derajat Celsius. Kondisi tersebut berbeda dengan hari-hari biasanya di mana temperatur minimum Riau 32 derajat Celsius. Namun bahkan bisa (temperatur) meningkat drastis menjadi di atas rata-rata," kata analis BMKG Stasiun Pekanbaru, Warih Budi Lestari.

Contoh kasus lainnya adalah sejumlah wilayah di Riau bertepatan pada penyelenggaran Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XVIII/2012 terus saja tertutupi oleh kabut asap yang diindikasi sebagai dampak dari kasus-kasus kebakaran hutan atau lahan.

Bahkan lembaga pemantau cuaca, BMKG Stasiun Pekanbaru mencatat ada sebanyak lebih dari 400 titik panas atau 'hotspot' di sejumlah wilayah kabupaten/kota di Provinsi Riau selama 14 hari penyelenggaraan PON.

Berlangsung Lama

Niken menyatakan bahwa perubahan iklim di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia akan masih berlangsung lama.

Hal itu mengingat terlalu banyak emisi CO2 terkonsentrasi di atmosfir, di mana emisi yang dikeluarkan manusia juga terus meningkat.

Selain itu, indikator menurut Niken yakni belum banyak tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya, serta stabilisasi iklim yang memang memerlukan waktu cukup lama. Intinya asalah, perlu kebijakan, tindakan mitigasi dan adaptasi guna memperlebar selang toleransi terhadap lingkungan yang telah berubah.

Mitigasi yang dimaksud yakni upaya untuk mengatasi perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global. Sementara adaptasi yakni berupaya menyiapkan langkah-langkah penanganan terhadap akibat yang ditimbulkan.

Untuk mitigasi dan adaptasi menurut Niken dibutuhkan peranan pemerintah, salah satunya lewat langkah kebijakan nasional terkait dengan perubahan iklim.

Hal ini kata dia, diperkuat dengan ragam aturan yang telah dirancang dan dibentuk oleh pemerintah. Semisal Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46/2008 tentang Dewan Nasional Perubahan Iklim, Perpres 19/2011 dan 25/2011 tentang Pembentukan Satgas REDD+, Perpres Nomor 61/2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK), serta Perpres Nomor 71/2011 tentang Penyelenggaraan Inventaris Gas Rumah Kaca Nasional.

Kemudian ada pula Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) P.68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan DA Pengurangan Karbon dari DD Hutan, Permenhut P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari DD Hutan, Permenhut P.36/Menhut-II/2009 tentangTata Cara Perijinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau Kenyimpanan Karbon, serta Permenhut Nomor 10/2011 tentang Enam Kebijakan Prioritas Kemenhut dan Permenhut Nomor 20/2012 tentang Penyelenggaraan Carbon Hutan.

Hal demikian kata dia juga diperkuat dengan komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait upaya menurunkan emisi gas rumah kaca pada tahun 2020.

Melalui program REDD+, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk berupaya maksimal menurunkan emisi GRK, sekaligus meningkatkan kenyamanan lingkungan, mencegah bencana, menyerap tenaga kerja, menambah pendapatan masyarakat dan negara.

Langkah ini tentunya memiliki strategi, dan pemerintah telah menyiapkan strategi jitu yang salah satunya yakni menekan laju deforestasi dan degradasi hutan untuk menurunkan emisi GRK, meningkatkan penanaman untuk meningkatkan penyerapan GRK, melakukan perbaikan tata air (jaringan) dan blok-blok pembagi, menyetabilkan elevasi muka air pada jaringan, optimalisasi sumber daya lahan dan air secara optimal tanpa melakukan deforestasi, serta penerapan teknologi pengelolaan lahan dan budidaya pertanian dengan emisi GRK serendah mungkin dan mengabsorbsi CO2 secara optimal.

Fenomena Global

Pakar Satuan Tugas REDD+ Wilayah Riau, Prof. Adnan Kasry juga selaku pemakalah di acara "Lokakarya Wartawan Peliput Perubahan Iklim" menyatakan bahwa perubahan iklim merupakan fenomena mengkhawatirkan dan menjadi perhatian berbagai pihak baik di tingkat glonal maupun regional atau lokal.

Masyarakat dunia menurut dia terus berupaya untuk mengatasi penyebabnya serta menyiapkan langkah-langkah strategis guna penanganan masalah dan dampak yang ditimbulkan.

Sementara Direktur Eksekutif Center for Tropical Peat Swamp Restoration and Conservation Universitas Riau, Dr Haris Gunawan dalam acara yang sama juga berpendapat, bahwa perubahan iklim harus dihadapi dengan upaya-upaya nyata.

Salah satunya menurut dia yakni dengan melakukan pelestarian hutan gambut yang terkandung di alam semesta Riau.

Menurut dia, hal itu sangatlah penting mengingat sekitar 45 persen emisi GRK disumbang dari lahan gambut serta kerusakan hutan dan alihfungsi lahan di Indonesia.