Jakarta (ANTARA) - Bencana banjir dan longsor di empat kecamatan di Kabupaten Lebak, Banten, dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat, di awal Januari 2020 sekali lagi menjadi pelajaran berharga.
"Ada alasan jelas mengapa satu wilayah ditetapkan sebagai kawasan hutan konservasi," kata Direktur Inventarisasi Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Belinda Margono.
Baca juga: Jembatan Silayu, ambruk diterjang banjir di Padangsidimpuan
Sama halnya dengan lokasi bencana tersebut yang ada di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dalam kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidurian dan DAS Ciujung yang berdasarkan peta kerawanan longsor bersumber dari Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) KLHK 2014 memang berstatus sangat rawan.
Maka kesadaran masyarakat agar menjauhi dan tidak berdiam di lokasi tersebut sangat penting, selain perlu ketegasan pemangku kepentingan untuk tidak memperbolehkan masyarakat bermukim di sana.
Seperti 8.100 warga Desa Cileuksa, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang rela meninggalkan kampung halamannya atau eksodus setelah 11 dari total 14 kampung di desa tersebut hancur karena bencana longsor awal tahun 2020. Kepala Desa Cileuksa Ujang Ruhyadi mengatakan warganya siap direlokasi ke lokasi yang kondisi tanahnya aman dari bencana sesuai pernyataan ahli geologi.
Selanjutnya, menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo, pembenahan DAS di hulu Jakarta tersebut menjadi prioritas yang harus diselesaikan Maret 2020. Penanaman pohon besar-besaran akan dilakukan di lokasi-lokasi rawan bajir dan longsor di DAS Cidurian dan DAS Ciujung, selain juga membangun bangunan Konservasi Tanah dan Air (KTA).
Benahi ekosistem
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan langkah pemulihan ekosistem secara keseluruhan harus dilakukan. Maka kementeriannya melakukan penanganan holistik bencana ekologis 2020, dengan melibatkan enam Direktorat Jenderal. Penataan bentang alam menjadi poin utama, selain melakukan pembangunan bangunan (KTA), menghentikan perambahan dan penambangan liar di Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Gunung Halimun Salak, pengelolaan sampah dan pemulihan lingkungan itu sendiri.
KLHK, ujar dia, tidak hanya membenahi lanskap pascabencana dan dalam kawasan TNGHS, tetapi juga area rawan bencana dan konservasi. Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem akan memantau langkah rehabilitasi di hutan konservasi tersebut, termasuk pembuatan KTA.
Sementara Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) akan menyelesaikan persoalan pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang ada dalam kawasan hutan konservasi. Sedangkan pemulihan lubang bekas tambang di sekitar lokasi bencana juga akan dilakukan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL).
KLHK, kata Bambang, juga berkoordinasi dengan TNI dan Polri merehabilitasi hutan dan lahan di hulu Jakarta, mereka menjadi pendukung utama mempercepat penanganan bencana ekologis tersebut.
Usai melakukan rehabilitasi hutan dan lahan lewat penanaman yang harus selesai Maret 2020, KLHK akan melanjutkan kerja sama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dan Banten, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dan Lebak, berkonsolidasi melakukan tata kelola DAS ekosistem pedesaan.
“Kami akan masuk ke sana, sehingga menjadi bagian pemantauan DAS dan ekologi khusus di Jawa nantinya,” ujar dia.
Tata kelola berbasis masyarakat dilanjutkan implementasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang, menurut dia, menjadi poin besar tata kelola lingkungan ke depan.
Langkah rehabilitasi
Sesditjen PDASHL KLHK Yuliarto Joko Putranto mengatakan identifikasi calon lokasi penanaman 1,2 juta tanaman di DAS Cidurian dan DAS Ciujung yang terdampak bencana dengan luasan direncanakan 2.500 hektare (ha), yang terbagi di kawasan TNGHS di Bogor seluas 1.200 ha, Lebak 900 ha, serta Hutan Lindung dan Hutan Produksi di dua DAS terdampak seluas 600 ha.
KLHK melakukan penunjukan langsung terhadap penyedia bibit tanaman untuk rehabilitasi area terdampak bencana sesuai Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Selain itu menyiapkan Kebun Bibit Desa (KBD) di Kecamatan Cipanas, Kecamatan Lebakgedong, Kecamatan Sajira di Lebak dan Kecamatan Sukajaya, Nangguang, Cigudeg di Kabupaten Bogor melalui mekanisme swakelola masyarakat dengan jumlah minimal 60.000 per unit, diletakkan pada lokasi dekat kantor desa yang didistribusikan kepada masyarakat yang akan ikut melakukan penanaman bersama KLHK, TNI dan Polri.
Sedangkan pembangunan KTA berupa 250 unit dam penman, 750 gully plug, Instalasi Pemanenan Air Hujan (IPAH), lalu penguatan tebing ekohidrolika, serta penanaman vertiver.
Rencananya, ia mengatakan dalam kawasan hutan dilakukan dengan swakelola bersama TNI, sedangkan yang di luar kawasan hutan dilakukan masyarakat dengan pemberian insentif penanaman bibit kepada masyarakat.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Wiratno mengatakan pemasangan papan informasi dan papan peringatan lokasi rawan bencana akan dilakukan di TNGHS, termasuk penyiapan early warning system (EWS) yang dikelola melalui WhatsApp bersama warga sekitar taman nasional.
Wiratno juga mengatakan akan melakukan rapat koordinasi membahas tata kelola KPHK Gunung Halimun Salak dengan pihak terkait, selain melakukan evaluasi kesesuaian fungsi TNGHS dan melakukan penanganan PETI. Dukungan dan pelaksanaan penanaman vertiver dan jenis tanaman adaptif lainnya di Hutan Lingdung dan Hutan Produksi akan dilakukan.
Restorasi sungai
Penanganan bencana banjir dan longsor di hulu dan hilir Jakarta juga dilakukan dengan merestorasi sungai dengan konsep ekoreparian oleh Ditjen PPKL. Tujuannya menurunkan debit puncak dengan cara menurunkan koeffesien run-off dan menaikkan kapasitas infiltrasi dan perkolasi, lalu meningkatkan debit aliran atau kapasitas tampung sungai dengan cara melebarkan dan memperdalam sungai.
Alternatif lokasi untuk rencana restorasi sungai pascabanjir melalui implementasi ekoriparian 2020 akan dilakukan di DAS Ciliwung di Kota Bogor, Kabupaten Bogor dan Kota Depok. Lalu DAS Citarum di Kota Bandung, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bekasi.
Ada pula di DAS Cisadane yang terletak di Kota Bogor, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang, selain juga Sungai Cidurian di Kabupaten Bogor dan Sungai Ciujung dan Sungai Ciberang di Kabuparen Lebak.
Direktur Pengendalian Pencemaran Air Ditjen PPKL Luckmi Purwandari mengatakan persoalan terbesar pelaksanaan restorasi sungai dengan konsep ekoreparian ini adalah ketersediaan lahan. Kembali dibutuhkan keterlibatan pemerintah daerah dan warga terutama pemilik lahan di sekitar sungai untuk mau merelakan lahannya dijadikan ekoriparian.
Restorasi sungai dengan konsep ekoriparian tersebut, menurut dia, akan mengembalikan sungai sebagai sumber kehidupan, dan menjadikan sungai sebagai halaman depan tempat publik berinteraksi sehingga tercipta budaya malu untuk membuang sampah dan limbah ke sungai.
Selain itu, ekoriparian akan memilihkan kualitas air dengan cara menurunkan beban pencemaran yang masuk ke sungai, mencegah banjir, mencegah erosi dan sendimen sehingga menaikkan kapasitas tampung sungai. Konsep itu juga diharapkan dapat memulihkan ekosistem akuatik dan merevitalisasi budaya lokal berbasis sungai yang ramah lingkungan sekaligus meningkatkan penghasilan masyarakat lokal.
Pembenahan DAS di hulu Jakarta yang diupayakan secara holistik oleh KLHK tersebut diharapkan mampu menjauhkan masyarakat dari bahaya hidrometeorologi yang semakin mengancam berkaitan dengan peningkatan suhu Bumi.
Baca juga: 413 unit sekolah dan ribuan rumah terendam banjir di Kabupaten Bandung
Baca juga: Banjir bandang dan longsor di Padang Pariaman rusak akses jalan dan bendungan
Oleh Virna P Setyorini