Ditinggalkan induknya, bayi beruang madu diserahkan ke BBKSDA Riau

id Bayi beruang madu diserahkan ke BBKSDA,Bbksda riau, beruang madu

Ditinggalkan induknya, bayi beruang madu diserahkan ke BBKSDA Riau

Bayi beruang yang dirawat di klinik BBKSDA Riau (ANTARA/Ho-BBKSDA Riau)

Pekanbaru (ANTARA) - Seekor bayi beruang madu ( Helarctos malayanus ) berumur sekitar dua minggu diserahkan oleh PT. Ruas Utama Jaya ( RUJ ), Dumai ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam ( BBKSDA ) Riau, Kamis (28/4).

Dijelaskan Plh Kepala BBKSDA Riau wilayah II, Hartonodi Pekanbaru, Rabu, penemuan satwa mungil itu bermulasaat karyawan PTRUJ yang sedang menebang pohon menemukan bayi beruang yang ditinggalkan induknya. Para pekerja menunggu beberapa saat dan berharap induk beruang akan kembali membawa bayinya.

Namun cukup lama menunggu, sang ibu tidak kembali sehingga para pekerja merasa kasihan dan khawatir dengan keselamatan bayi beruang tersebut.

Karena itu, para pekerja yang khawatir berinisiatif untuk segera membawa dan menyerahkan bayi beruang yang diperkirakan berusia dua minggu itu ke BBKSDA Riau, jelas Hartono.

Hartono mengatakan, sebelum ditemukan, anak beruang itu terlihat seperti beruang yang kabur. Diperkirakan karena situasi yang ramai, beruang tersebut merasa ketakutan dan kabur tanpa membawa anaknya.

"Saat ditemukan dan diserahkan ke BBKSDA Riau, anak beruang madu itu dalam keadaan sehat," katanya.

Selanjutnya, saat ini bayi beruang berjenis kelamin betina tersebut berada di klinik BBKSDA Riau untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

dilepasliarkan saat ini karena masih sangat kecil. Oleh karena itu ia akan dirawat di klinik BBKSDA Riau hingga siap untuk dilepaskan," tuturnya.

Hartono berterima kasih kepada masyarakat yang telah menemukan dan segera menyerahkan satwa yang dilindungi tersebut kepada pihaknya atau menghubungi call centre BBKSDA Riau di nomor 081374742981.

Karena menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, masyarakat dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, memperdagangkan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup dan mati beserta bagian-bagiannya.

Kegiatan ini merupakan tindak pidana dan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.

“Kami berharap masyarakat tidak memiliki, memelihara atau memperdagangkan satwa yang dilindungi, karena dapat dipidana sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Hartono.