Ketika Pesawat Tempur Superhawk Terjatuh (bagian penganiayaan pewarta)

id ketika pesawat, tempur, superhawk terjatuh, bagian penganiayaan pewarta

Ketika Pesawat Tempur  Superhawk Terjatuh (bagian penganiayaan pewarta)

Didik Herwanto (27), langsung bergegas mengambil sebuah tas berisikan kamera kesayangan ketika mendengar suara ledakan cukup keras di atas udara.

"Waktu itu, saya baru saja mau mandi. Sedang memakai handuk. Tiba-tiba ada suara ledakan cukup keras," kata Didik dengan semangat, Selasa (16/10) malam.

Kalau tidak salah, demikian ungkap pewarta foto Riau Pos ini, waktu itu jarum jam menunjuk angka 09.30 WIB.

"Saya langsung keluar rumah. Di luar saya dengar ibu-ibu tetangga rumah teriak, 'ada pesawat jatuh, ada pesawat jatuh'," katanya.

Mendengar teriakan warga tersebut, naluri jurnalistik Didik seakan membawanya untuk melupakan sejenak 'acara' mandi untuk bergegas meluncur menuju insiden yang dimaksudkan warga.

"Waktu itu, saya memang sempat melihat pesawat yang dimaksud warga. Bahkan saya sempat melihat ada pilot yang terbang dari pesawat tempur itu," katanya.

Pria lajang anak kedua dari tiga bersaudara ini kemudian 'menggas' sepeda motornya dengan mengajak seorang remaja yang kebetulan tengah berada di sekitar rumah.

Lokasi kejadian jatuhnya pesawat tersebut, ternyata hanya berjarak kurang dari satu kilometer dari rumahnya.

Sesampai di lokasi kejadian, tepatnya pada pemukiman warga RT 03, RW 03, Desa Pandau Permai, Kecamatan Siak Hulu, Kampar, Riau, Didik langsung mengabadikan peristiwa hebat itu dengan memotret bangkai pesawat yang masih 'segar'.

"Ada sekitar 20 menit saya mengambil gambar bangkai pesawat. Kalau tidak salah, ada lebih seribu gambar yang telah berhasil saya rekam," katanya.

Pagi itu, diakuinya, juga belum ada petugas TNI AU yang datang sehingga pengabadian peristiwa dapat dengan leluasa dilakukan.

Namun beberapa saat kemudian, lanjutnya, sejumlah anggota TNI AU berpakaian dinas termasuk Paskhas datang ke lokasi kejadian.

"Awalnya tidak ada masalah. Hanya ada teriakan petugas menyuruh warga untuk menjauh dari lokasi sambil berteriak katanya ada bom. Saya pun mundur menjauh dari bangkai pesawat," katanya.

Lagi-lagi naluri jurnalistik membuat Didik nekat untuk kembali mengabadikan bangkai pesawat naas tersebut.

Namun belum lagi mengabadikan bangkai pesawat itu, Didik langsung menerima perlakuan tidak menyenangkan dari seorang anggota TNI AU berpangkat Letkol.

"Anggota itu langsung menyerang saya sampai saya tersungkur. Kemudian menyusul sejumlah anggota Paskhas ikut-ikutan menginjak-injak saya. Bahkan saya dicekik," kata Didik sambil menjelaskan, belakangan Anggota TNI AU yang pertamakali 'main tangan' tersebut ternyata bernama Letkol Robert Simanjuntak.

Jurnalis andal bagi media yang mempekerjakannya ini sempat mendapat perlakuan penganiayaan selama beberapa menit sebelum akhirnya diamankan oleh Polisi Militer yang kebetulan menyusul datang.

"Kalau tidak, entah jadi apa saya ini. Saya terus dipukul seperti kriminal," katanya.

Didik mengaku juga sempat mendapat ancaman atau intimidasi dari salah seorang anggota yang melakukan pemukulan ketika itu. Bahkan akibat kekerasan oknum TNI, wajah bagian kiri Didik mengalami memar dan luka 'bengap' dibagian punggung.

Rian FB Anggoro

Intimidasi dan tindak kekerasan oknum TNI AU juga menimpah seorang pewarta foto Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Biro Riau, Rian FB Anggoro.

Pria lajang yang tidak lama lagi akan melangsungkan pernikahan bersama seorang dokter ini mengalami tindak kekerasan di lokasi yang sama, saat hendak mengabadikan insiden jatuhnya pesawat Hawk 200 milik TNI AU dengan kamera foto kesayangan.

Rian harus menerima 'bogem' demi 'bogem' untuk pengabdiannya sebagai jurnalistik telaten di sebuah lembaga kantor berita.

Tidak hanya pukulan dan intimidasi, pria bertubuh atletis ini juga harus rela kehilangan kaca mata yang ia kenakan, bahkan kamera kesayangan yang menjadi 'tiang' naluri kewartawannya pun dirampas oleh oknum aparat tak dikenal.

Situasi kacau dengan 'warna' berbagai aksi kekerasan serta intimidasi di lokasi jatuhnya pesawat naas itu juga menimpah beberapa awak media lainnya.

Seperti Andika (pewarta foto Harian Vokal) yang mengalami luka di bagian telinga kiri usai menerima pukulan telak, serta Nasyuha Nasution (pewarta tulis Media Tribun Pekanbaru) yang diterjang secara bringas oleh aparat berseragam.

Kemudian ada pula beberapa reporter Riau Televisi (RTV) yang harus rela berkejar-kejaran dengan aparat untuk menyelamatkan kamera iventarisnya.

Jatuhnya pesawat Hawk milik TNI AU di Riau, menurut pewarta senior Kompas, Syahnan Rangkuti, terbukti tidak hanya manguak buruknya alat utama sistem senjata (alutsista), namun juga mengungkap tabir arogansi anggota TNI dalam mengemban tugas kenegaraan.

"Karena selain menganiaya wartawan, oknum TNI juga didapati juga menganiaya warga yang tak tahu apa-apa," katanya.

Syahnan yang sekaligus Ketua Solidaritas Wartawan (Sowat) Riau ini juga menegaskan, bahwa tindak kekerasan oknum TNI terhadap sejumlah wartawan dan warga merupakan pelanggaran etika wajib TNI.

"Ada delapan wajib TNI yang sekaligus dilanggar oleh oknum TNI itu sendiri saat terjadinya insiden jatuhnya pesawat tempur Superhawk-200," kata Syahnan dalam keterangan resminya di Pekanbaru, Riau, Selasa sore.

Ia menguraikan dalam sumpah wajibnya, TNI seharusnya bersikap ramah tamah terhadap rakyat, namun pada kenyataannya, saat adanya insiden jatuhnya pesawat, oknum TNI bertindak tidak ramah dan bahkan justru melakukan kekerasan.

TNI kata dia, juga disumpah untuk bersikap sopan dan santun terhadap rakyat, ternyata pada kenyataannya (di lokasi pesawat jatuh), para oknum TNI justru bertindak gegabah dengan melakukan bentakan bahkan ancaman terhadap wartawan dan warga sekitar.

Kemudian TNI juga sebenarnya telah disumpah untuk menjunjung tinggi kehormatan wanita, namun nyatanya, banyak juga kasus-kasus terhadap wanita yang ternyata dilakukan oleh oknum TNI.

Selanjutnya, TNI juga sebenarnya telah disumpah untuk menjaga kehormatan diri di muka umum, namun pada kenyataannya, demikian Syahnan, para oknum TNI juga telah bertindak arogan dengan seragam lengkap yang dikenakannya.

"Kemudian anggota TNI juga telah disumpah untuk senantiasa menjadi contoh dalam sikap dan kesederhanaan, namun terbukti telah menunjukkan sikap yang brutal dengan melakukan penganiayaan terhadap warga dan wartawan," katanya.

Intinya, kata Syahnan, tindak kekerasan para oknum TNI terhadap sejumlah wartawan dan warga saat terjadinya insiden pesawat jatuh yang berlokasi tepat di sekitar permukiman warga RT 03, RW 03, Desa Pandau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, telah berlawanan dengan kewajiban TNI yang merupakan 'motor' etika rakyat.

***1*** (T.KR-FZR)