Pekanbaru (Antarariau.com) - Mural bergambar harimau sumatera raksasa karya seniman Riyan Riyadi alias "The Popo", dipelataran Anjung Seni Idrus Tintin menjadi pusat perhatian warga Kota Pekanbaru, karena selain besar juga mengangkat isu sosial tentang pelestarian lingkungan.
"Mural ini bukan suatu solusi, apa karena ada mural ini harimau jadi punya rumah, tentu tidak. Ini adalah komunikasi, media pergerakan saya lewat mural dan saya harap ini jadi pengingat untuk saya sendiri atau buat teman-teman yang melihatnya," kata Riyan Riyadi kepada Antara di Pekanbaru, Selasa.
Lukisan di dinding partisi dan multiplek berukuran 25x2 meter itu merupakan karya "The Popo" untuk meramaikan Pekan Seni Media 2017, yang berlangsung di Kota Pekanbaru pada 9-14 Juli. Mural berjudul "Budidaya Pemerintah" itu kini ramai diperbincangkan warganet di media sosial, bahkan hingga malam hari selalu dikunjungi warga yang menikmati dan swafoto dilokasi itu.
"Mural ini berjudul Budidaya Pemerintah, bercerita tentang isu kelapa sawit yang sudah lebih luas teritorialnya daripada habitat satwa harimau sumatera pada khususnya," ujar pria berusia 35 tahun ini.
Karya dua dimensi itu terlihat sudah menarik perhatian dari kejauhan dengan latar belakang warna merah dan putih. Di bagian kanan ada harimau besar yang ditubuhnya bertuliskan "no more home" menyatu dengan belangnya. Harimau itu diapit oleh dua sosok kartun, satu menggelayuti buntutnya dan satu lagi terlihat berbisik dengan tulisan "Air Habis Disana".
Sementara itu, disebelah kiri terdapat gambar pohon-pohon kelapa sawit dan sosok kartun lelaki berdasi dan berperut gendut yang duduk dikursi. Di bagian tengah mural ada tulisan cukup besar dengan huruf kapital "HUTAN TERSIBAK ATAS NAMA MINYAK".
Riyan Riyadi selama ini dikenal sebagai seniman mural yang mengangkat isu sosial ditiap karyanya. Seniman asal Jakarta, yang pernah menyabet penghargaan the best mural artist pada perhelatan "Bomber Award 2010 Wall" itu, mengatakan menyelesaikan mural tersebut selama dua hari.
Menurut dia, isu sosial dari mural tersebut bisa memberi kesan menyenangkan dan juga mengusik nurani tergantung interpertasi masing-masing individu penikmatnya.
"Saya harap ada pertanyaan yang lebih penting untuk diutarakan ketimbang mempertanyakan judul mural itu sendiri. Semua yang dibikin itu atas kejadian yang sudah ada, seperti kenapa harus ada asap, kenapa ada sawit, kenapa kalian baik-baik saja di tengah lingkungan ini," katanya.
Ketika ditanya bagaimana nasib mural raksasa itu setelah pagelaran Pekan Seni Media selesai? Riyan berharap pesan yang ingin disampaikannya bisa menginsiprasi, dan lebih penting daripada nasib karyanya itu nanti.
"Kalau melihat mural atau apapun karya seni itu tak ada yang permanen, tapi pergerakan yang permanen adalah kesadaran. Setelah dari sini hak saya tak ada lagi. Sebagai seniman saya berharap ada muncul kesadaran individu atau lainnya dari kekuatan terbesar di masyarakat, pemerintah dan individu masing-masing," katanya.