Sambungan dari hal 1 ...
Pengelolaan SDA
Sementara itu, Wakil Presiden RI 2001--2004 Hamzah Haz menginginkan pemerintah agar dapat mengarahkan pendidikan di Tanah Air untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya alam secara mandiri.
"Coba kalau semua pendidikan itu diarahkan untuk bagaimana mampu mengelola sumber daya alam kita," katanya saat menerima tim LKBN Antara di Jakarta, Selasa (11/8), dalam wawancara khusus terkait dengan 70 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Menurut dia, berbagai sektor, seperti pertambangan, pertanian, dan perkebunan, semuanya dapat dikelola secara mandiri oleh bangsa Indonesia.
Dengan demikian, lanjut dia, semua barang yang dikirim ke luar negeri atau diekspor adalah barang yang sudah diproses atau paling tidak barang setengah jadi.
Menteri Negara Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal 1998--1999 itu mengemukakan bahwa semua hal itu terwujud maka devisa bisa bertambah dan lebih banyak lagi tenaga kerja yang bisa diserap.
Tokoh bangsa kelahiran Ketapang, Kalbar, 15 Februari 1940, itu menyatakan keheranannya Malaysia yang merupakan negara yang lebih kecil daripada Indonesia dan sumber daya alamnya juga lebih sedikit tetapi banyak WNI yang ingin bekerja di negara jiran tersebut.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Oktober--November 1999 itu juga mengingatkan bahwa ada dua parameter terkait dengan kesejahteraan dari suatu daerah atau negara, yaitu parameter peringkat pendidikan dan kesehatan.
Menurut Hamzah, masih tertinggalnya dua parameter tersebut dibandingkan dengan negara tetangga lain, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, antara lain karena pembangunan kurang memperhatikan aspek pembinaan sumber daya manusia (SDM).
"Mengapa sampai terjadi karena kita dalam pembangunan dulu hanya membangun fisik tidak membangun sumber daya manusianya. Ini yang kita ketinggalan," katanya.
Ia menyesalkan pendidikan di Tanah Air baru benar-benar diprioritaskan seperti dari segi anggaran (20 persen dari anggaran seperti dalam UUD 1945) sejak zaman reformasi.
Selain itu, kata dia, bidang pendidikan yang kurang menjadi prioritas itu juga menyebabkan hal itu menjadi mahal bagi sebagian warga sehingga pendidikan seakan-akan hanya untuk orang mampu atau kaya saja.
Perkembangan Zaman
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa pendidikan modern yang diajarkan dalam sebuah pondok pesantren yang modern itu merupakan pendidikan yang mengikuti perkembangan zaman karena perkembangan ilmu pengetahuan berjalan relatif sangat pesat pada saat ini.
"Modern itu berarti mengikuti perkembangan zaman. Jadi, tidak boleh statis, semua berkembang sesuai dengan zamannya," katanya dalam acara Puncak Acara Gebyar 33 Tahun Ponpes Modern Islam As-Salaam, Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (8/8).
Menurut Jusuf Kalla, pendidikan yang diajarkan lembaga pendidikan, termasuk ponpes modern seperti AsSalaam, harus lebih dahulu dari zamannya.
Wapres mengingatkan bahwa saat ini umat manusia berada pada era ilmu pengetahuan berkembang pesat seperti dalam bidang teknologi yang selalu berubah-ubah dengan cepat mengikuti zamannya.
Kalla juga teringat bahwa saat ini zakat fitrah pada akhir Ramadan juga pada zaman dahulu dilakukan orang-orang dengan membawa berasnya sendiri. Akan tetapi, pada zaman ini zakat dapat diganti dengan uang yang setara dengan nilai beras itu sendiri.
"Allah meninggikan derajat orang-orang yang berilmu," kata Jusuf Kalla.
Ia menambahkan bahwa ilmu juga tidak mengenal tempat dan waktu sehingga penting untuk dapat memanfaatkan penguasaan ilmu itu dengan sebaik-baiknya.
Wapres juga mengemukakan bahwa negara maju itu beragam seperti ada yang sumber daya alamnya kurang dan ada yang sumber dayanya melimpah, ada juga negara maju yang kecil tetapi ada juga negara maju yang luas wilayahnya besar.
Namun, lanjut dia, satu hal yang dinilai menyatukan berbagai negara maju yang beragam itu adalah kemajuan tingkat ilmu pengetahuannya.
Terkait dengan pendidikan agama, Wapres juga menginginkan pentingnya kemampuan dari para ulama dan pemimpin agama untuk dapat menghentikan radikalisme.
Tidak hanya para wakil presiden, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Pembangunan III (1978--1983) Daoed Joesoef juga mengatakan bahwa pembangunan nasional itu merupakan hal yang sangat penting dan seharusnya jangan hanya berorientasi pada aspek ekonomi saja melainkan juga pada aspek warga negara.
"Kekeliruan yang terjadi adalah pembangunan nasional ditransformasikan menjadi pembangunan ekonomi," ujar Daoed dalam seminar budaya yang diselenggarakan Yayasan Suluh Nuswantara Bakti di Jakarta, Sabtu (1/8).
Pelaksanaan pembangunan nasional yang juga mempertimbangkan aspek manusianya, lanjut dia, membuat warga negara merasa diperlakukan sebagai selayaknya manusia. "Warga negara merasa diakui harkat dan martabatnya sebagai manusia," katanya.
Oleh karena itu, dia meminta agar pembangunan nasional tidak semata-mata berorientasi pada pembangunan ekonomi, tetapi warga negaranya.
Selain itu, kata Daoed Joesoef, pembangunan pendidikan diperlukan untuk menyiapkan warga negara mampu mewujudkan faktor ketiga dari pembentukan masa depan, yakni kemauan dan inteligensi manusianya.
"Pendidikan merupakan bagian integral dari kebudayaan itu sendiri," kata dia.