Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai keberatan Bupati Bogor Ade Yasin dalam kasus dugaan suap pengelolaan laporan keuangan Kabupaten Bogor adalah hal lumrah.
"Keberatan tersangka itu lumrah dan umum. Itu hak yang dimaksud," kata Juru Bicara KPK (Plt) Pelaksana KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis kemarin.
Ali mengatakan KPK sudah memiliki bukti kuat untuk menetapkan Ade Yasin sebagai tersangka.
“Dalam mengangkat proses penyidikan dugaan korupsi dalam kasus ini, tentunya memiliki berbagai alat bukti yang kuat dan cukup sesuai dengan ketentuan undang-undang,” ujarnya juga.
KPK juga mengharapkan para tersangka dan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut, agar koperasi memberikan informasi jika tim penyidik dipanggil.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Ade Yasin mengaku terpaksa mempertanggungjawabkan perbuatan anak buahnya.
"Ya, saya terpaksa bertanggung jawab atas tindakan anak buah saya. Sebagai pemimpin saya harus siap bertanggung jawab," kata Ade Yasin.
Ia juga mengaku tidak pernah memerintahkan anak buahnya untuk menyuap tim pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jabar.
“Ada inisiatif dari mereka, jadi ini namanya IMB, ya inisiatif membawa bencana,” kata Ade Yasin.
KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan suap pengelolaan laporan keuangan Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021.
Selaku pemberi yaitu Ade Yasin (AY), Sekretaris PUPR Bogor Maulana Adam (MA), Bendahara Daerah Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bogor Ihsan Ayatullah (IA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kantor PUPR Kabupaten Bogor Rizki Taufik (RT).
Sedangkan empat tersangka penerima suap, yakni pegawai BPK Perwakilan Jabar/Kepala Auditorat III Jabar/Technical Controller Anthon Merdiansyah (ATM), pegawai BPK Perwakilan Jabar/Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor Arko Mulawan (AM), BPK Perwakilan Jabar pegawai/Pemeriksa Hendra Nur Rahmatullah Karwita (HNRK), dan Perwakilan/Pemeriksa BPK Jawa Barat Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR).
KPK menyebut dugaan suap yang dilakukan Ade Yasin agar Kabupaten Bogor bisa mendapatkan kembali predikat adil tanpa pengecualian (WTP).
Sebagai pemberi, Ade Yasin dan kawan-kawan diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat. (1) KUHP.
Sedangkan sebagai penerima, Anthon Merdiansyah dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 sampai dengan -1 KUHP.