Kuala Lumpur (ANTARA) - Uni Eropa (EU) bergabung dengan Amerika Serikat (AS) dalam mengungkapkan keprihatinan atas deportasi massal yang dilakukan Malaysia terhadap warga negara Myanmar setelah kudeta militer yang menyimpang dari perintah pengadilan yang menghentikan rencana tersebut.
EU mengatakan "sangat menyesalkan" langkah otoritas Malaysia untuk melanjutkan deportasi meskipun ada perintah pengadilan, dan juga prihatin dengan penggunaan kapal angkatan laut.
Baca juga: Lakukan "shuttle diplomacy", Menlu RI Retno Marsudi bahas isu Myanmar dengan ASEAN
"Kami berharap pihak berwenang Malaysia menghormati keputusan pengadilan Malaysia, dan kami menekankan pentingnya menghormati hukum internasional dan prinsip non refoulement," kata juru bicara Uni Eropa kepada Reuters, Kamis.
Non refoulement adalah asas larangan suatu negara untuk menolak atau mengusir pengungsi ke negara asalnya atau ke suatu wilayah dimana pengungsi tersebut akan berhadapan dengan hal-hal yang dapat mengancam serta membahayakan kehidupan maupun kebebasannya karena alasan ras, agama, kebangsaan, atau karena opini politiknya.
Blok tersebut mengatakan sebelumnya telah mendesak Malaysia untuk membatalkan rencana tersebut.
Malaysia pada Selasa (23/2) mengirim 1.086 warga Myanmar kembali ke tiga kapal angkatan laut yang dikirim oleh Myanmar, sebuah tindakan yang menurut kelompok hak asasi dapat membahayakan nyawa orang yang dideportasi.
Para aktivis mengatakan pencari suaka termasuk di antara mereka yang akan dideportasi, termasuk dari Chin, Kachin, dan orang-orang yang datang ke Malaysia untuk melarikan diri dari konflik dan penganiayaan di negara asalnya.
Malaysia mengatakan tidak mengirim kembali pencari suaka atau pengungsi Rohingya.
Sebelumnya, AS meminta negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk menunda pemulangan apapun sehubungan dengan kudeta militer 1 Februari di Myanmar, kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price pada Rabu (24/2).
AS dan sejumlah negara Barat telah berusaha menghalangi Malaysia untuk melanjutkan deportasi dan mendesak pemerintah untuk mengizinkan badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mewawancarai para tahanan.
Mereka juga mengatakan Malaysia melegitimasi pemerintah militer Myanmar dengan bekerja sama dengan junta, kata sumber tersebut.
Beberapa anggota parlemen oposisi Malaysia pada Rabu mengatakan pembangkangan pemerintah terhadap perintah pengadilan bisa berarti penghinaan terhadap pengadilan.
Baca juga: Penentang kudeta Myanmar sambut baik adanya sanksi baru dari Inggris dan Kanada
Baca juga: Inggris beri sanksi kepada para jenderal Myanmar setelah kudeta militer
Sumber: Reuters
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani