Kematian tragis "Ratu Sabu-sabu"

id kematian tragis, ratu sabu-sabu

Kematian tragis "Ratu Sabu-sabu"

Perjalanan hidup wanita berinisial Nng (38), yang dijuluki sebagai "ratu sabu-sabu" ini berakhir begitu tragis. Nyawanya direnggut penyakit pembengkakan organ hati menyusul menurunnya kekebalan tubuh akibat virus AIDS pada Rabu (8/2) pagi, di Lapas Anak dan Wanita Pekanbaru, Riau.

Warga yang belakangan diketahui memiliki pemukiman tetap di Jalan Kebun Jeruk VII, Petojo Selatan, Kecamatan Gambir, Kotamadya Jakarta Pusat itu meninggal dalam perawatan setelah selama sebulan terakhir. Kondisi fisiknya terus memburuk dan sempat berulang kali keluar masuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Ahmad Pekanbaru.

Dokter yang merawat Nng selama dalam Lembaga Permasyarakatan (Lapas), dr Yulia Haizar, kepada ANTARa menuturkan, pihaknya sudah semaksimal mungkin melakukan perawatan terhadap penyakit yang diderita oleh perempuan yang semasa hidupnya telah belasan kali menyelundupkan narkotika ke Indonesia itu.

"Almarhumah menyebut dirinya bisa tenang jika ada saya di sampingnya, bahkan dia minta saya dampingi dia selama 24 jam," kata Yulia.

Permintaan untuk mendampingi sepanjang hari tidak dapat diluluskan oleh Yulia. Ia berusaha memberi pengertian kepada Nng bahwa dia masih memiliki anak kecil yang juga memerlukan perhatian lebih.

"Teh (teteh) saya punya anak kecil dirumah, jadi tidak bisa 24 jam disini, lagi pula setiap hari saya kan pasti kesini," ungkap Yulia mengulang penjelasannya kepada Nng sebelum Almarhum.

Kedekatan Nng dengan Yulia mengungkapkan berbagai kisah hidup yang tidak pernah diketahui publik sebelumnya. Pasalnya, menjelang ajalnya, banyak cerita yang diungkapkan oleh Nng kepada Yulia selain beberapa permintaan ganjil yang diajukan.

"Dia mengaku telah sekitar 15 kali ke luar negeri. Seperti Kamboja dan Pakistan untuk berbelanja narkoba," tutur Yulia.

Nng selama ini berhasil berulang kali luput dari petugas dalam beroperasi dengan menggunakan jalur laut untuk membawa barang haram ke Indonesia.

Jalur yang digunakan, menurut Yulia adalah, Kamboja, Thailand, Malaka, Malaysia untuk kemudian ditransit masuk ke wilayah Indonesia melalui Kabupaten Bengkalis, Riau.

"Dari situ, ada kemungkinan dia terjangkit AIDS ketika berada di Kamboja, karena diakui ada aktivitas seks bebas selama disana," terang Yulia.

Dugaan Yulia boleh jadi benar, karena sepengetahuannya, selama pendampingan medis, Nng tidak pernah mengakui dirinya menggunakan jarum suntik untuk ketika menngkonsumsi narkoba.

"Pada saat masuk sini, baik berdasarkan laporan medis dari Bengkalis maupun hasil tes yang kita lakukan adalah negatif HIV/AIDS," kata Yulia.

Jeda AIDS

Namun munculnya dugaan Nng tertular AIDS setelah berada di dalam Lapas ditampik oleh Yulia. Dia beranggapan, pada saat Nng dipindahkan dari Lapas Bengkalis ke Lapas Pekanbaru pada bulan Oktober 2010 silam, Nng sedang mengalami masa jeda, atau yang dalam istilah medis disebut dengan "windows period", dimana indikasi memang tidak terlihat.

"Windows period dalam AIDS, dan itu biasanya selama sekitar lima bulan," tegas Yulia.

Jika merujuk pada selang waktu penangkapan pada bulan Juli 2010, hingga proses pengadilan pada bulan September 2010, dan pelimpahan tahanan pada bulan Oktober 2010, dugaan Yulia bisa jadi benar, Nng sedang dalam masa jeda AIDS.

Keluhan menderita sakit pada bagian leher dan perut mulai dilontarkan Nng setelah masa "windows period", dan akhirnya, pada bulan Januari 2012, Nng mengeluh sakit dan dibawa berobat ke salah satu rumah sakit swasta di Pekanbaru.

"Dari situ, terdeteksi Nng mengidap pembengkakan hati dan setelah ditelusuri, terungkap itu adalah penyakit penyerta AIDS," kata Yulia.

Karena membutuhkan perawatan intensif, Nng kemudian dirujuk ke RSUD Arifin Ahmad yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Riau, atau tepatnya pada 5 Januari 2012 lalu.

"Sejak itu, kondisi kesehatannya naik turun," kata Yulia.

Selama perawatan, tak lelah Yulia dan pihak Lapas mencoba menghubungi keluarga Nng untuk mengabarkan kondisi terakhirnya. Namun penolakan dilakukan oleh keluarga Nng dengan alasan Nng sudah lupa keluarganya sejak masih bergelimang harta dari bisnis haramnya.

"Dulu saja Nng waktu jaya lupa sama saudara," ujar Yulia menirukan perkataan keluarga Nng ketika dihubungi lewat telepon.

Bahkan, sampai dengan kematiannya, pihak keluarga juga tidak peduli dan menyerahkan pengurusan jenazah hingga pemakaman kepada Lapas Anak dan Wanita Pekanbaru, lantaran tak ingin direpotkan.

"Nng itu dibilang tidak menurut ketika diminta berhenti berbisnis narkoba, jadi keluarganya mungkin masih kesal," katanya.

Ketika ditangkap, menurut Yulia mengulang cerita Nng, almarhumah mengaku perjalanannya berbelanja ke Kamboja adalah untuk yang terakhir kali. Hal itu dilakukan untuk menuruti permintaan keluarga yang keberatan dengan jalan hidupnya.

Terkait permintaan ganjil almarhumah menjelang ajal, Yulia menceritakan, Nng sempat berkeluh bahwa dirinya sudah tidak kuasa menahan sakit, dan minta dicarikan pisang emas untuk melunturkan 'susuk' (sejenis jimat atau penjaga diri dalam bahasa spiritual, red) yang ditanam dalam tubuhnya.

"Bu, saya pakai susuk.. Saya capek, carikan saya pisang emas, untuk membuang susuk ini," ujar Yulia menirukan.

Permintaan ganjil Nng kemudian dituruti oleh Yulia, dan benar saja, setelah diberikan pisang emas pada sore hari (Selasa 7/2), keesokan paginya (Rabu 8/2), Nng meninggal dunia.

Selesai sudah petualangan perempuan yang semasa beroperasi usaha dengan kepemilikikan omzet milliaran rupiah itu. Hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp1 milliar akibat tertangkap membawa 2 kilogram lebih sabu-sabu melalui Pelabuhan Bandar Sri Setia Raja (BSSR) Bengkalis tidak dapat ia jalani sepenuhnya.

Namun, Yulia mengaku tetap mendoakan pengampunan bagi Nng, atas dasar rasa kemanusiaan.

"Semoga dosanya terbayar dengan penyakit yang dia derita menjelang ajal, begitu saya selalu bilang sama Nng ketika dia mengeluh semasa hidup," kata Yulia menutup perbincangan.

Kronologi Kematian

Nng, seorang narapidana perempuan kasus narkoba yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Anak dan Wanita Pekanbaru, meninggal dunia akibat menderita penyakit AIDS pada Rabu (8/2) sekitar pukul 08.30 WIB.

"Dari pemeriksaan dapat dipastikan almarhumah meninggal akibat penyakit AIDS, dengan liver sebagai penyakit penyerta," kata dr Yulia Haizar, dokter LP Wanita dan Anak Pekanbaru kepada ANTARA.

Dikatakan Yulia, almarhumah sebelumnya telah beberapa bulan menjalani perawatan akibat menderita penyakit AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Ahmad Pekanbaru.

"Tanggal 3 Januari lalu dia mengeluh sakit, kami bawa ke RS Awal Bros, dan dari hasil uji laboratorium, ditemukan tanda-tanda penyakit AIDS, lalu dia dirujuk ke RSUD," kata Yulia.

Sepanjang bulan Januari dan awal Februari, masih menurut Yulia, Nng berulang kali harus dilarikan ke RSUD Arifin Ahmad untuk mendapatkan perawatan karena mengalami Hepatomegali atau pembengkakan pada organ hati. Kondisi kesehatan almarhumah terus di pantau oleh dokter Lapas yang secara rutin mendampingi.

"Dia sempat boleh pulang, dan menjalani perawatan di Lapas pada tanggal 7 Januari, namun sepuluh hari kemudian, kembali dia harus dilarikan ke RSUD karena kambuh," terang Yulia.

Pada tanggal 2 Februari 2012, pihak RSUD Arifin Ahmad memperbolehkan Nng pulang dan menjalani "home care therapy" dan akan diobservasi secara khusus oleh dokter RSUD.

"Semestinya, pada 12 Februari, Nng akan dikonsultasikan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh. Namun Tuhan berkehendak lain, sehari sebelum meninggal, almarhumah mengeluh sudah tidak kuat lagi, dan paginya ditemukan secara biologis dia sudah meninggal di tempat tidurnya," kata Yulia.

Sebelum meninggal, menurut Yulia yang pada tanggal 7 Februari menjalani piket malam, mengaku melihat kondisi almarhumah masih segar, bahkan mampu melakukan beberapa kegiatan secara mandiri.

"Mandi, buang air besar, makan, dan kegiatan ringan lainnya dia mampu, hanya butuh sedikit bantuan," kata Yulia.

Bahkan, menurut teman satu selnya, Nng sempat menikmati sarapan pagi berupa teh hangat beberapa jam sebelum meninggal. Dikatakan, ia meninggal ketika menunggu pesanan bubur ayam yang dipesan untuk menu sarapan datang.

Kepala Lapas Wanita dan Anak, Agus Pritiatno yang ditemui ANTARA di ruang kerjanya mengatakan, bahwa Nng, wanita asal Jawa Barat itu adalah warga binaan yang menjalani hukuman 20 tahun penjara karena terbukti melakukan perdagangan narkotika pada jalur lintas negara.

Tingkatkan Kewaspadaan

Pasca meninggalnya Nng (38), narapidana (napi) kasus perdagangan narkoba lintas negara di Lapas Anak dan Wanita Pekanbaru akibat menderita AIDS, Kepala Lapas, Agus Pritiatno mengaku akan meningkatkan kewaspadaan terhadap penularan HIV/AIDS di dalam Lapas.

"Ada program konseling yang kami lakukan secara rutin terhadap warga binaan, selama ini, sebagai langkah awal untuk mendapatkan gambaran pasti jumlah penderita AIDS disini," kata Agus.

Hal itu dilakukan, karena sejauh ini pihaknya belum memiliki data pasti tentang napi yang menderita HIV/AIDS, sehingga masih diperlukan berbagai uji kesehatan secara rutin.

Konseling dikatakan Agus adalah upaya awal untuk membuat warga binaan terbuka akan masa lalunya dan pada gilirannya akan melakukan tes dengan suka rela, untuk mendapatkan gambaran pasti jumlah penderita AIDS di Lapas.

"Kami tidak yakin ada penularan di dalam, tetapi segala kemungkinan bisa terjadi. Makanya bersama pihak terkait, kita berupaya mendorong para napi untuk mau melakukan tes VCT atau Voluntary Counseling and Testing atau juga disebut tes HIV," ungkap Agus.

Cara yang ditempuh Lapas Anak dan Wanita Pekanbaru, dikatakan Agus adalah melakukan intesifikasi petugas psikolog pendamping yang ada di Lapas untuk menciptakan kedekatan dan memancing kesadaran pengungkapan diri warga binaan Lapas.

Dikatakan Agus, setelah terbangun kedekatan dan kesadaran di antara warga binaan, mereka akan melakukan VCT, yang pada gilirannya diharapkan akan mendapatkan data pasti penderita penyakit akibat virus mematikan itu.

"VCT itu tidak dapat dilakukan dengan pemaksaan, harus sukarela, dan keterbukaan warga binaan sangat dibutuhkan," kata Agus.

VCT sangat diperlukan untuk mendapatkan data pasti penderita HIV/AIDS di Lapas, karena seperti diduga banyak pihak, kehidupan di dalam Lapas kerap kali menyimpan perilaku seksual menyimpang bagi penghuninya.

Ronda Keliling Sel

Psikolog Lapas Anak dan Wanita Pekanbaru, Sunu Istiqomah Danu, kepada ANTARA menuturkan, pihaknya selama ini menjalankan prosedur perondaan keliling sel setiap malam dan jika didapati ada warga binaan yang belum tidur pada jam 12 malam, maka akan diajak bicara, dan kemudian diberikan konseling.

"Karena asumsinya ketika warga belum tidur pada tengah malam, diduga itu karena sedang ada masalah," kata Danu.

Tak hanya sebatas konseling, Lapas juga menerapkan prosedur tes psikologis atau psikotes bagi narapidana yang baru masuk, terutama pada mereka yang telah beberapa kali menjalani masa hukuman.

"Psikotes terhadap penghuni baru, terutama yang berstatus residivis dilakukan untuk mendalami indikator-indikator penyimpangan sejak dini," katanya.

Latar belakang kejiwaan warga binaan menjadi data penting, karena menurut Danu dari data tersebut, Lapas dapat melakukan antisipasi penyebaran HIV/AIDS.

"Kecenderungan perilaku menyimpang seksual misalnya, jika kita ketahui dari awal, dapat dilakukan langkah antisipasi yang dini," ujarnya.

Dengan berbagai upaya pendekatan dan peningkatan aktivitas penghuni Lapas, diharapkan warga binaan sehat secara fisik dan mental serta terhindar dari penyebaran penyakit akibat perilaku menyimpang, demikian Danu.