Beralih dari Sawit, Petani di Sungai Apit Hasil 18.630 Kg Nanas per Bulan

id beralih dari, sawit petani, di sungai, apit hasil, 18630 kg, nanas per bulan

Beralih dari Sawit, Petani di Sungai Apit Hasil 18.630 Kg Nanas per Bulan

Siak, (Antarariau.com) - Produksi budidaya nanas di lahan gambut Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau kini sudah mencapai 18.630 kilogram per bulannya.

"Rata-rata tiap bulan hasil panen nanas petani di kecamatan Sungai Apit mencapai 18.630 kg/bulan dengan luas lahan tanam 1.065 hektare," kata Camat Sungai Apit Suparni di Siak, Jumat.

Dia mengatakan, luas lahan tanam 1.065 hektare (Ha) itu baru terhitung di lima kampung yang menjadi pusat budidaya nanas di kecamatan Sungai Apit. Yakni Kampung Tanjung Kuras 800 Ha, Teluk Batil 78 Ha, Penyengat 127 Ha, Sungai Rawa 25 ha, dan Lalang 30 Ha.

"Budidaya nanas di Sungai Apit semakin berkembang dengan baik, begitu juga dengan pemasarannya. Saat ini sudah tujuh desa yang mengembangkan kebun nenas," katanya.

Untuk bibit nanas kata Suparni, terutama di Kampung Tanjung Kuras, petani memilih varietas Morris. Jenis ini memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk tubuh. Secara umum buah ini banyak mengandung gizi, antara lain vitamin C, serat, kalsium, dan mineral lainnya.

Di kecamatan Sungai Apit, komoditas nanas saat ini menjadi produk unggulan daerahnya. Para petani berangsur menanam nanas dan meninggalkan kelapa sawit, hingga hasil produksinya melebihi penghasilan sewaktu menanam sawit.

Luas lahan tanam nanas juga terus bergerak setiap tahunnya. Dari 270 Ha tahun 2012, berkembang pesat menjadi 731 Ha pada 2014.

"Pada 2012 petani Kampung Tanjung Kuras mulai mengembangkan nanas di area lahan gambut ini. Berkat keberhasilan uji coba dari petani disana, masyarakat desa lain di kecamatan Sungai Apit ikut membudidayakan," kata Suparni.

Bahkan buah ini masuk dalam produk unggulan "one village one product (ovov) sebuah program pemerintah kabupaten Siak dalam meningkatkan ekonomi kerakyatan.

Arman, salah satu warga Sungai Apit menyatakan, dari satu hektare lahan petani bisa mendapatkan penghasilan bersih Rp30 juta pertahun dan nilai ini tentunya sangat berperan dalam meningkatkan ekonomi keluarga.

Ia menegaskan petani makin tertantang untuk membuktikan kepada khalayak bahwa tidak ada yang tidak mungkin, bila segala sesuatunya merujuk kepada kearifan lokal.

Berpedoman pada kearifan lokal inilah, masyarakat desa Teluk Batil dan Tanjung Kuras, mulai mengatasi proyek buntung (gagal/putus dijalan) dengan banting bibit dari yang semula bibit Pemkab berupa nanas jenis guntung asal Kepulauan Riau, menjadi bibit nanas lokal.

Alhasil, kini perekonomian masyarakat setempatpun kian menggeliat, bahkan luasan lahanpun kian melebar dari yang semula cuma 270 hektare meliputi dua desa menjadi 1.000 hektar menjangkau tiga.

Kini kebun nanas itu telah berkembang dan jadi andalan perekonomian warga hingga banyak masyarakat yang diluar program, ikut membuka kebun nanas.

"Dari satu hektare, kita bisa mengantongi keuntungan bersih Rp30juta/tahun, sementara rata-rata masyarakat saat ini memiliki kebuh 2-3 hektare/orangnya," jelas Arman dengan nada semangat.

Terkait pemasaran, lanjutnya tidak menjadi kendala, karena pembeli langsung datang kelokasi dengan daerah pemasaran meliputi Kuala (Kampar), Pekanbaru, Padang (Sumbar) hingga Medan (Sumut).

Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead saat kunjungannya ke Kabupaten Siak tahun lalu mengatakan, aksi restorasi tidak hanya dengan membangun sekat kanal dan sumur bor di kawasan gambut, tapi juga memberdayakan masyarakat sekitar rawa gambut untuk berkebun tanaman ramah gambut dan mulai meninggalkan kelapa sawit.

"Masyarakat diberdayakan menanam komoditas yang cocok di lahan gambut untuk menjaga ekosistem," ujarnya.

Selain menjaga keseimbangan ekosistem, tanaman ramah gambut seperti kopi dan nanas serta budi daya madu, berpotensi menjadi sumber ekonomi baru masyarakat Siak.