Jakarta, (Antarariau.com) - Salah satu menteri di Kabinet Kerja yang banyak mendapat apresiasi dari berbagai negara luar adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Indikasi dari hal tersebut adalah undangan kepada Menteri Susi untuk menghadiri acara Konferensi Laut PBB yang diselenggarakan di New York, Amerika Serikat, beberapa waktu lalu.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Susi menyatakan bahwa dunia perlu secara bersama-sama menyusun langkah yang tepat guna menjaga keberlanjutan sektor kelautan dan perikanan dunia.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI mengingatkan bahwa lautan menutup sekitar 71 persen permukaan bumi, sehingga penting bagi dunia untuk memahamai dan melindungi kehidupan di dalamnya secara lestari.
Karena itu, ujar dia, dunia memerlukan suatu badan global untuk mengatur perlindungan terhadap hak laut, yang tak akan terganggu oleh agenda politik apapun.
Menteri Susi juga menyatakan bahwa laut lepas perlu dijaga dengan manajemen yang lebih baik untuk memastikan penangkapan hasil laut di sebuah negara tidak akan mengancam kelestarian sumber daya alam negara tersebut.
Untuk itu, ia menyarankan negara-negara dunia melakukan penangkapan menggunakan peralatan dan metode yang aman, serta tidak menguras induk-induk ikan yang bermigrasi menuju zona perkembangbiakan mereka.
"Ketika induk-induk ikan tidak kembali ke zona perkembangbiakan akibat ditangkap, bayi-bayi ikan tidak akan lahir untuk menjaga keberlanjutannya, sehingga dunia akan kehabisan stok ikan," ucapnya.
Menteri Susi dalam kesempatan itu juga menekankan pentingnya melindungi laut lepas sebagai upaya melindungi industri skala kecil.
Laut, lanjutnya, juga harus dapat menjadi sarana nelayan kecil untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Kejahatan Transnasional
Menteri Susi juga meminta agar dunia memahami bahwa IUU Fishing atau aktivitas pencurian ikan adalah kejahatan transnasional yang terorganisir, yang juga dapat terkait dengan perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, transaksi bahan bakar minyak (BBM) ilegal, penyelundupan binatang langka, dan sebagainya.
Pemahaman tersebut, lanjutnya, seharusnya dapat membuat terbentuknya sebuah tim ahli independen yang akan merekomendasikan rencana untuk melembagakan kejahatan perikanan transnasional terorganisir, dan untuk mendorong pengakuan berdasarkan Dokumen Resolusi Majelis Umum PBB.
Menurut Susi, Indonesia adalah saksi kejahatan pelanggaran HAM tersebut, mulai dari perdagangan manusia, perbudakan anak, hingga pelecehan fisik dan seksual yang terjadi di kapal penangkap ikan.
Selain itu, ujar dia, tidak jarang juga terjadi penyelundupan mulai dari bahan makanan seperti beras, bawang, pakaian, hingga obat-obatan terlarang, alkohol, dan narkotika. "Mereka juga menyelundupkan satwa liar yang terancam punah, seperti burung beo, burung surga, dan armadillo," ungkap Menteri Susi.
Karenanya, ia mengimbau agar negara-negara anggota PPB tidak membiarkan praktik "illegal fishing" terjadi secara bebas di masing-masing negara.
Praktik tersebut juga dinilai tak hanya berdampak pada berkurangnya stok ikan di lautan, tetapi juga telah mengancam punahnya beberapa spesies-spesies laut lainnya.
Susi mengingatkan bahwa pemberantasan pencurian ikan bila dilakukan suatu negara maka sama saja akan menguntungkan negara tersebut sehingga berbagai pemerintahan di dunia juga diharapkan fokus untuk melakukannya.
Dia mencontohkan di Indonesia, Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan Indonesia saat ini adalah 50 persen lebih tinggi daripada PDB nasional.
Selain itu, Menteri Kelautan dan Perikanan RI juga menyatakan komoditas ikan berkontribusi besar terhadap deflasi Indonesia.
Begitu pula halnya dengan indeks stok ikan MSY (Maximum Sustainable Yield) yang juga meningkat dari 6,5 juta ton pada 2014, menjadi 7,1 juta ton pada 2015, dan menjadi 9,9 juta ton pada 2016, serta tahun ini diperkirakan menjadi 12 juta ton.
Untuk itu, Susi menginginkan negara-negara di dunia bekerja sama untuk menutup celah yang memungkinkan sindikat kejahatan perikanan beroperasi secara bebas di seluruh dunia.
Berantas Destruktif
Di dalam negeri, kementerian yang dipimpin Susi Pudjiastuti juga mengajak warga dari berbagai kalangan untuk bersama-sama dapat memberantas praktik penangkapan ikan destruktif atau merusak dengan sarana bom dan racun ikan.
Menurut Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Eko Djalmo Asmadi, aktivitas penangkapan ikan destruktif sangat membahayakan karena hanya sekitar 200 gram bahan peledak sana dinilai bisa merusak hingga sekitar 5,3 meter kubik terumbu karang.
Eko memaparkan, penangkapan ikan yang merusak dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu dengan menggunakan peledak dan menggunakan racun ikan.
Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP menyatakan, daerah rawan "destructive fishing" cukup banyak di Indonesia dan sudah dipetakan oleh pihak kepolisian.
Dia mengungkapkan, cara kerja penangkapan ikan dengan eksplosif biasanya menggunakan modus yang sistematis, yaitu dibagi menjadi empat tim, yaitu tim peninjau awal, tim pembawa bahan peledak, tim pengaktif detonator, serta tim pengumpul ikan.
KKP juga kerap kesulitan dalam melakukan tangkap tangan terhadap mereka yang menjadi pelaku penangkapan ikan destruktif, tetapi biasanya hanya bisa menangkap peralatan yang ditinggal oleh para pelaku.
Untuk itu, ujar Eko, KKP pada tahun 2017 ini memberdayakan Pokwasmas dalam rangka pemberantasan aktivitas penangkapan ikan destruktif, serta bekerja sama dengan LSM dalam hal tersebut, serta membuat media kampanye antipenangkapan ikan destruktif dalam media seperti poster, stiker, spanduk, dan kaos.
Sementara itu, Kepala Badan Riset dan SDM KKP Zulficar Mochtar di Jakarta, Senin (19/6) menyatakan bahwa dunia internasional diharapkan bisa mengikuti kebijakan pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal yang telah dilakukan Menteri Susi.
Menurut Zulficar, kalau semua kebijakan dan inisiatif Menteri Susi dilakukan secara global, pada 2050 biomassa perikanan juga bisa meningkat 224 persen.
Selain itu, ujar dia, bila dilaksanakan secara global maka pada periode 2050 juga diharapkan tingkat penangkapan perikanan yang masih sesuai prinsip berkelanjutan juga bisa naik 100 persen.
Berita Lainnya
Rasa autentik rempah khas Indonesia di Vientiane, Laos
15 November 2024 16:15 WIB
Ada kehangatan dan tanpa takut dari Indonesia
15 November 2024 15:34 WIB
Presiden Prabowo sampaikan tekad Indonesia lakukan hilirisasi sumber daya
15 November 2024 15:25 WIB
Menteri PPMI Abdul Kadir Karding temui Menhub untuk lindungi pekerja migran Indonesia
15 November 2024 13:37 WIB
Pelajar asing dari berbagai negara unjuk kemampuan berbahasa Indonesia
15 November 2024 12:21 WIB
Menteri LH: Indonesia berkomitmen capai target iklim tidak tergantung bantuan
15 November 2024 12:09 WIB
Laga Grup C Indonesia lawan Jepang, Polda Metro kerahkan 2.500 personel
15 November 2024 11:53 WIB
Indonesia kantongi pendanaan hijau Rp20,15 triliun untuk sektor kelistrikan
15 November 2024 11:05 WIB