Kagumi Kenmedy, Menteri Ferry Ingin Hidup
Oleh Taufik Ridwan
Jakarta, (Antarariau.com) - Bagi Ferry Mursyidan Baldan, seorang John Fitzgerald Kennedy merupakan inspirator yang layak dikagumi dalam memimpin sebuah negara sebesar seperti Amerika Serikat dengan berbagai tantangan dan gagasannya.
"Gagasan dia (Kennedy) bernegara tidak kaku dan luar biasa," kata Ferry yang saat ini menjabat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI itu di Jakarta pada akhir pekan lalu.
Ferry menggambarkan sosok Kennedy sebagai seorang presiden muda dan pemimpin negara adikuasa yang "sederhana", namun disegani kawan maupun lawannya karena kemampuan inteligensinya.
Ferry yang lahir di Jakarta 16 Juni 1961 itu memiliki prinsip hidup tetap "membumi" meskipun sejumlah jabatan telah disandangnya, mulai dari menjadi anggota MPR RI, anggota DPR RI hingga kini sebagai Menteri ATR/Kepala BPN RI.
"Saya dapat jabatan itu yang dipikirkan bagaimana nanti ketika mengakhirinya atau saat sudah tidak menjabat lagi," ujar putra pasangan Baldan Nyak Oepin Arif dan Syarifah Fatimah itu.
Pernyataan Ferry itu diartikan dirinya akan tetap hidup "normal" setelah masa jabatannya selesai sehingga tidak terpikirkan untuk melakukan tindakan di luar norma atau aturan.
Dalam kesehariannya, seorang menteri mendapatkan pengawalan melekat dari seorang anggota Brimob Mabes Polri dan ajudan, namun Ferry tidak menganut sistem protokoler yang harus dijaga 24 jam untuk keamanan dan keselematannya.
Kisah Ferry diawali saat lulus Sekolah Tingkat Atas (SMA) Negeri 11 Jakarta pada 1980, bercita-cita ingin menjadi pilot atau diplomat karena kedua profesi itu bekerja secara "mobile" dan mengandalkan gaya komunikasi atau lobi.
Namun keinginan menjadi pilot urung digapai, Ferry dinyatakan tidak lulus saat ikut tes sekolah penerbang, begitu pun hasrat menggeluti diplomat tidak tercapai karena pertimbangan menjadi duta besar (dubes) untuk Indonesia harus menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
"Untuk menjadi diplomat hingga dubes membutuhkan waktu yang cukup lama dan pangkat tinggi, saya berpikir sampai kapan bisa jadi dubes," alasan Ferry mengenai kegagalannya menjadi diplomat.
Akhirnya, Ferry memutuskan melanjutkan kuliah mengambil jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sipil dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung.
Ferry aktif sebagai organisatoris pada sejumlah organisasi kemahasiswaan hingga membawanya sebagai aktivis layaknya pemuda yang tengah mencari jati diri.
Saat itu, Ferry terlatih aktif bergerak, berkembang dalam berkomunikasi dan mampu menganalisa masalah hingga melobi saat beroganisasi.
"Kenapa saya bergerak dan berkomunikasi sampai detik ini kalau saya jalan tidak pernah menjadi beban tidak merasa lelah," terang Ferry.
Pengalaman itu membawa Ferry menjadi Ketua Badan Koordinator (Badko) Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Jawa Barat pada 1988-1990, selanjutnya didapuk sebagai Ketua Umum PB HMI (1990-1992).
Mantan anggota Badan Perwakilan Mahasiswa Fisip Unpad itu memutuskan terjun ke dunia politik bergabung dengan partai yang cukup mumpuni, yakni Golongan Karya (Golkar) pada 1992.
Tidak butuh lama, karir Ferry terbilang melejit diawali menjadi anggota MPR RI dari Utusan Golongan dan organisasi pemuda/mahasiswa periode 1992-1997, kemudian Ketua DPP Kosgoro (organisasi sayap Golkar) periode 1998-2003 dan Sekretaris Jenderal DPP Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) pada 1998-2003.
Ferry pun dipercaya menjadi anggota DPR RI selama 12 tahun periode 1997-2009 dengan membawa bendera Partai Golkar.
Pada 2010, Ferry memutuskan pindah haluan dengan meninggalkan "perahu" Golkar sebagai partai Orde Baru yang telah membesarkan namanya, kemudian bergabung dengan partai baru bentukan pengusaha media Surya Paloh, yakni Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang dipercaya sebagai Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan.
Berbagai jabatan telah diraih termasuk saat ini mengisi deretan menteri pada Kabinet Kerja di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo, namun Ferry tetap ingin menginjak hidup dalam kesederhanaan.
"Saya tidak boleh merubah gaya yang biasa saja," ungkap mantan Ketua Badan Pemenangan Pemilu NasDem itu.
Ferry mencontohkan ketika seseorang mendapatkan gaji sekitar Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan maka ketika menjadi anggota DPR RI tidak boleh mencari penghasilan menjadi Rp100 juta karena akan berdampak buruk terhadap kehidupan pribadi maupun keluarga.
Ferry mengisahkan kehidupannya yang berproses dari "bawah" saat awal membeli mobil merk Toyota "Twincam" yang dari sebuah perusahaan asing.
Ganti menjadi Honda "Absolute" selanjutnya Nissan "Xtrail" hingga Nissan "Teana" pada 2007/2008.
Hingga saat ini, gaya kehidupan Ferry pun tidak berubah yang kerap "nongkrong" bersama keluarga, kerabat dan sejumlah teman lamanya hanya untuk meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya sebagai pejabat negara di rumah sate, kafe kopi maupun pusat perbelanjaan.
Junjung Tinggi Perempuan
Dalam menjalankan kebijakannya di Kementerian ATR/BPN RI terdapat hal khusus yang diberlakukan Ferry terkait dengan pegawai dari kaum perempuan.
Ferry mewajibkan satu orang pejabat diisi perempuan dari tujuh posisi setingkat Direktur Jenderal (Dirjen) pada Kementerian ATR/BPN RI.
Bahkan di setiap kesempatan kunjungan kerjanya, Ferry meminta rekomendasi dan masukan untuk calon Dirjen yang akan diisi kaum hawa itu.
Kebijakan lainnya, Menteri ATR/BPN RI Ke-12 itu menggulirkan kebijakan afirmatif (keistimewaan) bagi karyawati khususnya ibu hamil mulai dari dispensasi jam masuk maupun keluar kerja kantor.
"Saya sederhana saja bukan diskriminasi namun harus ada kebijakan khusus buat pegawai perempuan," alasan Ferry.
Bagi Ferry ketika seorang perempuan mengalami haid pertama atau ibu hamil dengan kondisi emosi dan mental tidak stabil, serta fisik tidak fit maka harus diberikan dispensasi seperti kelonggaran jam kerja berupa diizinkan masuk kerja setengah hari.
Sebagai atasan, Ferry pun memaklumi kondisi emosional wanita dalam kondisi labil harus mendapatkan kebutuhan khusus sehingga tidak dapat disamaratakan dengan pegawai pria.
Begitu pun bagi ibu menyusui, Ferry menyediakan ruang khusus di lingkungan Kantor Kementerian ATR/BPN RI.
Ferry juga memperhatikan bagi karyawati yang memiliki anak masih duduk di sekolah dasar untuk mendampingi saat mengikuti ujian sekolah dengan memperbolehkan masuk kerja setengah hari.
Bahkan pegawai yang telah melahirkan diizinkan mengambil cuti penuh selama tiga bulan, jika masih butuh waktu untuk mengurus bayi maka diberikan tambahan maksimal dua pekan.
"Biarkan dibilang melanggar saya yang melanggar," tutur Ferry. Berita selanjutnya....