Jakarta (ANTARA) - Finalis Girls Take Over 2021 Adinda Destifanny, yang mengambil alih jabatan strategis di Bank Mandiri selama sehari, menyarankan agar mahasiswi dipermudah dalam menjangkau profesional perempuan untuk mendengarkan pengalaman mereka.
"Aku mahasiswi yang ingin menjadi data analis tapi aku tidak bisa menjangkau perempuan-perempuan yang bisa menjadi mentorku. Profesional network untuk mahasiswa perempuan ini penting untuk diperbanyak," kata Dinda dalam webinar "Dunia Kerja Setelah Pandemi COVID-19" yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Jumlah profesional perempuan di bidang-bidang yang masih didominasi laki-laki pun perlu diperbanyak agar bisa menjadi teladan bagi mahasiswi yang berminat di bidang tersebut.
"Ini bisa dilakukan perusahaan-perusahaan dengan menjaring talent teknologi dari level universitas kemudian investasikan ilmu ke mereka. Untuk bisa dukung perempuan berkarir di bidang STEM (Science, technology, engineering, and math) bisa dengan beri mereka teladan, didik mereka, dan yakinkan mereka bahwa karir mereka akan mengubah dunia jadi lebih baik," imbuhnya.
Sempat menjadi salah satu direktur di Bank Mandiri dalam sehari, menurut diaterdapat tantangan untuk perempuan menempati posisi yang tinggi di suatu perusahaan. Di Bank Mandiri, perusahaan telah merekrut karyawan laki-laki dan perempuan dengan jumlah sama besar pada awalnya.
"Tapi ketika terjadi kenaikan tawaran atau promosi kenaikan jabatan, komposisi perempuan turun sampai 50 persen. Salah satu penyebabnya perempuan yang telah berkeluarga akan mengalami dilema antara memilih karir dan keluarga," katanya.
Fasilitas untuk karyawan perempuan seperti ruang laktasi dan day care sebetulnya telah tersedia. Namun, perempuan kerap kali tersandung oleh nilai di dalam keluarga yang menganggap perempuan tidak mendesak mencari nafkah.
"Aku rasa kesetaraan gender di rumah tangga menjadi kunci untuk perempuan mencapai karir sampai puncak," imbuhnya.
Adinda sendiri merupakan mahasiswi teknik, bidang studi yang saat ini masih didominasi laki-laki. Namun demikian, selama berkuliah ia merasa tidak pernah mendapatkan diskriminasi dari rekan laki-laki.
"Tapi tantangan ada dari diri kita, bagaimana kita memberi kepercayaan ke diri kita sendiri bahwa kita bisa menjadi ahli di bidang teknologi. Karena kadang di kelas, kalau presentasi, kebanyakan yang mengajukan diri itu masih laki-laki," ujarnya.
Di samping itu di salah satu jurusan, perempuan tidak diperbolehkan menjadi ketua organisasi, tetapi hanya boleh menjadi "tim hore" saja.
"Di salah satu bidang yang juga minim partisipasi perempuan, ketika ada pemilihan ketua, perempuan tidak boleh mengajukan diri menjadi ketua. Jadi diperlukan dukungan dari laki-laki ketika kita bicara kesetaraan gender," ucapnya.