Pemerintah alokasikan Rp70 triliun untuk vaksin COVID-19

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara,BPJS

Pemerintah alokasikan Rp70 triliun untuk vaksin COVID-19

Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) di bidang komunikasi strategis, Yustinus Prastowo (Antaranews)

Pekanbaru (ANTARA) - Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) di bidang komunikasi strategis, Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah mengaloksikan anggaran tahun 2021 untuk vaksin COVID-19 sebesar Rp70 triliun untuk 180 juta penduduk.

"Alokasi anggaran sebesar itu, juga untuk membiayai sarana prasarana, penyedian obat immunisasi, stunting dan lainnya," kata Yustinus Prastowo dalam pemaparannya pada acara Webinar, Selasa yang dimoderatori staf ahli Direksi Bidang Komunikasi Publik, BPJS Kesehatan, Nasihin Masha.

Pada webinar dikuti media cetak dan elektronik serta online se-Indonesia itu, juga menampilkan pemateri Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, dan Ketua Pusat Kajian Antikorupsi UGM, Oce Madril serta Deputi Direksi Bidang Manjemen Iuran BPJS Kesehatan - Ni Made Ayu Sri Ratna Sudewi.

Yustinus mengatakan Rp60,5 triliun anggaran COVID-2021, lebih rendah dibanding tahun 2020 memang, akan tetapi jika biaya peralatan dan lainnya tersebut ditambah vaksin sebesar Rp70 tirliun akan menjadi sangat besar sehingga akan melebihi alokasi tahun 2020.

Sementara itu, serapan anggaran COVID-19 ditahun 2020, sudah cukup bagus pencapaiannya dan beberapa kegiatan sudah mencapai 100 persen, serta bantuan BPJS Kesehatan terserap 65,69 persen.

"Anggaran pengamanan COVID-19 bidang kesehatan tahun 2021, mudah-mudahan bisa segera kita temukan jalan keluarnya, karena kebutuhan vaksin juga cukup meningkat signifikan," katanya.

Dan dengan keputusan menvaksin gratis untuk seluruh penduduk Indonesia asumsinya untuk umur 18-59 tahun itu, atau 180 juta jiwa itu dengan asumsi 2 kali disuntik, termasuk biaya vaksinasi memang dibutuhkan sekurang-kurangnya Rp70 triliun itu cukup besar.

Yang ke dua, katanya, kalau secara konstitusi kita letakkan secara prinsip ini adalah dialektika yang petning. Artinya, kita seringkali lupa keberlanjutan perbaikan layanan itu juga berkorelasi positif dengan kemampuan pembiayaan antara lain itu didukung oleh penerimaan pajak di antaranya pajak rokok.

"Nah Indonesia ini menarik kala pemerintah menaikkan hutang, orang ribut bukan main, sudah kayak kiamat negara ini mau bangkrut. Padahal disuruh bayar pajak juga tidak semuanya mau. Lalu kalau semua mentalitasnya mau gratis padahal mampu," katanya.

Disini penting peranan media membantu edukasi literasi pada masyarakat bahwa prinsip SJSN kita adalah gotong royong, yang mampu membayar yang tidak mampu dibayar oleh negara, itu prinsip. Sehingga partisispasi juga tercermin dalam pembayaran pajak itu juga penting.

Kalau pajak kuat, insyaAllah kita punya SDM yang luarbiasa, tidak hanya perbaikan infrastruktur akan lebih cepat dan lebih baik itu yang akan kita harapkan. Dengn pandemi COVID-19 ini kita banyak belajar komitmen kita tetap kuat dan tidak luntur.

"Karena itu, disain kebijakan penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau, ini sudah menjadi menarik karena pada tahun 2021 ada kebijakan cukai terhadap tembakau untuk lebih pro pada kesejahteraan masyarakat dan pro penegakan hukum pemberantasan rokok ilegal. Dari dana bagi hasil cukai tembakau misalnya atau pajak rokok, untuk mendukung peserta BPJS Kesehatan kelas III, ini sedang kita pikirkan sungguh-sungguh," katanya. T.F011