DPD Inventaris Perubahan RUU MD3

id dpd inventaris, perubahan ruu md3

Pekanbaru, 29/11 (ANTARA) - Dewan Perwakilan Daerah menginventaris materi perubahan Rancangan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dari berbagai pemangku kepentingan di Riau.

Wakil Ketua Pansus Perubahan UU No.27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Insiawati Ayus dalam rapat kerja di Gedung DPRD Riau di Pekanbaru, Senin, mengatakan, banyak hak DPD dan DPRD yang belum diakomodir dalam UU yang sebelumnya disebut Susunan dan Kedudukan (Susduk) itu.

Karena itu, pihaknya menggali berbagai masukan melalui diskusi grup untuk menginventaris kepentingan daerah yang kemudian dijadikan usulan kepada DPR dalam melakukan revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) itu.

"Beberapa hak wakil rakyat dan daerah belum diatur dengan baik dalam UU MD3, seperti hak administratif, hak keuangan dan protokol," jelasnya.

Selain Insiawati, dalam acara itu juga hadir dua anggota DPD Parlindungan Purba dari Sumatera Utara, Prof Jhon Piris dari Maluku serta pengamat politik Arbi Sanit.

Arbi Sanit yang diberi kesempatan sebagai nara sumber dalam inventaris perubahan RUU MD3 itu menjelaskan, beberapa hal peraturan perundang-undangan di lingkungan legislatif itu belum diatur secara baik.

Di antaranya negara belum mengakui dan melindungi bagi opisisi di parlemen seperti yang dilakukan tiga partai yakni PDI Perjuangan, Gerindra dan Hanura yang membuat mereka menjadi "oposisi jalanan".

Kemudian posisi pejabat sekretaris dewan yang berasal dari kalangan PNS dinilai upaya mengendalikan legislatif sehingga tidak bisa berfungsi semestinya yakni mengontrol kinerja pemerintahan.

"Untuk posisi sekretaris dewan harus dikembalikan pada anggota dewan dan dipilih dewan. Dewasa ini pemilihan ketua DPRD, ketua komisi, hingga fraksi tak terlepas campur tangan pejabat sehingga melemahkan fungsi parlemen," jelasnya.

Penggunaan suku, uang, dan isu agama harus dapat diawasi dan dikontrol karena dinilai bisa merusak nasionalisme.

"Pansus perubahan UU MD3 harus bisa melakukan sosialisasi seluas-luasnya. Jika MPR dan DPR tidak setuju tinggal referendum diberikan hak kepada masyarakat, asalkan masyarakat telah setuju dilakukan revisi terhadap UU itu," katanya.