Indonesia Berhasil Kembangkan Rajungan Dengan Budi Daya

id indonesia, berhasil kembangkan, rajungan dengan, budi daya

 Indonesia Berhasil Kembangkan Rajungan Dengan Budi Daya

Panen perdana rajungan di Indonesia melalui teknologi budi daya yang dikembangkan di BBPBAP, Jepara. (ANTARA FOTO/HO-APRI/18)

Jepara (Antarariau.com) - Indonesia berhasil mengembangkan dan memanen

pertama rajungan (portunus pelagicus) hasil budi daya yang dilakukan

di area tambak Balai Besar Perikanan Budi Daya Air Payau (BBPBAP)

Jepara, Jawa Tengah.

"Ke depan sistem dan teknologi budi daya rajungan ini bisa

dikembangkan pada tambak-tambak masyarakat sehingga benih rajungan

tidak lagi hanya mengandalkan alam," kata Kepala BBPBAP Jepara Sugeng

Raharjo di Jepara, Jateng, Minggu.

BBPBAP adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal

Perikanan Budi Daya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Pada diskusi dengan para anggota Asosiasi Pengelolaan Rajungan

Indonesia (APRI), Sabtu (11/8) -- yang merupakan rangkaian kegiatan

panen dan tebar benih rajungan yang juga dihadiri Ketua APRI Kuncoro

Catur Nugroho itu -- ia mengemukakan bahwa teknologi budi daya

rajungan itu tidak lahir dalam waktu singkat, namun melalui proses

yang panjang.

Menurut Sugeng Raharjo, kerja sama dengan APRI dimulai sejak 2011

dengan kegiatan melepasliarkan benih (restocking) BBPBAP Jepara, yang

berlanjut hingga kini.

Diakuinya bahwa sebuah penelitian -- yang akhirnya mampu melahirkan

teknologi budi daya untuk rajungan -- membutuhkan pemikiran dan juga

biaya yang tidak sedikit.

"Riset dan teknologi yang bagus pun tidak akan banyak gunanya kalau

tidak dilanjutkan untuk pengembangannya," katanya pada diskusi yang

dipandu pakar kelautan dan perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr

Hawis Madduppa itu, dan dihadiri Ketua APRI Kuncoro Catur Nugroho .

Ia menambahkan menambahkan bahwa kerja sama dengan APRI itu adalah

perwujudan sinergi lembaga penelitian dengan dunia industri.

Dalam penelitian kerja sama dwi-pihak itu disebutnya sebagai "dunia

usaha dan industri menyambutnya" sehingga sinergi itu sesuai dengan

yang diharapkan.

Konteksnya adalah ditemukan solusi bahwa dengan teknologi budi daya

rajungan -- yang selama ini masih sulit dilakukan, salah satunya

karena faktor kanibalisme pada rajungan sehingga mengutamakan

penangkapan dan pengambilan dari alam yang berakibat pada indikasi

perikanan rajungan dalam kondisi tangkap lebih (overfishing) -- mulai

mendapatkan solusinya.

Bahwa dalam penelitian budi daya rajungan belum sepenuhnya sempurna,

hal itulah yang menurut Sugeng Raharjo menjadi tantangan untuk terus

memperbaiki dan mengembangkannya ke depan.

Ia menyebut bahwa masyarakat pelaku usaha perikanan rajungan ini, kini

dengan teknologi budi daya bisa mendapatkan benih dengan tidak

mengandalkan dari pengambilan di alam

"Harapan kami, teknologi budi daya rajungan ini kemudian bisa menyebar

di Jawa, Sulawesi, hingga seluruh Indonesia, dan dikembangkan di

tambak-tambak rakyat," katanya.

Senada dengan itu, Ketua APRI Kuncoro Catur Nugroho memaparkan bahwa

problematika dalam industri rajungan memang mengandalkan pengambilan

langsung dari alam, yakni di lautan.

"Dengan adanya teknologi budi daya rajungan ini, maka menjadi solusi

jangan panjang bagi nelayan dan pelaku usaha," katanya.

Ia mengakui bahwa upaya-upaya penelitian untuk menemukan teknologi

budi daya secara sporadis sudah pernah dilakukan.

"Yang ingin kita tuju adalah bagaimana akhirnya upaya itu `nyambung`

dengan bisnis, yang sifatnya harus profit. Karena itulah kami serahkan

kepada ahlinya di BBPBAP," katanya.

Kuncoro menyebut di Indonesia masih jarang lembaga penelitian dan

dunia industri sinergi untuk menemukan titik temu sesuai yang

diharapkan, yakni riset yang dilakukan sesuai dengan misi-misi bisnis.

Menurut dia begitu banyak riset di Asia sampai Arab Saudi, topik-topik

yang diteliti masih jauh dari misi dunia bisnis.

"Kalau kami kalkulasi jumlah penelitian dengan biaya sampai ratusan

miliar itu belum sesuai dengan misi bisnis, sehingga hasil penelitian

masih menumpuk sebagai hasil riset yang membumi," katanya.

Ia menilai kerja sama dengan BBPBAP Jepara, yang akhirnya menemukan

teknologi budi daya pada rajungan itu sebagai hal yang ideal.

"Yakni menemukan solusi, di mana pelaku usaha mendapatkan `raw

material` (bahan baku) dari sebuah penelitian itu," katanya.

Sementara itu, pakar kelautan dan perikanan IPB Hawis Madduppa kepada

Antara menyatakan bahwa pengembangan rajungan di tambak diharapkan

dapat mengurangi tekanan terhadap lingkungan dan penangkapan alami.

"Serta dapat membantu memenuhi kebutuhan bahan baku di masa yang akan

datang," kata doktor bidang "Biotechnology and Molecular Genetics"

dari Universitas Bremen, Jerman itu.

Selain itu, kata dia, pengembangan tambak rajungan juga dapat membantu

program pengembangan perikanan rajungan di Indonesia.

Kegiatan penelitian budi daya tambak rajungan itu dimulai pada 4 Juni

2018 dengan penebaran benih rajungan yang berjumlah 33.800 ekor di

tambak riset rajungan yang berlokasi di Jepara. Kemudian dipanen pada

Sabtu (11/8) dengan berat 80-100 gram per ekor.

Oleh Andi Jauhari

(T.A035/B/R. Fardaniah/R. Fardaniah) 12-08-2018 07:34:44

(T.A035/B/R016/R016) 12-08-2018 07:34:44