Mengenang Pak Gub Sebelum Akhir Riwayat Politiknya

id mengenang pak, gub sebelum, akhir riwayat politiknya

Mengenang Pak Gub Sebelum Akhir Riwayat Politiknya

Pak Gub, begitu sebutan pemangku tahta "kerajaan" negeri (bukan negara) kaya minyak "Bumi Melayu Lancang Kuning". Sebutan itu sangat lekat dengan Gubernur Riau dua periode (2003-2008 dan 2008-2013) HM Rusli Zainal.

Rusli menurut banyak orang merupakan gubernur yang memiliki kharisma dimana tidak dimiliki oleh kebanyakan para pemimpin di negeri ini. Senyumnya yang hangat dan penampilannya yang begitu "wah" menjadi cirikhas tersendiri bagi pria kelahiran Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, 3 Desember 1957 ini.

Informasi ragam sumber juga menyebutkan, Rusli kecil termasuk sesosok anak yang menonjol dibidang pengajian. Bulan Ramadan baginya sebagai bulan penuh kerinduan dimasa kecilnya.

Diusianya yang masih belia ketika itu, Rusli kecil kerap selalu ikut meramaikan jalannya Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) tingkat nasional mewakili Provinsi Riau.

Hingga semasa remaja, Pak Gub banyak menghabiskan waktunya sebagai guru ngaji dari masjid ke masjid. Hal itu dilakukannya untuk dapat menyambung gelar sarjana ekonomi.

Setelah meraih gelar sarjana, Rusli dewasa kemudian memutuskan untuk terjun ke dunia bisnis bidang jasa dan kontruksi. Lika-liku yang terjal, tak menyulutkan semangat perjuangan pria gagah ini. Kegigihannya kemudian mengantarkannya sebagai Ketua Umum Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi).

Di era 90an, Rusli mencoba menerjunkan diri ke dunia politik. Dukungan yang berlimpah, akhirnya mengantarkan Rusli menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau Tingkat I dari Fraksi Partai Golkar. Tidak puas sampai disitu, sang pria gagah ini terus merajai dunia politik hingga akhirnya ditahun 1999 Rusli mencalonkan diri sebagai Bupati Kabupaten Indragiri Hilir.

Lagi-lagi, lika-liku politiknya yang kian mulus mengantarkannya menjadi sang pemenang. Rusli berhasil menduduki 'tahta kerajaan' sebagai Bupati Indragiri Hilir.

Tekatnya yang begitu kuat untuk menjadi yang terbaik terus membawa pria ini melaju ketingkat perpolitikan yang lebih mapan. Ditahun 2003, Rusli kembali bertarung dengan incumbent Gubernur Riau, Saleh Djasit.

Lagi-lagi, ketangguhannya mengantarkan sang mantan guru ngaji ini ke kursi tertinggi "Bumi Melayu Lancang Kuning". Latar belakang sebagai kontraktor elite membuat perubahan yang begitu signifikan bagi pembangunan di Provinsi Riau ketika itu.

Terutama Pekanbaru sebagai Ibukota Provinsi Riau, geliat pembangunan terus diburu hingga kota ini menjadi salah satu yang pantas diperhitungkan untuk kanca nasional bahkan internasional.

Ragam perhelatan nasional maupun internasional bahkan kerap dilaksanakan di "Bumi Melayu Lancang Kuning". Lagi-lagi, Pak Gub tidak pernah puas. Seiring berakhirnya masa periode kedua sebagai Gubernur Riau, Rusli memfokuskan diri untuk terjun kedunia olahraga.

Runtuhnya "Kerajaan"

Ya..., bukan Pak Gub kalau tidak ingin menciptakan hal-hal yang sensasional. Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XVIII 2012 menjadi tujuannya untuk menunjukkan yang spektakuler. Namun cita-cita itu, seakan ternodai oleh hal-hal buruk yang pada akhirnya menjadi awal runtuhnya "kerajaan" Pak Gub.

Dipekan pertama pada April 2012, atau setidaknya beberapa bulan sebelum penyelenggaraan PON ke XVIII, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penangkapan terhadap sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakayat Daerah (DPRD) Riau. Tercatat ada tujuh anggota DPRD Riau, dua staf dinas pemuda dan olahraga serta empat orang swasta pegawai dari perusahaan kontraktor pengerja proyek-proyek PON Riau.

Pada penangkapan kali ini, tim lembaga "super boddy" juga berhasil menyita barang bukti berupa uang tunai senilai Rp900 juta.

Setelah upaya pemeriksaan yang dilakukan selama kurang dari 24 jam di Markas Reskrimsus Polda Riau, KPK ketika itu akhirnya memunculkan empat nama tersangka. Di mana dua di antaranya dari kalangan legislatif daerah, seorang pihak eksekutif dan seorang lainnya dari pihak rekanan pengerja proyek arena PON Riau.

Dua anggota DPRD Riau yang dimaksud, yakni Muhammad Dunir dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Muhammad Faisal Aswan dari Fraksi Golkar (masing-masing telah divonis penjara). Sementara seorang lainnya yakni atas nama Eka Dharma Putra selaku Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Olahraga pada Dispora Riau. Seorang lagi yakni dari PT PP atas nama Rahmat Syahputra (juga telah divonis bersalah).

Hasil pengembangan juga merujuk KPK untuk kembali menetapkan dua tersangka baru, yakni Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau Lukman Abas dan Wakil Ketua DPRD Riau Taufan Andoso Yakin (saat ini masih dalam proses peradilan).

Dengan ditetapkannya sejumlah tersangka itu, KPK tidak lantas berpuas hati. Upaya penyelidikan dan pengembangan kasus dugaan suap proyek PON Riau terus dilakukan hingga pada akhirnya, pada awal Juli 2012, penegak hukum "super boddy" itu kembali menetapkan tujuh tersangka baru yang juga dari kalangan DPRD Riau.

Ketujuhnya dianggap terlibat secara langsung atas kasus suap pembahasan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 tahun 2010 terkait arena menembak dan Perda Nomor 5 tahun 2008 tentang Stadion Utama senilai Rp900 miliar .

Tujuh tersangka tersebut masing-masing yakni Adrian Ali dari Fraksi PAN, Abubakar Siddik dari Fraksi Golkar, Tengku Muhazza dari Fraksi Demokrat, Syarif Hidayat dari Fraksi PPP, Zulfan Heri dari Fraksi Golkar, M Roem Zein dari Fraksi PPP, dan Toeruchan Ashari dari Fraksi PDIP.

Para wakil rakyat ini dijerat dengan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor Jo 55 ke 1 KUHP.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Tanjung Lesung, Banten, beberapa bulan lalu memastikan bahwa pengembangan kasus ini akan terus dilakukan, bahkan hingga menelusuri pihak-pihak lainnya yang diduga turut terlibat kasus tersebut.

Tidak hanya menelusuri kasus dugaan suap revisi peraturan daerah (Perda) tentang pembangunan arena PON Riau, tetapi KPK juga tengah mengincar dugaan korupsi pada proyek pembangunan berbagai fasilitas penunjang pelaksanaan "multievent" olahraga nasional itu.

Pengembangan itu dilakukan sejalan dengan upaya penyidik melengkapi berkas empat tersangka yang belum diselesaikan pada waktu itu. Terlebih pemeriksaan saksi-saksi masih terus digelar, disamping mengikuti perkembangan persidangan suap PON yang sedang berjalan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru Riau.

Dari informasi yang dihimpun, awalnya Pemerintah Pusat memprediksi proyek pembangunan Main Stadium Riau hanya akan menghabiskan anggaran sekitar Rp 400 miliar. Dengan anggaran tersebut, Pusat berencana membantu sebagian anggarannya, yakni Rp 240 miliar. Namun pada kenyataannya, nilainya begitu mengejutkan, yakni hingga melampaui Rp900 miliar.

Karena penyusunan anggaran awalnya diduga sudah salah, Pemerintah Pusat mengurungkan bantuan tersebut karena takut terlibat "mark-up". Hal ini disebakan adanya indikasi bahwa Pemerintan Provinsi Riau menyusun harga berdasarkan plafon tertinggi, sehingga dikhawatirkan bisa menjadi temuan dikemudian hari.

Yang menjadi acuan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) adalah pengalaman menghitung pembangunan Stadion Gedebage Bandung dan Gelora Bung Tomo Surabaya. Anggaran kedua stadion itu masing-masing tak sampai Rp 450 miliar.

Belakang diketahui kalau anggaran untuk Stadion Utama Riau yang berada di komplek Universitas Riau itu sudah menelan APBD Riau hingga Rp1,118 triliun dari anggaran sebelumnya yang hanya Rp 900 miliar.

Kebangkitan Olahraga

Kebangkitan Olahraga Nasional, memang menjadi hal yang dinanti-nanti seluruh publik Tanah Air. Kondisi demikian seiring dengan maraknya terpaan berbagai masalah yang dihadapi selama kurun waktu beberapa tahun terakhir.

Namun, sepercik harapan itu, masih tetap ada dan kini bergantung pada "cicak-cicak" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ya, lembaga penegak hukum "super body" ini tengah terus berusaha "membersihkan" kekotoran-kekotoran yang ada di sejumlah proyek penyelenggaraan "event" olahraga nasional di Tanah Air.

Sekali lagi, publik tetap menanti, berusaha untuk mempercayai pepatah bijak yang menyatakan, "nikmati hal-hal kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat ke belakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar".

Sebercak noda itu berada di "tubuh" Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII/2012 Riau yang beru saja selesai diselenggarakan dengan segalanya yang serba minimalis.

Usai memeriksa puluhan saksi dari kalangan legislatif, eksekutif dan pihak swasta. "Cicak-cicak" KPK terus saja terfukus pada proyek fisik yang menjadi sarana tiap cabang olahraga pada PON Riau. Dan, dari gelagatnya, Pak Gub pun kian gelisah.

"Cicak-cicak" KPK pun terus mengintai. Berbagai kejanggalan yang terjadi saat penyelenggaraan PON XVIII 2012 di Riau menjadi sorotan yang utama bagi lembaga penegak hukum satu ini.

Seperti dikatakan Juru Bicara KPK Johan Budi, bahwa setiap kesalahan dan pengaduan masyarakat akan menjadi acuan pihaknya untuk menelusurinya lebih dalam. "Apakah ada unsur tindak pidana korupsinya, tergantung dari upaya yang kami lakukan," katanya.

Secara "diam-diam", Johan mengakui tim KPK terus mengembangkan kasus dugaan korupsi terhadap berbagai proyek fasilitas penunjang PON Riau.

KPK sepertinya mengambil langkah sesuai dengan ungkapan pepatah bijak Henry Wheeler Shaw, yang menyatakan bahwa "diam bukanlah cara untuk membuktikan kesalahan". Maka, dilakukan upaya meski dalam "gerakan bawah tanah".

"Alasan mengapa kekhawatiran membunuh lebih banyak orang dibanding dengan kecelakaan kerja, adalah karena lebih banyak orang yang penuh kekuatiran dari pada bekerja," demikian Robert Frost.

Kenang-Kenangan Pak Gub

Raut wajah "Pak Gub" ketika itu memang tampak seperti kian gelisah, tidak seperti biasanya. Senyumnya seakan tertahan dengan sekelumit persoalan. Entah apa itu...! Namun sorot matanya dibalik kaca mata hitam yang dikenakannya terlihat seperti hampa.

Tidak ada gelagat-gelagat khas yang biasa "dipancarkan". Pria yang selalu mengumandangkan azan di salah satu stasiun televisi swasta Riau ini hanya kerap memberikan sinyal sapaan hangat, "hai... apa kabar..."

Itu kenang-kenangan "Pak Gub", sapaan hampa seorang pria terhormat yang menduduki "kursi" orang nomor satu di negeri (bukan negara) kaya minyak, Riau.

Ketika itu, Kamis (24/1), secara simbolis "Pak Gub" melakukan pelepasan sebanyak delapan unit mobil mandi cuci kakus (MCK) untuk meringankan beban korban banjir Jakarta.

Acara itu dilakukan di halaman kantornya yang berlokasi di Jalan Sudirman, Pekanbaru dengan disaksikan sejumlah kalangan pejabat pada lingkup Pemerintah Provinsi Riau.

Lagi-lagi, "Pak Gub" tetap tersenyum, tidak seperti biasanya. Menyapa dengan hangat sejumlah orang yang ada di sekelilingnya dengan gelagat asing. Namun demikian, banjir Jakarta, baginya merupakan keprihatinan bersama.

Bisa jadi, mobil-mobil MCK itu, juga sebuah kenang-kenangan sosialitas "Pak Gub" terhadap para korban banjir Jakarta ketika itu.

Pria ramah nan' gagah ini, waktu itu telah menerima surat pemanggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rencananya, dia akhirnya diperiksa di Jakarta terkait kasus PON XVIII 2012 pada "Jumat kramat" di pekan terakhir Januari 2012.

Ketika itu, tidak ada pertanyaan tentang bekal apa yang "Pak Gub" bawa saat mengunjungi gedung KPK. "Pak Gub", tetap saja tersenyum menyapa. Tak tampak kerisauan tentang "Jumat kramat".

Teka-teki "Jumat kramat" ketika itu terbantahkan. Pak Gub selamat dari pemeriksaan di Jumat kramat oleh KPK kala itu.

Akhir Riwayat

Namun siapa yang sangka, pemeriksaan terakhir kala itu, ternyata menjadi sinyal bakal berakhirnya riwayat politik Pak Gub.

KPK pada "Jumat kramat" berikutnya, tepatnya ditanggal 8 Februari 2013, tidak perlu lagi memanggil atau memeriksa Pak Gub untuk menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi dalam perubahan Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 6/2010 tentang Dana Pengikatan Tahun Jamak Pembangunan Arena Pekan Olahraga Nasional (PON).

Inilah pengakuan Juru Bicara KPK Johan Budi ketika itu ; "Sejak 8 Februari 2013, penyidik KPK telah menemukan dua alat bukti yang cukup yang menyimpulkan perbuatan melakukan dugaan tindak pidana korupsi dalam kaitan pembahasan Perda No. 6 di Provinisi Riau dengan tersangka atas nama RZ (Rusli Zainal)".

KPK menjerat Rusli dengan Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 1 atau pasal 11 Undang-Undang (UU) No.31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20/2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait kewajibannya.

Menurut KPK, Rusli adalah orang yang memberikan hadiah kepada pejabat negara dalam pembuatan peraturan daerah tersebut. "Jadi RZ di satu sisi diduga menerima dan di sisi lain juga diduga memberi," ungkap Johan.

Parahnya, Pak Gub tidak hanya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap penyelenggaraan PON ke XVIII 2012. Secara bersamaan, KPK juga mengumumkan kalau Rusli juga ditetapkan sebagai tersangka dalam korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Pelalawan Riau periode 2001-2006.

"Penyidik KPK telah menemukan dua alat bukti yang cukup dan sejak 8 Februari 2013 dikeluarkan surat perintah penyidikan yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman periode 2001-2006 dengan tersangka RZ (Rusli Zainal)," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di gedung KPK Jakarta, Jumat (8/2).

Untuk kasus kehutanan, Rusli dikenakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang penyelenggara negara yang menyalahgunakan kewenangannya.

Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan korupsi atas pengeluaran izin pengelolaan hutan di Kabupaten Pelalawan, Riau dengan sejumlah pejabat setempat telah divonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru Riau.

Mereka adalah Tengku Azmun Jaafar (eks Bupati Pelalawan), Arwin As (eks Bupati Siak), Asral Rahman (eks Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau 2002-2003), Syuhada Tasman (eks Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau 2003-2004) dan Burhanuddin Husin (eks Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau 2005-2006).

Pak Gub, agaknya tetap akan dikenang oleh khalayak di "kerajaan Bumi Melayu Lancang Kuning". Dikenang sebagai gubernur dan politikus tangguh, atau dikenang sebagai sang mantan guru ngaji sekaligus muazin yang suka membagikan hadiah secara cuma-cuma. Allahu Akbar...!!!