BRIN fasilitasi hasil riset vaksin-obat ke industri untuk capai kemandirian

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, vaksin

BRIN fasilitasi hasil riset vaksin-obat ke industri untuk capai kemandirian

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko. (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)

Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memfasilitasi ranah riset "tengah" yakni peralihan dari hasil riset di peneliti atau laboratorium seperti terkait vaksin dan obat untuk bisa masuk ke ranah industri.

"Sejak tahun lalu, ketika masih Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), saya baru menyadari bahwa kita tidak memiliki atau tidak mampu memfasilitasi ranah riset yang di tengah, antara ranah riset dan industri. Itu sebabnya belum pernah ada hasil riset terkait vaksin, obat, imunomodulator yang bisa sampai industri," ujar Kepala BRIN Laksana Tri Handoko saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.

Baca juga: Stok aman, Airlangga sebut Indonesia telah terima 225,4 juta vaksin beragam merek

Handoko menyadari masalah tersebut telah menyebabkan sampai saat ini belum adanya hasil riset anak bangsa seperti vaksin, obat dan imunomodulator yang sampai ke industri untuk bisa mempercepat hilirisasi dan komersialisasi produk riset.

Mantan Kepala LIPI itu menuturkan selama ini hampir tidak ada riset obat dan sejenisnya yang bisa masuk ke industri karena keterbatasan kapasitas dan kompetensi periset dan infrastrukturnya, sehingga kesulitan untuk sampai di tahap yang bisa membuktikan hasil riset tersebut secara ilmiah dan memenuhi standar regulasi.

Baca juga: Indonesia kembali menerima kedatangan 5 juta dosis vaksin COVID-19 Sinovac

"Jadi ini menjadi target saya untuk bisa menyediakan dan memfasilitasi mulai tahun depan," ujar Handoko.

Kepala BRIN menyakini akan mampu menjembatani hasil riset dengan industri secara lebih baik ke depan setelah dilakukannya konsolidasi sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi baik manusia, anggaran maupun infrastruktur riset di BRIN.

Indonesia terus berupaya mewujudkan kemandirian industri obat, vaksin dan alat-alat kesehatan.

Sebagaimana telah disampaikan Presiden RI Joko Widodo bahwa kemandirian industri obat, vaksin, dan alat-alat kesehatan masih menjadi kelemahan serius yang harus dipecahkan.

Baca juga: Riau gelar bulan gratis suntik vaksin rabies untuk hewan

Masa pandemi COVID-19 telah mempercepat pengembangan industri farmasi dalam negeri, termasuk pengembangan vaksin Merah Putih dan juga oksigen untuk kesehatan.

Di lain sisi, Kepala BRIN Handoko menuturkan pandemi COVID-19 juga mengajarkan banyak hal terutama mengungkapkan berbagai tantangan untuk bisa membuat hasil riset sampai ke industri dan bisa digunakan masyarakat, dan belajar mengatasinya dengan kolaborasi, koordinasi dan sinergi bersama agar Indonesia mampu menghadapi pandemi COVID-19 terutama dari segi kesehatan termasuk yang berkaitan dengan pengembangan obat dan vaksin Merah Putih.

Untuk itu, BRIN mengambil peran dalam memfasilitasi penguatan riset, dan masuk ke ranah penelitian dan pengembangan industri dengan menyediakan berbagai infrastruktur yang dibutuhkan.

Baca juga: Vaksinasi disebut picu pemulihan ekonomi

Terkait vaksin Merah Putih, Handoko menuturkan dari evaluasi sejak bulan Juni 2021, ada beberapa masalah fundamental karena baik periset maupun farmasi belum berpengalaman, sehingga tidak dimitigasi sejak awal.

Ia menuturkan selama ini belum ada satupun yang mempunyai pengalaman mengembangkan vaksin mulai dari awal di Indonesia sehingga itu menjadi tantangan yang besar untuk bisa menyukseskan pengembangan suatu vaksin.

Oleh karena itu, lanjut Handoko, perlu bersabar dalam mencapai hasil dari penelitian dan pengembangan vaksin karena ada banyak tahapan, dan ada risiko kegagalan di setiap tahapan.

Baca juga: Moderna tarik vaksin COVID-19 di Jepang yang terkontaminasi

Ia mengatakan tentunya semua berkolaborasi dan bersinergi untuk bisa menghasilkan suatu vaksin yang teruji secara ilmiah dan sesuai standar regulasi dari otoritas.

Sampai sekarang ini, ada sejumlah platform pengembangan vaksin Merah Putih, dan yang paling cepat progresnya adalah yang dikembangkan oleh tim Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan PT Bio Farma, dan tim Universitas Airlangga dan PT Biotis.

"Saya berharap salah satu ada yang bisa sukses," ujar Handoko.*