Pekanbaru, (Antarariau.com) - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Pekanbaru menuntut terdakwa mafia minyak Achmad Mahbub alias Abob dan Du Nun alias Aguan dengan 16 tahun penjara karena dinilai terbukti melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Terdakwa dituntut 16 tahun kurungan dan diharuskan membayar denda Rp1 miliar subsider enam bulan," kata JPU Kejari Pekanbaru Abdul Farid saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Selasa (9/6) malam.
Sebelumnya, sidang penuntutan kasus tersebut mengalami beberapa kali penundaan akibat JPU menyatakan berkas tuntutan belum rampung. Pembacaan berkas tuntutan akhirnya bisa dilakukan namun berlangsung pada malam hari sekitar pukul 20.30 WIB.
Selain menuntut Abob dan Du Nun dengan kurungan 16 tahun penjara serta denda Rp1 miliar, JPU juga menuntut keduanya untuk membayar uang pengganti sebesar Rp27,8 Miliar. "Jika uang pengganti tersebut tidak dibayarkan, maka harta bendanya akan disita untuk kemudian dilelang. Jika tidak cukup, maka akan diganti dengan penjara selama delapan tahun penjara," lanjutnya saat membacakan tuntutan.
Selanjutnya untuk tiga terdakwa lainnya yakni Niwen Khairiah, Yusri dan Arifin Achmad dituntut dengan tuntutan yang berbeda antara 16 tahun dan 10 tahun kurungan penjara.
Niwen yang merupakan PNS Otorita Batam serta adik kandung Abob dituntut JPU dengan hukuman yang sama yakni kurungan 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan. Namun, uang pengganti yang dikenakan kepada Niwen lebih rendah yakni Rp6,6 miliar subsider lima tahun kurungan penjara.
Selanjutnya terdakwa Arifin Achmad yang merupakan pegawai lepas harian Pangkalan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Kota Dumai dituntut dengan 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
"Selain itu, Arifin Achmad juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp86 juta dan apabila tidak mampu membayar maka harta benda akan disita dan dilelang. Jika masih tidak mencukupi akan diganti dengan pidana satu tahun penjara," jelas Farid.
Sementara itu, untuk terdakwa Yusri JPU menuntutnya dengan pidana penjara 10 tahun, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara. Serta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1,022 miliar subsider 3 tahun.
JPU menilai dalam persidangan seluruh terdakwa memberikan keterangan berbelit-belit, sehingga pihaknya memasukkan hal itu ke dalam hal yang memberatkan terdakwa. Sementara sikap para terdakwa selama dalam persidangan yang dinilai sopan menjadi alasan yang meringankan para terdakwa.
"Terdapat sejumlah hal yang memberatkan terdakwa, seperti tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan dalam memberikan keterangan saat pemeriksaan, para terdakwa selalu berbelit. Selain itu akibat perbuatan para terdakwa, negara mengalami kerugian yang cukup besar," kata Farid kepada wartawan usai jalannya sidang.
Mengenai kerugian negara yang diderita oleh PT Pertamina, Faried menjelaskan jika kerugian tersebut dicatatat oleh BPKP. Menurutnya audit tersebut merupakan data yang sah walaupun sejumlah saksi dari Pertamina mengaku tidak mengalami kerugian.
"Pertamina menyebut tidak rugi, tapi dari audit BPKP menyebutkan ada kerugian," ujarnya.
Saksi dari pihak PT Pertamina yang menyebutkan tidak adanya kerugian yang dialami oleh perusahaan BUMN tersebut disampaikan dalam sidang sebelumnya. Sementara saksi BPKP yang hadir memberikan keterangan bahwa terjadi kerugian negara sebesar Rp149 Miliar. Selanjutnya, sidang akan kembali digelar, hari ini, Kamis (11/6) dengan agenda mendengarkan pembelaan para terdakwa.