PN Pekanbaru kabulkan praperadilan Muflihun, penyidikan korupsi terus berjalan

id Muflihun,SPPD fiktif

PN Pekanbaru kabulkan praperadilan Muflihun, penyidikan korupsi terus berjalan

Suasana sidang praperadilan yang diajukan mantan Sekretaris DPRD Riau, Muflihun. (ANTARA/Annisa Firdausi)

Pekanbaru (ANTARA) - Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru mengabulkan sebagian gugatan praperadilan yang diajukan mantan Sekretaris DPRD Riau, Muflihun, terkait penyitaan aset berupa rumah di Jalan Sakuntala, Pekanbaru, dan apartemen di kawasan Nagoya, Batam, Rabu.

Putusan itu dibacakan hakim tunggal Dedy dalam sidang praperadilan, dengan termohon Subdit III Reskrimsus Polda Riau. Hakim menyatakan penyitaan terhadap dua aset tersebut tidak sah, meski izin sebelumnya dikeluarkan oleh pengadilan.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro saat dikonfirmasi menyebutkan pihaknya tetap menghormati putusan pengadilan.

"Kita hormati keputusan hakim praperadilan. Kami akan pelajari terlebih dahulu pertimbangan hakim setelah menerima salinan putusan,” kata Kombes Ade melalui pesan singkat.

Ia memastikan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi perjalanan dinas luar daerah fiktif di Sekretariat DPRD Riau tahun anggaran 2020-2021 tetap berlanjut.

"Penyidikan tetap berjalan karena yang diterima gugatan hakim hanya terkait penyitaan aset,” ujarnya.

Dalam persidangan, pemohon mendalilkan tidak adanya kerugian negara dengan merujuk hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan TA 2020-2021.

Namun, fakta persidangan menunjukkan BPK memang menemukan kerugian negara lebih dari Rp1 miliar, meski telah dikembalikan. Audit BPK sendiri hanya menilai kewajaran laporan keuangan.

Sementara itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas permintaan penyidik melakukan audit khusus Penghitungan Kerugian Negara (PKN). Dari hasil audit ditemukan kerugian negara yang jauh lebih besar, yakni mencapai Rp195 miliar lebih.

Selain itu, dalil pemohon yang menyebut kedua aset telah dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) juga terbantahkan. Penelusuran melalui situs e-LHKPN KPK tahun 2020-2021 menunjukkan rumah dan apartemen tersebut tidak tercatat dalam laporan.

Fakta lain terungkap dalam persidangan bahwa rumah di Jalan Sakuntala dibeli menggunakan dana perjalanan dinas fiktif. Bukti pembayaran dilakukan oleh bawahan Muflihun, sementara untuk apartemen di Batam terungkap dari dokumen pihak pengelola apartemen serta bukti pembayaran.

Hal menarik lainnya, saat pemeriksaan di Polda Riau Muflihun tidak mengakui kedua aset itu sebagai miliknya. Namun, aset tersebut justru diajukan sebagai objek gugatan dalam praperadilan, yang secara tidak langsung mengindikasikan pengakuan kepemilikan.

Putusan hakim ini menimbulkan sejumlah pertanyaan, di antaranya mengenai kewenangan PN Pekanbaru membatalkan penetapan PN Batam, serta alasan pengadilan menganulir izin sita yang sebelumnya dikeluarkan sendiri.

Pewarta :
Editor: Afut Syafril Nursyirwan
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.