Kampar (ANTARA) - Di balik hamparan semak yang menghitam dan asap yang masih mengepul di Desa Karya Indah, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, sosok wanita bernama Masitoh terlihat begitu sigap. Hari itu, ia bersama rekan-rekan Manggala Agni sedang berjibaku memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Meski tubuhnya dibasahi peluh, wajah legam terkena asap, dan hijabnya ikut lembap menahan panas, Masitohsempat tersenyum menyapa awak media yang menemuinya di sela-sela sibuknya bertarung dengan asap.
Perempuan berhijab yang juga ibu dari lima anak ini sudah belasan tahun mengabdikan diri sebagai anggota Manggala Agni. Bagi Masitoh, pekerjaan ini bukan sekadar rutinitas, melainkan panggilan jiwa yang sudah tertanam sejak kecil.
“Dari kecil saya ikut Pramuka. Setelah tamat SMA, saya kenal Manggala Agni dan merasa ini panggilan hati,” tuturnya lembut sembari tersenyum.
Masitoh sudah banyak terjun ke lokasi karhutla di berbagai wilayah di Bumi Lancang Kuning. Salah satu pengalaman yang paling membekas terjadi saat kebakaran besar di Rimbo Panjang, Kampar, pada 2015. Saat itu, asap tebal mengepung timnya.
“Ketua tim langsung memberi aba-aba agar kami segera keluar. Rasanya campur aduk, takut tapi harus tetap sigap,” kenang Masitoh.
Di tengah kepanikan, tim bahkan sempat mengingat selang yang tertinggal. Namun, keselamatan selalu jadi prioritas utama.
Ada pula kejadian saat tim harus bersembunyi di balik ilalang hijau, menahan napas di antara kepulan asap yang mengepung dari segala arah. Daun-daun liar menjadi pelindung sementara. Dalam situasi mencekam, Masitoh terus mengingat pesan atasannya untuk mengutamakan keselamatan.
Sebagai perempuan di tengah dominasi rekan laki-laki, Masitoh justru merasa tak pernah dipandang sebelah mata. Rekan-rekannya tak membiarkan tenaga perempuan begitu saja tersisih, malah kerap menjadi tameng yang saling menguatkan.
“Sukanya, kita perempuan tapi bisa disejajarkan dengan rekan laki-laki. Mereka tidak membiarkan tenaga perempuan begitu saja," lanjut Masitoh.
Di balik tangguhnya Masitoh di lapangan, ada peran keluarga yang selalu menjadi sumber kekuatan. Ibu lima anak ini bersyukur mendapat dukungan penuh.
“Saya bersyukur keluarga mendukung. Anak-anak juga paham, pekerjaan ibu ini untuk banyak orang, untuk lingkungan,” katanya.
Bagi Masitoh, memadamkan api bukan sekadar tugas, tetapi panggilan jiwa. Dengan seragam merah Manggala Agni yang melekat di tubuhnya dan hijab yang setia menutupi kepala di tengah panas dan asap, ia terus menembus bara, menjaga hutan demi anak cucu kelak.