Pekanbaru (ANTARA) - Konflik sumber daya alam (SDA) di Provinsi Riau meningkat 37 persen dari 38 kasus pada tahun 2018 menjadi 51 kasus di tahun 2019, kata Direktur Scale Up M. Rawa El Amady.
"Jumlah ini memposisikan Riau tetap di peringkat teratas secara nasional jika dibandingkan dengan jumlah konflik tertinggi hanya 28 kasus di Jawa Barat," kata Rawa di Pekanbaru, Selasa.
Lembaga Scale Up secara rutin melakukan penelitian dan juga fasilitator dalam penyelesaian konflik SDA di Riau.
Dari 51 kasus konflik yang terjadi di tahun 2019, kata Rawa, ada 40 kasus baru dan 11 kasus lama. Konflik tertinggi di sektor perkebunan yang terdiri dari 38 kasus sub sektor kelapa sawit dan satu kasus sub sektor karet. Kemudian sektor kehutanan pada sub sektor Hutan Tanaman Industri (HTI) terjadi sembilan kasus, sektor pertambangan pada sub sektor migas dengan dua kasus dan konflik perbatasan dengan satu kasus tapal batas.
"Pelaku utama konflik tersebut adalah pihak perusahaan," ujarnya.
Menurut dia, konflik sub sektor perkebunan sawit merupakan konflik tertinggi sejak tahun 2016 hingga 2019. Kementerian Pertanian pada posisi kelembagaan struktural penanganan penyelesaian konflik masih jauh di bawah, yaitu di level eselon 2 pada Direktur Perlindungan Perkebunan.
Untuk Menyelesaikan konflik di sektor perkebunan, Kementerian membentuk Tim Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan, Pembentukan Tim Penanganan Konflik Perkebunan, dan Sekretariat Tim Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan sesuai SK Dirjenbun No. 150/Kpts/OT.160/4/2013 tanggal 4 April 2013 yang di kenal dengan GUKP.
Ia mengatakan munculnya konflik di dua sub sektor baru yaitu sub sektor migas dan karet yang tiga tahun sebelumnya belum pernah masuk di berita media di Riau.
"Di Kementerian Pertanian, sektor perkebunan dan Kementerian ESDM penanganan konflik belum menjadi perhatian penting menyebabkan konflik menempati peringkat tertinggi di sektor perkebunan dan mulai muncul di pemberitaan konflik di sektor pertambangan," katanya.
Scale Up menilai keseriusan pemerintah daerah Riau dalam penanganan konflik perkebunan kepala sawit belum dilakukan secara baik. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah kasus konflik perkebunan sawit pada tahun 2019. Jumlah konflik perkebunan sawit pada tahun 2018 hanya 27 kasus, sedangkan tahun 2019 naik menjadi 39 kasus.
"Artinya terjadi kenaikan sebanyak 18 persen kasus konflik sawit pada tahun 2019," katanya.
Penetapan Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Riau tahun 2018 telah menetapkan luas hutan dan perkebunan di Riau. Penetapan ini kemudian mengakibatkan muncul masalah baru.
"Proses penetapan kawasan hutan tidak dilakukan secara menyeluruh sehingga banyak ditemukan perkebunan sawit di Riau berada dalam kawasan hutan," katanya.*
Baca juga: DPRD Riau akan konsultasikan ke KemenLHK dan KemenkumHAM terkait konflik eksekusi lahan PTPSJ
Baca juga: Warga bentrok dengan PT DSI saat tinjauan DPRD Siak
Berita Lainnya
DPR RI minta hentikan perusahaan serobot lahan rakyat di Gondai Riau, begini sebabnya
04 February 2020 14:29 WIB
Petani gugat perdata DLHK Riau eksekusi ribuan hektare sawit Pelalawan
29 January 2020 19:44 WIB
Sudah 21 tahun, masyarakat Siak minta penyelesaian lahannya yang diklaim PT DSI
23 December 2019 11:12 WIB
Menlu Inggris luncurkan program Nurture to Scale
13 November 2021 20:16 WIB
KLHK berhasil tekan konflik hutan tanaman industri di Riau, begini penjelasannya
30 January 2020 7:41 WIB
Luas Lahan Sengketa di Riau 283,277 Hektare
01 February 2019 15:31 WIB
Scale Up-ICCO Lakukan Penelitian Pola Hidup Masyarakat Teluk Meranti
16 August 2017 23:40 WIB
Scale Up: Belasan Meninggal Akibat Konflik Lahan
08 January 2015 20:08 WIB