Jakarta, (Antarariau.com) - Pelukis abad ke-19 asal Belanda, Vincent Van Gogh pernah menyatakan, nelayan adalah orang yang mengetahui bahaya badai lautan, tetapi mereka tidak pernah menganggap badai sebagai alasan untuk tetap berada di tepi pantai.
Nelayan, merupakan salah satu profesi yang mulia yang sudah ada dari zaman dahulu kala, sejak manusia berhasil menciptakan beragam alat untuk menangkap ikan.
Namun sayangnya, masih banyak nelayan dan anggota keluarganya yang belum sejahtera hidupnya di berbagai daerah, terutama karena mereka termarjinalkan dalam aspek finansial/perbankan modern.
Pengamat sektor kelautan Abdul Halim yang menyatakan, nelayan tradisional atau kecil yang tersebar di berbagai daerah perlu peningkatan akses terhadap permodalan guna mengembangkan sektor perikanan di Tanah Air.
Menurut Abdul Halim, peningkatan akses permodalan akan sangat membantu para nelayan dalam mengembangkan usahanya serta meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya kelancaran hulu hilir sektor perikanan dalam artian mulai dari ikan ditangkap, bisa didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), hingga adanya fasilitas "cold storage" (penyimpanan dingin) untuk pengolahan dan pemasaran.
Abdul Halim menyatakan pentingnya program yang bersifat kongkrit dalam rangka menerapkan konsep perikanan berkelanjutan yang juga bermanfaat untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan nelayan.
Ia mengingatkan bahwa ada tiga dimensi di dalam perikanan berkelanjutan, yakni lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Dalam bidang lingkungan, menurut dia, program yang bisa dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah melakukan pendampingan teknis dan pelatihan serta dukungan alokasi anggaran kepada nelayan berkenaan dengan aktivitas penangkapan ikan yang ramah lingkungan.
Sementara dalam dimensi sosial, lanjutnya, KKP perlu memastikan tempat tinggal nelayan dan anggota keluargannya, yang juga dilengkapi dengan akses air yang baik dan sanitasi yang laik.
Sedangkan di tingkat ekonomi, KKP dinilai mesti dapat menghubungkan pengelolaan sumber daya ikan dari hulu ke hilir sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan hidup nelayan.
Untuk itu, Abdul Halim juga menilai KKP perlu mendorong munculnya skema pembiayaan permodalan dari pihak perbankan atau lembaga finansial lain yang lebih memberikan keadilan terutama bagi nelayan tradisional di berbagai daerah.
Menurut dia, skema pembiayaan yang menempatkan nelayan sebagai nasabah semata-mata tanpa mempertimbangkan situasi riil ekonomi dinilai justru akan meningkatkan kredit bermasalah.
Untuk itu, ujar dia, KKP mesti mendorong gerai permodalan nelayan yang mengadaptasi pola ekonomi nelayan, misalnya memberikan permodalan pada saat musim tangkap ikan.
Hal tersebut, lanjut Abdul Halim yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu, juga sangat jauh lebih baik bila dapat diaplikasikan kepada masyarakat perikanan skala kecil di berbagai daerah di Tanah Air.
Ingin terlibat
Sejumlah asosiasi nelayan juga menginginkan agar mereka dapat lebih terlibat dalam proses pengambilan keputusan sektor perikanan.
Seperti Forum Nelayan Jawa Tengah (FNJT) yang ingin dapat terlibat dalam proses kebijakan di Jawa Tengah, terutama terkait dua prioritas kebijakan yaitu Raperda Penetapan Zonasi Wilayah Pesisir, serta Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.
Koordinator Forum Nelayan Jawa Tengah, Sholikul Hadi menyoroti sejumlah kasus seperti reklamasi, tambang pasir besi hingga konflik wilayah tangkap hingga tidak adanya jaminan perlindungan ketika melaut yang menjadi deretan panjang persoalan yang dialami oleh nelayan Jawa Tengah.
Sementara itu, Presidium Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Karman Sastro menyatakan, Raperda Zonasi wilayah pesisir akan berdampak secara sosial maupun ekonomi bagi nelayan, sehingga menjadi penting bagi kalangan nelayan untuk terlibat dalam proses pembuatannya.
"Reklamasi di Tapak Tugurejo, Semarang, dan penambangan pasir besi di Jepara hingga konflik wilayah tangkap diatur dan ditetapkan dalam kebijakan ini. Penetapan Zonasi Wilayah pesisir ini juga yang menjadi landasan dalam pengelolaan sumber daya alam oleh pemodal," katanya.
Untuk itu, ia menegaskan penting bagi nelayan untuk terlibat dan mengawal agar kebijakan itu tidak berpihak kepada pemodal.
Namun, lanjutnya, agar kebijakan tersebut memberikan kepastian dan jainan bagi nelayan untuk mendapatkan hak akses terhadap sumber daya pesisir dan perikanan.
Selain itu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang membuka data sistem pengawasan kapal perikanan tanpa ada pembatasan, yang ketat, mengancam industrialisasi perikanan.
Siaran pers KNTI menilai, dengan dibukanya akses bebas terbuka terhadap data pergerakan kapal akan menyulitkan pengelolaan perikanan dengan pembatasan akses kapal terhadap sumber daya perikanan yang memiliki potensi tinggi tersebut.
KNTI mengingatkan bahwa negara-negara maju hingga hari ini masih membatasi pembukaan data sistem pengawasan kapal perikanan ("vessel monitoring system") namun dapat diakses untuk kepentingan tertentu.
Kepentingan tertentu termasuk digunakan untuk pengelolaan perikanan, penegakan hukum, ilmu pengetahuan, dan untuk pengembangan, penerapan, perubahan dan/atau upaya pemantauan konservasi dan pengelolaan perikanan dengan ketentuan hukum yang tepat.
KNTI menegaskan, membuka data VMS sama saja membuka seluruh potensi perikanan Indonesia yang berada dalam kondisi perbaikan dengan situasi "overfishing".
Hal tersebut karena dengan tanpa dibatasi keterbukaan sehingga usaha perikanan akan berlomba-lomba untuk mengakses wilayah yang banyak didatangi oleh kapal perikanan.
KNTI menyatakan, KKP seharusnya bisa melakukan hal-hal yang lebih strategis dan mendesak seperti melaksanakan Instruksi Presiden No. 7/2016 tentang Industrialiasai Perikanan dan Perpres No. 3/2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, utamanya persoalan terkait ribuan nelayan seperti alih alat tangkap yang dianggap merusak lingkungan.
Tidak mudah
Terkait program bantuan, Dirjen Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja mengakui bahwa pengiriman kapal bantuan nelayan tidak selamanya mudah karena ada penerima bantuan yang berada di kawasan pelosok yang terpencil.
"Kapal bantuan dibangun sekitar 60 galangan kapal dan untuk nelayan di seluruh Indonesia, sedangkan mayoritas nelayan kecil lokasinya terpencil," kata Sjarief Widjaja di Jakarta, Jumat (16/6).
Menurut Sjarief, ada risiko cuaca buruk yang kerap menghambat pengiriman, bahkan pernah ada kejadian sejumlah kapal yang tenggelam saat pengiriman, namun berhasil diangkat dan diperbaiki.
Ia juga mengemukakan bahwa nelayan harus tahu persis dengan kapal bantuan yang diterimanya sehingga pihaknya juga mengundang sejumlah nelayan untuk melakukan "trial" atau uji coba terhadap kapal yang akan diberi.
Sedangkan untuk penyebaran bantuan alat tangkap, Dirjen KKP menyatakan pihaknya sudah melakukan verifikasi dan sudah mulai membagikannya satu per satu seperti di sejumlah titik lokasi di kawasan Pantura.
Sementara terkait dengan kondisi "overfishing" yang dikeluhkan sejumlah nelayan, KKP hingga kini juga tetap fokus untuk mengatasi tindak pidana penangkapan ikan secara ilegal.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan, pemberantasan pencurian ikan bila dilakukan suatu negara maka sama saja akan menguntungkan negara tersebut sehingga berbagai pemerintahan di dunia juga diharapkan fokus untuk melakukannya.
Di Indonesia, ujar dia, Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan Indonesia saat ini adalah 50 persen lebih tinggi daripada PDB nasional.
Selain itu, Menteri Kelautan dan Perikanan RI juga menyatakan komoditas ikan berkontribusi besar terhadap deflasi Indonesia.
"Indeks stok ikan MSY (Maximum Sustainable Yield) kami meningkat dari 6,5 juta ton pada 2014, menjadi 7,1 juta ton pada 2015, dan menjadi 9,9 juta ton pada 2016. Tahun ini diperkirakan menjadi 12 juta ton," papar Susi.
Untuk itu, Susi menginginkan negara-negara di dunia bekerja sama untuk menutup celah yang memungkinkan sindikat kejahatan perikanan beroperasi secara bebas di seluruh dunia.
Dengan kerja sama berbagai pihak tersebut maka diharapkan kondisi penangkapan berlebih juga dapat diatasi sehingga nelayan di berbagai daerah juga dapat menangkap lebih banyak perikanan untuk dijual ke pasar.
Selain itu, diperlukan juga sosialisasi yang lebih intensif dan lebih erat kepada para nelayan agar mereka mengetahui dan memahami benar-benar maksud dan tujuan dari berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah, khususnya dari KKP.