Perjuangan Juni Kardi bantu guru melek teknologi

id Juni, sekolah daring,Tanoto, tf

Perjuangan Juni Kardi bantu guru melek teknologi

Acara simposium daring Pembelajaran Digital Berkualitas Bagi Semua yang digelar Kemdikbud dan UNICEF, Dirjen GTK Kemdikbudristek, Dr. Iwan Syahril, Ph.D menunjukkan foto Juni Kardi saat mendampingi guru-gurunya berlatih memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. (ANTARA/HO-TF)

Pekanbaru (ANTARA) - Tidak sedikit guru yang masih mengalami kesulitan menyelenggarakan pembelajaran daring karena belum terbiasa menggunakannnya, terlebih dalam situasi pandemiCOVID-19 seperti saat ini.

Hal itulah yang mendorong Juni Kardi, Kepala SDN 40 Pekanbaru yang kini menjadi Kepala SDN 18 Pekanbaru, Riau, mendampingi guru-guru di sekolahnya menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran digital.

Namun awalnya kemauan guru untuk belajar di sekolahnya melalui komunitas pemanfaatan teknologi informasi masih sangat rendah.

Hal itu tidak membuat Juni berputus asa, dia terus berinisiatif mendampingi para guru berlatih menggunakan teknologi dengan memanfaatkan materi pelatihan yang didapatnya dari Program PINTAR.

Perlahan-lahan para guru mulai membuka diri untuk belajar dan saling membantu dalam pemanfaatan teknologi. Mereka juga tidak segan untuk saling bertanya dan belajar satu sama lain.

Atas inisiatifnya, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbudristek, Dr Iwan Syahril, Ph.D menyebut, Juni sebagai kepala sekolah transformatif. Berikut empat strategi yang dilakukan Juni Kardihingga ia dinilai berhasil dalam memberikan pengajaran daring.

Identifikasi kemampuan

Awalnya Juni mengidentifikasi kemampuan teknologi apa saja yang dimiliki oleh para guru. Misalnya, pengelolaan surel atau penggunaan produk Google dalam pembelajaran seperti Google Drive, Google Docs, Google Sheet, Google Form, Google Classroom, Jamboard dan masih banyak lagi.

Setelah memetakan kemampuan guru dalam menggunakan teknologi, Juni mengajak guru yang telah menguasai teknologi untuk ikut membantunya dalam mendampingi guru-guru yang perlu pendampingan.

“Saya melakukan pendampingan secara klasikal, kelompok, dan juga individu agar sesuai dengan kebutuhan para guru yang ingin belajar,” tambahnya.

Pendampingan teknologi

Agar guru lebih terbiasa dalam menggunakan teknologi, Juni membuat konsep pendampingan seperti praktik pembelajaran pada umumnya, dimana kepala sekolah bertindak sebagai guru dan para guru bertindak sebagai siswa. Juni melakukan semua proses pendampingan ini melalui Google Classroom.

Tujuan dari pendampingan ini adalah agar para guru dapat membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), rancangan penilaian, dan pembuatan lembar kerja peserta didik (LKPD) dengan memanfaatkan teknologi. Misalnya dokumen penugasan dibuat dengan memanfaatkan Google Docs, Google Slide, Google Sheet, dan aplikasi lainnya.

Penggunaan dokumen ini bertujuan untuk memudahkan kolaborasi antara guru maupun antara guru dengan kepala sekolah. “Saya jadi bisa memberikan masukan atau komentar langsung pada dokumen yang telah dibuat guru untuk perbaikan tanpa harus tatap muka,” jelas Juni.

Setelah proses pendampingan selesai, kepala sekolah tetap menjadi observer untuk memantau perkembangan guru dalam mengajar siswanya. Kepala sekolah dapat masuk ke salah satu Google Classroom yang dibuat guru atau masuk ke grup WhatsApp kelas untuk melihat aktivitas dan cara guru berkomunikasi dengan siswa.

"Kehadiran kepala sekolah dalam ruang kolaborasi untuk mengajak guru belajar bersama dapat melatih kemandirian guru tersebut dalam pemanfaatan teknologi,” kata Juni.

Teknologi buat pembelajaran efektif dan efisien

Dani Firmansyah, guru kelas V SDN 40 Pekanbaru mengungkapkan bahwa pendampingan kepala sekolah membantunya untuk mencapai proses pembelajaran yang jauh lebih bermakna dan tepat sasaran. Berkat pemanfaatan teknologi, pembelajaran jadi jauh lebih efektif dan efisien.

“Banyak keunggulan yang dirasakan, mulai dari penghematan biaya karena tidak adanya kegiatan mencetak bahan ajar, modul maupun lembar kerja siswa. Bahan dan materi ajar pun banyak tersedia dan mudah diakses dan dapat dimodifikasi sesuai tingkat kemampuan siswa atau metode dan strategi pembelajaran yang digunakan guru,” ungkap Dani.

Teknologi buat pembelajaran bermakna

Selain memanfaatkan teknologi, Juni juga melihat masih kurangnya kemampuan guru untuk membuat lembar kerja peserta didik LKPD yang mendorong siswa berpikir tingkat tinggi. Guru masih belum menciptakan atau mengadopsi LKPD yang mengulang informasi dari buku atau sekadar mengetes hapalan siswa. Juni memberi contoh membuat LKPD yang mendorong siswa berpikir produktif, imajinatif, dan terbuka (PIT) dan memancing siswa menjadi lebih aktif.

Menurut Juni, pemanfaatan teknologi perlu dibarengi dengan pembelajaran yang bermakna. Siswa harus tetap difasilitasi belajar untuk lebih banyak mengalami, berinteraksi atau berdiskusi antar siswa di kelompok kecil, mengkomunikasikan hasil karyanya, dan mendapatkan umpan balik dari guru.

“Teknologi juga berperan mengurangi pemanasan global dengan mengurangi penggunaan kertas yang diganti dengan administrasi berbasis elektronik. Inilah alasan saya tetap memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran walaupun pandemi sudah berakhir,” kata Juni.