PBB (ANTARA) - Peraih Nobel Perdamaian Malala Yousafzai pada Jumat meminta dunia memastikan perlindungan atas hak-hak perempuan Afghanistan setelah negara itu dikuasai kelompok Taliban.
"Kita tidak bisa berkompromi tentang perlindungan hak-hak perempuan dan perlindungan martabat manusia," kata Malala pada panel tentang pendidikan anak perempuan Afghanistan di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, AS.
Baca juga: Presiden RI Joko Widodo sampaikan empat sikap dalam Sidang Majelis Umum PBB
Ketika berbagai negara dan organisasi mulai mengambil sikap terhadap Taliban, perempuan berusia 24 tahun itu menyampaikan kekhawatiran kelompok itu akan memberlakukan aturan keras terhadap perempuan di Afghanistan seperti yang mereka lakukan saat pertama kali berkuasa 20 tahun lalu.
Padahal sejak saat itu, kesempatan kerja dan pendidikan bagi perempuan Afghanistan telah sangat berkembang.
"Sekarang saatnya kita berpegang pada komitmen dan memastikan hak-hak perempuan Afghanistan dilindungi, dan salah satu yang penting adalah hak atas pendidikan," ujar Malala yang bergabung dalam sesi PBB tersebut melalui video.
Malala selamat dari terjangan peluru yang ditembakkan Taliban ke kepalanya pada 2012 saat dia berusia 15 tahun.
Baca juga: Sekjen PBB Antonio Guterres tegur dunia soal distribusi vaksin COVID-19 yang tidak adil
Sejumlah anggota Taliban mengincar aktivis pendidikan asal Pakistan itu karena keberaniannya berbicara lantang tentang pendidikan bagi anak perempuan. Serangan terhadap Malala menyulut kemarahan di Pakistan dan dunia internasional.
Beberapa pemimpin dunia berjanji untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak perempuan Afghanistan pada pertemuan tahunan PBB minggu ini, tetapi tidak jelas bagaimana mereka akan melakukannya.
Baca juga: PBB ungkapkan 635.000 warga Afghanistan terusir tahun ini
Kekhawatiran atas hak-hak perempuan di Afghanistan meningkat sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus, 20 tahun setelah mereka digulingkan dari kekuasaan oleh pasukan Barat menyusul serangan 11 September 2001 di AS.
Taliban mengatakan mereka telah berubah sejak pemerintahan 1996-2001, ketika mereka melarang perempuan meninggalkan rumah tanpa kerabat laki-laki.
Taliban menimbulkan keraguan tentang seberapa besar mereka akan menghormati hak-hak perempuan ketika kelompok itu mengatakan pekan lalu bahwa mereka akan membuka sekolah menengah untuk anak laki-laki, tetapi tidak untuk anak perempuan.
Baca juga: Mantap, dua anggota Polres Meranti ikut misi perdamaian PBB di Afrika
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan keinginan Taliban untuk diakui secara internasional adalah satu-satunya pengaruh global untuk menekan pemerintah yang inklusif dan menghormati hak-hak, terutama bagi perempuan, di Afghanistan.
Di antara mereka yang berbicara di PBB tentang penderitaan perempuan dan anak perempuan Afghanistan adalah Presiden Dewan Uni Eropa Charles Michel dan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez.
"Tidak ada masyarakat, yang mengizinkan hanya setengah populasinya untuk bergerak maju dan dengan sengaja membuat setengah lainnya terbelakang, akan langgeng," kata Sanchez.
Sumber: Reuters
Baca juga: PBB: Korban sipil di Afghanistan capai rekor tertinggi pada Mei-Juni
Berita Lainnya
Mitsubishi Electric Indonesia lakukan inovasi dan solusi untuk lingkungan hijau
26 April 2024 17:02 WIB
Relawan: Partai Keadilan Sejahtera akan ikuti jejak PKB dan NasDem masuk koalisi
26 April 2024 16:29 WIB
Kemenhub tetapkan 17 bandara internasional di Indonesia untuk perkuat bisnis penerbangan
26 April 2024 16:10 WIB
Mendag Zulkifli Hasan memusnahkan baja tulang tak sesuai SNI senilai Rp257 miliar
26 April 2024 15:31 WIB
Ilmuwan ungkap rotasi Bumi melambat, hari jadi lebih panjang
26 April 2024 15:16 WIB
72 tahun diplomatik, Indonesia-Kanada adakan Dialog Pertahanan Perdana di Jakarta
26 April 2024 15:05 WIB
Menlu Retno sebut satgas judi online lindungi WNI dari kejahatan transnasional
26 April 2024 14:17 WIB
Jeniffer Aniston akan buat ulang film klasik hits tahun 1980 "9 to 5"
26 April 2024 14:04 WIB