Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Slamet mengatakan penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia masih kurang efektif, terbukti dengan luas lahan terbakar yang setiap tahun cenderung bertambah.
"Saya secara pribadi menyampaikan apresiasi kepada para satgas kebakaran yang sudah berupaya memadamkan kebakaran. Mereka bekerja sangat antusias ingin mengembalikan harkat dan martabat bangsa yang tercoreng akibat kabut asap," kata legislator asal Kabupaten Sukabumi tersebut di Jakarta, Senin.
Baca juga: Komisi IV DPR sebut Manggala Agni pahlawan pemadam karhutla, ini sebabnya
Ia mengatakan selama periode lima tahun terakhir, 2019 merupakan tahun yang mencatatkan karhutla terbesar dengan luas lahan yang terbakar lebih merata hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Menurut Slamet, kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi yang terjadi sejak September 2019 hingga saat ini telah lebih dari 86.000 hektare.
Kebakaran terluas terjadi pada kawasan berizin, seperti kawasan lindung, konservasi dan restorasi ekosistem.
Hal itu bukan hanya menghancurkan ekosistem, tetapi juga memusnahkan satwa yang hidup di dalamnya, terutama kelompok reptil. Banyak satwa besar keluar dari habitat mereka dan masuk ke perkampungan warga, misalnya harimau dan gajah.
Politisi PKS itu mengatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan sudah menjadi hal yang rutin terjadi saat musim kemarau tiba.
Namun, ia belum melihat aksi spetakuler dari pemerintah untuk membangun sistem pencegahan akibat kebakaran hutan sehingga ada manajemen terpadu yang dapat mengantisipasinya.
Slamet menilai regulasi penanganan kebakaran hutan dan lahan masih tumpang tindih. Hal itu mengakibatkan aturan yang menaungi malah menghambat penanganan karhutla.
Selain itu, Badan Restorasi Gambut (BRG), menurutnya, belum memiliki arah yang jelas dalam penanganan kahutla. Padahal BRG sudah menjadi badan dengan pengelolaan anggaran yang mandiri.
"Penegakan hukum harus tegas, terutama kepada koorporasi yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pembakaran hutan. Satwa, flora hingga kehidupan manusia sangat terganggu, bahkan mengurangi kualitas hidup akibat kabut asap yang ditimbulkannya. Saya berharap, pemerintah segera memiliki alternatif tambahan dalam penanganan karhutla ini," katanya.
Slamet memprediksi tahun depan iklim akan semakin ekstrem. Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk membuat persiapan lebih matang untuk menghadapi kondisi yang lebih ekstrem tersebut.
"Perkiraan pada tahun 2020 akan terjadi perubahan iklim yang lebih ekstrem. Antisipasi kebakaran hutan dan lahan harus lebih siap. Dengan persiapan yang lebih kokoh, kita semua berharap bahwa penangan kebakaran hutan dan lahan dapat diminimalisasi. Keberhasilan penanganan karhutla tahun depan menjadi tolak ukur kinerja Kementerian Lingkungan Hidup bersama dengan BRG," katanya.
Baca juga: Karhutla Riau habiskan anggaran BNPB Rp468 M, begini rinciannya
Baca juga: Status siaga karhutla Riau resmi dicabut
Pewarta : Katriana
Berita Lainnya
UNIFIL berduka atas tewasnya petugas penjaga perdamaian akibat tabrakan di Lebanon
16 November 2024 16:25 WIB
Indonesia mulai integrasikan bioenergi dan CCS guna kurangi emisi karbon
16 November 2024 16:10 WIB
Presiden China Xi Jinping ajak anggota APEC promosikan ekonomi inklusif
16 November 2024 15:57 WIB
Mike Tyson kalah dari Paul Jake dalam pertarungan selama delapan ronde
16 November 2024 15:49 WIB
BPBD DKI sebut genangan banjir rob di Jakarta Utara mulai berangsur turun
16 November 2024 15:25 WIB
Ketua MPR Ahmad Muzani lelang 1 ton sapi untuk disumbangkan korban Gunung Lewotobi
16 November 2024 15:10 WIB
Presiden Prabowo: APEC harus jadi model solidaritas dan kolaborasi Asia Pasifik
16 November 2024 14:49 WIB
Nelayan di Flores Timur NTT mulai lakukan aktivitas memancing
16 November 2024 14:01 WIB