Nusa Dua, Bali,(Antarariau.com) - Laporan terbaru yang dirilis Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkap bahwa perempuan akan lebih rentan kehilangan pekerjaan karena kemajuan teknologi.
Riset yang dilakukan terhadap 54 juta tenaga kerja perempuan dan laki-laki di 28 negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) ditambah Siprus dan Singapura, menemukan bahwa 26 juta pekerjaan perempuan sangat berisiko tergantikan oleh otomasi teknologi.
Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde dalam seminar "Empowering Women in the Workplace" sebagai rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-WB di Bali, Selasa (9/10), mengatakan bahwa hilangnya pekerjaan karena otomasi teknologi akan berdampak terhadap 11 persen pekerja perempuan daripada 9 persen pekerja laki-laki, dalam dua dekade ke depan.
Pekerja perempuan yang kurang terdidik dan berusia 40 tahun ke atas, serta mereka yang memiliki keterampilan rendah dan bekerja di bidang administrasi, layanan, dan pemasaran akan lebih berisiko digantikan oleh otomasi teknologi.
"Perempuan akan lebih terdampak karena mereka mengerjakan pekerjaan yang dianggap lebih tidak bernilai, dimana kemajuan teknologi bisa melengkapi keterampilan manusia," kata Lagarde.
Untuk mengantisipasi tantangan ini, mantan menteri keuangan Prancis itu menyeru para pemimpin dunia untuk membekali perempuan dengan keterampilan yang diperlukan, mempersempit kesenjangan gender dengan menempatkan perempuan di posisi-posisi pemimpin, serta menjembatani kesenjangan digital. Lalu bagaimana upaya Indonesia menjawab tantangan ini?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan akses perempuan ke instrumen keuangan dengan melakukan pelatihan pengusaha dan program literasi keuangan.
Pemerintah juga meningkatkan pencairan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Rp120 triliun yang dialokasikan tahun ini menjadi Rp123,53 triliun karena meningkatnya permintaan untuk kredit UMKM.
Selain KUR, pemerintah juga telah meluncurkan dan menyalurkan skema kredit untuk usaha ultra mikro (UMi).
Guna melengkapi skema-skema ini, pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM telah mengalokasikan sekitar Rp100 miliar pada 2018, untuk membiayai perusahaan-perusahaan start up melalui lembaga pengelolaan dana dengan suku bunga rendah 4,5 persen per tahun.
Pemerintah Indonesia melalui kebijakannya akan mendukung kesetaraan gender dan teknologi digital.
Ia menegaskan itu, saat menyampaikan sambutan dalam salah satu rangkaian acara Pertemuan IMF-WB Toronto Centre for Global Leadership in Financial Supervision di Bali, Kamis (11/10).
"Memberikan kesempatan akses keuangan tidak hanya bagus untuk perempuan itu sendiri tetapi juga untuk keluarganya", kata Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menilai investasi pada perempuan dan remaja perempuan menjadi penting, karena populasi perempuan hampir setengah dari total populasi Indonesia.
Dilihat dari usianya, sebanyak 86 juta perempuan berada pada usia produktif yaitu 20-64 tahun.
Dalam kasus Indonesia, peningkatan akses keuangan bagi perempuan menjadi semakin mendesak bukan hanya karena kebutuhan untuk mengatasi masalah ketidaksetaraan, tetapi juga karena sifat demografinya.
Kebijakan pemerintah juga semakin terbantu dengan kemajuan teknologi.
"Dulu pemerintah menggunakan layanan pos untuk mengirimkan bantuan dana bagi masyarakat miskin. Tetapi sekarang pemerintah mengirimkan langsung ke rekening bank keluarga miskin. Ini juga menghilangkan biaya tinggi dalam melaksanakan kebijakan," kata Sri Mulyani.
Isu-isu yang dihadapi perempuan ketika mengakses keuangan harus disikapi secara holistik, melampaui masalah persyaratan kredit dan biaya.
Semua pihak harus memahami bahwa isu seputar kewirausahaan perempuan adalah unik dan solusi "one gender fit all" adalah tidak cocok.
Secara terpisah, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan perhatian terhadap pemberdayaan perempuan tidak harus difokuskan pada sektor-sektor formal.
Sebaliknya, pengambil kebijakan dan masyarakat harus lebih terbuka pada segmen-segmen ekonomi lain, salah satunya apa yang dia sebut ekonomi kerumahtanggaan.
"Dengan ekonomi kerumahtanggaan ini para perempuan bisa tetap menjalankan perannya sebagai ibu dan mengurus rumah tangga, tetapi di sisi lain mereka bisa produktif dan menambah pendapatan keluarga," kata Perry.
Untuk mendukung inisiatif tersebut, BI menjalankan program pembinaan bagi 500 pelaku UMKM yang tujuannya membantu produk mereka menembus pasar global.
Melalui program tersebut BI mendorong UMKM memasarkan langsung produknya ke pembeli di luar negeri, atau membantu menghubungkan UMKM ke eksportir.
Pemberdayaan melalui UMKM dipilih mengingat produk-produk hasil kerajinan UMKM telah berkontribusi sebesar 7 persen terhadap PDB setiap tahunnya.
Peluang
Pemanfaatan teknologi informasi bisa menjadi solusi pemberdayaan perempuan, di tengah tantangan klasik yang mereka hadapi maupun ancaman dari kemajuan teknologi itu sendiri.
Perempuan yang menjalankan UMKM misalnya, dapat menggunakan media sosial untuk meluaskan pemasaran produknya secara daring.
Pendiri dan direktur KontenKece.com Ika Mitayani dalam diskusi bertema "Pemanfaatan Teknologi untuk UMKM" di Yogyakarta, September lalu, menjelaskan bagaimana fokus pada konten media sosial menjadi strategi pemasaran yang efektif untuk menggaet konsumen.
"Kita mulai dulu dari akun medsos (media media), dan sekarang yang lagi tren dan efektif untuk menjual itu Instagram, masalahnya bagaimana menggaet orang yang hanya "browsing" menjadi "follower" dan akhirnya jadi "consumer"," kata dia.
Menurut Ika, langkah pertama yang perlu dilakukan pemilik akun harus setia pada konten yang diunggah ke media sosial dan mendekatkan diri dengan masing-masing follower, misalnya mengucapkan terima kasih atas komentar yang ditinggal di salah satu unggahan, atau setidaknya memberikan tanda like atau suka.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan para UMKM pemilik akun media sosial adalah pemilihan kata untuk "hashtag" atau tagar yang akan membantu promosi akun tersebut karena tercatat dalam data Instagram atau Twitter, namun jangan terlalu banyak.
"Pastikan ada nama toko atau merek kita, jenis produk kita, dan tautan pada hashtag yang sedang menjadi trending, tetapi harus nyambung dengan produk kita," kata dia.
Selain media sosial, pelaku UMKM juga bisa bekerja sama dengan platform berbasis internet lainnya untuk memromosikan produk dan meningkatkan layanan.
Para pelaku usaha dapat bekerja sama dengan perusahaan penyedia layanan "on-demand" berbasis aplikasi seperti Go-Jek, yang telah memperluas layanan mereka dari ojek dan taksi daring ke layanan antar barang, pemesanan makanan, bahkan jasa perawatan kecantikan dan jasa pembersih rumah.
Berita Lainnya
Jokowi unggulkan Program Mekaar untuk pemberdayaan perempuan
13 April 2019 21:25 WIB
Izin Tak Lengkap Menara Telekomunikasi Disegel Aparat
03 April 2017 15:30 WIB
Jokowi Jenguk Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi
15 March 2017 11:05 WIB
Pemko Batu Alokasikan Rp4,3 Miliar Untuk Bantu Ibu Hamil
07 February 2017 10:50 WIB
Liburan Imlek, Pantai Selatbaru di Bibir Selat Malaka Dipadati Pengunjung
29 January 2017 21:40 WIB
Jalani Pemeriksaan Di Imigrasi Pekanbaru, TKA Ilegal Mengaku Stres
18 January 2017 16:55 WIB
Pelajar Sekolah Di Inhil Banyak Yang "Ngelem"
13 January 2017 6:15 WIB