Pekanbaru, (ANTARA) - Gubernur Riau Abdul Wahid menerbitkan Surat Edaran (SE) yang melarang keras seluruh pejabat di lingkungan untuk menerima atau meminta pungutan dan bentuk pemberian lainnya dalam jabatan.
Abdul Wahid dalam keterangannya di Pekanbaru, Sabtu mengatakan SE ini sebagai langkah tegas dalam upaya pencegahan korupsi. Surat Edaran Nomor 100.3.3.1/1606/SETDA/2025 ini ditandatangani langsung pada tanggal 25 September 2025.
"Ini bukan sekadar aturan seremonial. Kami ingin budaya anti-gratifikasi ini benar-benar tertanam kuat. Jika ada laporan dan terbukti melanggar, kami akan tindak tegas," kata Abdul Wahid.
Penerbitan SE ini menindaklanjuti SE Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi Terkait Hari Raya. Selain itu, kebijakan ini juga mempedomani Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam edaran itu disampaikan "Kepada seluruh pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau, agar tidak melakukan atau meminta sesuatu kepada siapapun dan dalam bentuk apapun dengan mengatasnamakan jabatan atau mengatasnamakan pimpinan (gubernur/wakil gubernur) terkait Pungutan dan Bentuk Pemberian lainnya Dalam Jabatan di Lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.".
Gubernur Abdul Wahid menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi aparatur sipil negara yang melanggar ketentuan tersebut. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini adalah bagian dari upaya Pemprov Riau untuk mendukung terciptanya pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi.
"Langkah ini diambil Pemprov Riau untuk memperkuat upaya pencegahan korupsi, khususnya dalam pengendalian gratifikasi terkait segala bentuk pemberian yang menyalahgunakan wewenang jabatan. Fokus utama adalah memastikan bahwa pelayanan publik berjalan transparan, adil, dan bebas dari intervensi pungutan liar," ujarnya.