Pekanbaru (ANTARA) - Persidangan sengketa antara PTPN IV Regional III dan Koperasi Produsen Sukses Sawit Makmur (Koppsa-M) di Pengadilan Negeri Bangkinang terus bergulir. Dalam gugatan senilai Rp140 miliar tersebut, sejumlah fakta mengejutkan terungkap dari keterangan para saksi yang justru memperkuat dugaan wanprestasi yang dilakukan pihak koperasi.
Meski sebelumnya kelompok pendukung Koppsa-M menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Bupati Kampar menuntut transparansi kemitraan, fakta-fakta di pengadilan justru menunjukkan indikasi pelanggaran perjanjian yang serius. Salah satu saksi kunci, Idrus, yang merupakan mantan tim penilai kebun dari Dinas Perkebunan Kampar, menyebut tidak pernah mengetahui adanya kerja sama koperasi dengan pihak ketiga. Ia juga menegaskan tidak pernah mengeluarkan rekomendasi resmi terkait kegagalan pembangunan kebun Koppsa-M.
Menariknya, saksi ahli yang justru dihadirkan oleh pihak Koppsa-M sendiri memperkuat tudingan wanprestasi. Dr. Asharudin M. Amin, pengajar Agribisnis dari Universitas Islam Riau, menyebut bahwa Koppsa-M melanggar perjanjian kemitraan dengan melakukan pengalihan paksa lahan, transaksi bawah tangan, dan kerja sama ilegal. Ia juga menjelaskan bahwa pendanaan bank untuk pembangunan kebun hanya dapat dicairkan jika proyek dinilai layak, yang menepis dalih ketidaksesuaian pembangunan.
Ahli hukum perdata dari Universitas Islam Riau, Surizki Febrianto, menyatakan bahwa tidak adanya sanggahan atau gugatan dari Koppsa-M sejak awal hingga perjanjian baru tahun 2013 menandakan semua proses telah sesuai aturan. Namun, dalam pelaksanaannya, koperasi justru melanggar isi perjanjian itu sendiri, termasuk dalam hal pembayaran dana talangan.
Kuasa hukum penggugat, Wahyu Awaludin, menilai keterangan para saksi makin memperjelas bahwa Koppsa-M telah melakukan wanprestasi. Ia bahkan menyebut bahwa kehadiran para saksi dari pihak tergugat justru memperkuat gugatan yang diajukan PTPN.
Sengketa ini berakar dari persoalan lama dalam pengelolaan kebun sawit seluas 1.650 hektare yang dibangun atas dukungan penuh PTPN. Setelah cicilan bank dilunasi oleh PTPN, pihak koperasi justru bekerja sama dengan pihak ketiga tanpa persetujuan, memicu langkah hukum untuk mendapatkan kejelasan atas dana besar yang telah dikeluarkan.
Pengurus koperasi dinilai telah gagal menjaga amanah dan malah mengorbankan para anggotanya sendiri.