CIPS menilai adopsi kebijakan intensifikasi pertanian berkelanjutan semakin mendesak

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara,pertanian

CIPS menilai adopsi kebijakan intensifikasi pertanian berkelanjutan semakin mendesak

Ilustrasi: Pertanian di kawasan Food Estate di Kabupaten Pulang Pisau, (10/12/2022). (ANTARA/Muhammad Arif Hidayat)

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir menilai adopsi kebijakan intensifikasi pertanian yang fokus pada prinsip keberlanjutan semakin mendesak di tengah banyaknya tantangan dalam penyediaan dan peningkatan kebutuhan pangan.

"Kebijakan intensifikasi yang fokus pada prinsip keberlanjutan perlu segera diadopsi secara menyeluruh untuk mendukung daya dukung sektor ini pada kebutuhan pangan,” katanya di Jakarta, Rabu.

Faisol melanjutkansalah satu penyebab urgensi kebijakan intensifikasi pertanian adalah krisis iklim global yang mengganggu produktivitas pertanian. Krisis iklim yang salah satunya berdampak pada ketidakpastian cuaca, membawa tantangan dan ancaman bagi produktivitas pertanian di Indonesia dan dunia.

"Implementasi kebijakan intensifikasi pertanian sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini karena kebijakan ini memanfaatkan lahan yang sudah ada melalui penggunaan bibit unggul, perbaikan kualitas dan nutrisi tanah, penggunaan pupuk yang sesuai dan juga adopsi teknologi pertanian,” ujarnya.

Peningkatan kesadaran petani atas urgensi adaptasi pola pertanian yang sesuai dengan perubahan iklim juga perlu dilakukan. Misalnya, melalui penyuluhan dan transfer pengetahuan dalam kerjasama investasi pertanian.

Ia juga menegaskan perluasan area tanam tidak menjamin peningkatan produktivitas pangan. Sebaliknyahal tersebut justru berbahaya untuk lingkungan dan merugikan masyarakat.

Menurutnya, pembukaan lahan seringkali menyasar lahan hutan, padang rumput, dan lahan gambut, justru memperparah permasalahan krisis iklim dunia. Pembukaan lahan tersebut justru mengancam kelangsungan aspek sosial dan ekonomi masyarakat serta mengganggu keanekaragaman hayati yang juga penting bagi keberlanjutan hidup manusia. Belum lagi, kata dia, program food estate yang menggunakan kebijakan ekstensifikasi pertanian lewat pembukaan lahan.

"Kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi sama-sama punya tujuan untuk meningkatkan produksi. Tetapi mempertimbangkan berbagai tantangan sektor pertanian, pembukaan lahan secara paksa dan besar-besaran malah berbahaya untuk sektor pertanian dalam jangka panjang,” tegasnya.

Lebih lanjut ia meminta pemerintah menjamin akses terhadap pupuk yang berkualitas dan terjangkau karena ketidakpastian pasokan dan mahalnya pupuk dapat mendorong praktik penggunaan pupuk yang tidak sesuai dosis.

Menurutnya, kesenjangan harga antara pupuk subsidi dan non-subsidi perlu diperkecil agar tidak memunculkan potensi pasar gelap yang merugikan petani dalam mengakses pupuk yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.

Baca juga: Terkait penerima CPCL, Kelompok Tani pertanyakan Kades Pakning Asal

Baca juga: BRI perkuat pemberdayaan Kelompok Wanita Tani Hidroponik Bali