Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menegaskan perubahan lapisan tarif penghasilan orang pribadi yang kena pajak melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) bertujuan untuk melindungi masyarakat menengah ke bawah.
“Perubahan lapisan PPh Orang Pribadi ini jelas-jelas justru melindungi masyarakat menengah ke bawah,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor di Jakarta, Jumat.
Sebelum adanya UU HPP, tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi diatur menjadi empat lapis yaitu untuk penghasilan sampai Rp50 juta per tahun dikenakan tarif 5 persen dan di atas Rp50 juta sampai Rp250 juta per tahun dikenakan tarif 15 persen.
Kemudian penghasilan di atas Rp250 juta sampai Rp500 juta per tahun dikenakan tarif 25 persen dan penghasilan di atas Rp500 juta per tahun dikenakan tarif sebesar 30 persen.
Sementara melalui UU HPP, lapisan ini diperlebar yaitu untuk penghasilan Rp1 sampai Rp60 juta per tahun dikenakan tarif 5 persen, di atas Rp60 juta sampai Rp250 juta per tahun dikenakan tarif 15 persen, dan di atas Rp250 juta sampai Rp500 juta dikenakan tarif 25 persen.
Selanjutnya, penghasilan di atas Rp500 juta sampai Rp5 miliar per tahun dikenakan tarif sebesar 30 persen dan penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun dikenakan tarif sebesar 35 persen.
“Lapisan terbawah yang sebelumnya hanya mencapai Rp50 juta sekarang dinaikkan menjadi Rp60 juta dengan tarif tetap 5 persen,” ujar Neil.
Sebagai contoh, seseorang memiliki penghasilan kena pajak sebesar Rp60 juta dalam setahun dan berdasarkan UU PPh yang saat ini berlaku maka penghasilan orang tersebut dikenai dua lapisan tarif yaitu 5 persen dan 15 persen.
Baca juga: Pajak karbon mulai diterapkan April 2022
Beban pajak yang ditanggung per tahun oleh orang tersebut adalah sebesar Rp4 juta dengan perhitungan 5 persen dikali Rp50 juta sama dengan Rp2,5 juta dan 15 persen dikali Rp10 juta sama dengan Rp1,5 juta.
Dengan UU HPP ini, orang tersebut diuntungkan karena hanya akan masuk ke lapisan satu dengan tarif 5 persen yang artinya beban pajak yang ditanggung sebesar Rp3 juta dengan perhitungan 5 persen dikali Rp60 juta sama dengan Rp3 juta.
“Keberpihakan kebijakan ini juga nyata-nyata terlihat dari pelebaran bracket menjadi lima lapisan,” katanya.
Baca juga: Meterai elektronik dapat dibubuhkan melalui portal e-meterai
Neil menuturkan, tarif tertinggi untuk orang pribadi dengan UU sebelumnya adalah 30 persen sedangkan melalui UU HPP maka tarif tertinggi ditetapkan sebesar 35 persen untuk Penghasilan Kena Pajak di atas Rp5 miliar per tahun.
“Jadi yang berpenghasilan kecil dilindungi, yang berpenghasilan tinggi dituntut kontribusi yang lebih tinggi,” katanya.
Ia menegaskan hal ini sesuai dengan prinsip ability to pay alias gotong royong yakni yang berkemampuan tinggi dituntut bayar lebih besar.
“Jelas kebijakan ini berpihak pada masyarakat yang berpenghasilan rendah,” ujarnya.
Baca juga: UU HPP berpotensi tambah penerimaan Rp140 triliun pada 2022
Berita Lainnya
Pemerintah resmi naikkan batas penghasilan kena pajak menjadi Rp60 juta
07 October 2021 17:36 WIB
Pemerintah resmi naikkan batas penghasilan kena pajak orang pribadi jadi Rp60 juta
07 October 2021 16:03 WIB
Petani Jember ingin pemerintah revisi harga pembelian pemerintah jelang panen raya
20 February 2023 15:16 WIB
DJP apresiasi penolakan uji materi UU HPP oleh Mahkamah Konstitusi
18 July 2022 23:33 WIB
Mantapkan Pelaporan SPT Unifikasi, KP2KP Bagansiapiapi kunjungi Kemenag Rohil
03 April 2022 16:01 WIB
Tingkatkan pemahaman pajak, KP2KP Bagansiapiapi edukasi bendahara desa
12 March 2022 21:03 WIB
KP2KP Tembilahan sosialisasi UU HPP ke pelaku UMKM dan koperasi
29 December 2021 12:33 WIB
KPP Bengkalis : Manfaatkan Program Pengungkapan Sukarela di UU HPP
27 December 2021 17:51 WIB