Anggota DPD asal NTB menilai proyek wisata premium bisa musnahkan komodo

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, komodo

Anggota DPD asal NTB menilai proyek wisata premium bisa musnahkan komodo

Dua ekor Komodo (Varanus Komodoensis) penghuni Pulau Komodo sedang berjalan di pinggir salah satu restoran di pulau itu, di Manggarai Barat, NTT Selasa (20/1/2020). Jumlah populasi Komodo di pulau tersebut kini tercatat 1.739 ekor. (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)

Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Nusa Tenggara Timur Angelo Wake Kako menilai pembangunan Taman Nasional Komodo (TNK) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur menjadi wisata super premium justru berpotensi memusnahkan komodo dari habitatnya.

"Itu komodo hidupnya di alam terbuka dan tidak pernah membutuhkan bangunan mewah atau ber-AC di sekitarnya, sehingga konsep pembangunan yang saat ini mulai dijalankan, seperti di Pulau Rinca dapat merusak lingkungan dan komodo sendiri akan musnah dari habitatnya," ujar Angelo dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: Warga bersikeras tolak penutupan Pulau Komodo karena curiga ada motif lain

Menurut dia, pembangunan wisata super premium itu bisa menghilangkan keaslian kawasan yang selama telah nyaman dan cocok dengan kehidupan komodo, sehingga semuanya akan justru selesai.

Angelo menyebutkan Presiden Joko Widodo beberapa kali melakukan kunjungan kerja ke NTT, teranyar kunjungan kerja pada 1 Oktober 2020 meninjau pembangunan prasarana yang berada di Kampung Ujung, Labuan Bajo, Kecamatan Komodo.

Menurut Angelo, kunjungan kerja Presiden Jokowi ke NTT selama ini yang sebagian besar difokuskan di Labuan Bajo sepertinya hanya untuk melapangkan kepentingan bisnis pemodal besar.

Sebab, kata dia, sebagian besar konsep pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo

belum menyentuh pariwisata berbasis komunitas untuk mendongkrak perekonomian masyarakat lokal NTT.

"Masa pak Jokowi sering turun ke NTT tetapi tidak mampu membaca pikiran dan suasana batin masyarakat NTT? Ini saatnya untuk pikirkan ulang konsep pengembangan Taman Nasional Komodo yang lebih ekologis," ujarnya.

Angelo menambahkan pemerintah harus bertanggung jawab apabila komodo di TNK musnah dari habitatnya karena pembangunan wisata super premium.

Apalagi, kata dia, pemegang izin pengelola usaha wisata ini adalah PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE), PT Segara Komodo Lestari (SKL) dan PT Sinergindo Niagatama.

Ketiganya akan mengelola Pulau Rinca, Pulau Padar, Pulau Tatawa, dan Pulau Komodo dengan luas konsesi yang berbeda-beda.

Tak hanya itu, Angelo juga mengkiritik kebijakan pemerintah dalam mempersiapkan konsep KSPN Labuan Bajo yang tidak melihat secara komprehensif NTT secara lebih luas, terkait dengan arus distribusi barang dan jasa untuk menunjang kebutuhan pasar yang besar di kawasan tersebut saat ini dan masa datang.

"Coba dibuka datanya, berapa banyak kebutuhan pangan, misalnya, di Labuan Bajo yang diambil dari wilayah NTT? Jangan sampai NTT hanya punya nama, tapi yang mendapat keuntungan besar dari 'multi plier effect-'nya Labuan Bajo, itu daerah lain, itu yang tidak boleh," katanya.

Baca juga: Populasi komodo hanya sekitar 1.500 ekor

Baca juga: Arief Yahya Sebut Isu Penutupan Taman Nasional Komodo Tidak Relevan Untuk Pariwisata


Pewarta : Zuhdiar Laeis