Masjid Jami Air Tiris, Simbol Keberagaman Riau

id masjid jami, air tiris, simbol keberagaman riau

Masjid Jami Air Tiris, Simbol Keberagaman Riau

Adzan Zuhur berkumandang dari Masjid Jami Air Tiris yang berusia lebih dari satu abad di Kabupaten Kampar, Riau, pada pertengahan Agustus.

Masjid itu terlihat anggun dengan dinding kayu berwarna coklat tuanya, yang tampak kontras dengan bangunan modern di sekelilingnya.

Masjid Jami Air Tiris tepatnya berlokasi di Jalan Pasar Usang Desa Tanjung Barulak, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar. Bangunan yang mayoritas terbuat dari kayu tersebut merupakan masjid tertua di Riau.

Masjid tersebut tak memiliki kubah, melainkan atap berbentuk limas yang bersusun tiga seperti masjid Demak di Jawa. Tiap tepian atap terlihat melengkung memperlihatkan adanya pengaruh arsitektur Cina, sedangkan konstruksi bangunan berupa rumah panggung Melayu.

"Masjid ini mulai dibangun sekitar tahun 1898 dan selesai tahun 1901. Sang arsitek memang mencontoh atap masjid Demak di Jawa dan memadukan gaya Melayu-Cina," kata Ketua Pengurus Masjid Jami Air Tiris Muhammad Ali.

Ia mengisahkan, pada masa lalu daerah Air Tiris masih terdiri dari 24 kenagarian. Konon, daerah itu sangat ramai karena menjadi pusat perdagangan dari berbagai tempat di Sumatra. Awalnya, bangunan itu hanya berupa "noguh" (mushola) berukuran 6x8 meter.

"Masjid ini dibangun karena Muslim kala itu kesulitan mencari tempat untuk beribadah. Karena itu, warga dari 24 kenagarian bergotong-royong membangun masjid ini," ujarnya.

Seluruh warga yang dikoordinir oleh Ninik Mamak Nan Dua Belas, atau penghulu di Kenagarian Air Tiris, bahu-membahu mendirikan masjid itu secara swadaya. Salah satu tokoh yang hingga kini dikenal karena sebagai pemrakarsa masjid itu adalah Engku Mudo Songkal, syekh kenamaan di Kampar yang dipercaya berasal dari Kerajaan Pagaruyung, Sumatera Barat.

"Bukti dari gotong royong warga tercermin dari tiang penopang masjid yang berjumlah 24 buah, artinya masing-masing 24 kenagarian menyumbang satu tiang," ujarnya.

Ia juga mengatakan seluruh ukiran bunga dan tumbuhan yang menghias dinding masjid itu juga berjumlah 24 motif, yang mencerminkan keberagaman masyarakat kala itu.

"Seluruh kayu dirakit tanpa menggunakan paku. Perubahan waktu renovasi hanya atapnya yang sekarang diganti dengan seng dan tangga masjid kini terbuat dari semen," ujarnya.

Beragam Kisah

Beragam kisah unik, bahkan sedikit berbalut mistik, selalu melekat dengan keberadaan Masjid Jami Air Tiris. Muhammad Ali mengisahkan, penjajah Belanda pernah beberapa kali ingin membakar masjid itu tapi selalu gagal.

Bahkan, ia mengatakan masjid tersebut tak pernah kebanjiran maski rumah panggung di sekelilingnya sudah terendam.

"Air di sekeliling masjid seperti mencekung ke bawah dan tak pernah masuk ke dalam masjid. Saya melihat sendiri kejadian itu," ujarnya.

Salah satu kisah unik dari Masjid Jami Air Tiris adalah batu "kepala kerbau" yang kini berada di kolam air tempat wudhu jemaah. Batu itu berwarna hitam dan sudah berlumut, ukurannya dua kali besar bola kaki dan sekilas menyerupai kepala kerbau.

Batu tersebut dipercaya mengandung kekuatan gaib karena bisa berpindah tempat tanpa campur tangan manusia.

"Saya pernah melihat batu itu pindah sendiri dari dalam sumur masjid yang dalamnya delapan 'cincin' (meter), tiba-tiba esoknya sudah naik ke atas. Siapa yang memindahkannya tak ada yang tahu karena butuh empat orang dewasa untuk bisa mengangkatnya," kata Muhammad Ali.

Ia juga mengatakan arah kiblat masjid tersebut tak mengalami perubahan, saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada pertengahan Juli lalu sempat mengimbau seluruh masjid untuk menera ulang arah kiblat menyesuaikan dengan letak geografis masing-masing karena diduga arah kiblat berubah salah satunya akibat terjadi gempa. Bahkan, ia mengatakan pada sekitar tahun 2000 sekelompok peneliti dari "Guinness World Record" yang berasal dari dalam dan luar negeri sempat memuji keakuratan arah kiblat Masjid Jami Air Tiris.

"Para peneliti itu mengecek arah kiblat pakai alat seperti kompas, dan mereka takjub dan memuji kehebatan para pendiri masjid ini yang dahulu kala bisa begitu tepat menentukan arah kiblat. Dan sampai sekarang arah kiblat masih tetap sama," katanya.

Cagar Budaya

Nilai historis dan keunikan bangunan itu membuat pemerintah akhirnya menetapkan Masjid Jami Air Tiris sebagai salah satu cagar budaya yang harus dilestarikan pada tahun 1995. Masjid tersebut memiliki daya tarik tersendiri sebagai tempat wisata religi selama bulan Ramadan.

"Banyak umat muslim datang dari Jawa Timur, bahkan dari Malaysia dan Singapura hanya untuk melihat keunikan masjid ini sekaligus untuk beribadah di dalamnya," ujarnya.

Meski begitu, tak bisa dipungkiri ada orang yang datang ke masjid itu karena pengaruh cerita mistik. Misalnya, Muhammad Ali mengatakan hampir setiap hari ada orang yang sengaja datang hanya untuk mengambil air dan mandi dari sumur tempat batu "kepala kerbau" karena dipercaya ampuh untuk menyembuhkan segala penyakit. Waktu kunjungan yang paling ramai biasanya sesudah bulan puasa, pada Hari Raya Puasa Enam.

"Saya selalu menjelaskan bahwa kesembuhan penyakit bukan karena air, melainkan berkat kemurahan Allah," katanya.

Muhammad Ali berharap umat muslim mendatangi masjid tersebut semata ingin beribadah. Meski tak bisa dipungkiri bahwa Masjid Jami Air Tiris tak hanya sekedar sebagai tempat suci, melainkan juga menyimpan nilai-nilai luhur masyarakat yang mulai terkikis oleh perubahan zaman.

"Saya selalu percaya bahwa keikhlasan orang dulu yang bergotong-royong membangun masjid ini membuat Masjid Air Tiris selalu ramai pengunjung," kata Muhammad Ali sambil tersenyum.