Menguak Sensasi Wisata Berkuda-Memanah di Okura

id menguak sensasi wisata berkuda-memanah di okura

Menguak Sensasi Wisata Berkuda-Memanah di Okura



Oleh Frislidia dan Novita Eka Safitri

Jauh sebelum pesawat ditemukan ilmuwan muslim, Abbas Ibn Firnas, pada abad kesembilan yang kemudian diterbangkan pertama kali oleh Orville dan Wilbur Wright di Amerika Serikat pada 1903, manusia menggunakan hewan sebagai alat transportasi.

Kuda salah satu contohnya, merupakan alat transportasi mewah yang digunakan manusia pada abad keenam Masehi, namun sekarang keberadaan hewan kuat, pintar, dan bersahabat itu tak lagi dianggap oleh manusia.

Padahal 15 abad yang lalu, Rasulullah pernah bersabda, "Segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan zikir dan menyebut nama-Nya maka itu adalah senda gurau semata, kecuali empat perkara yakni memanah, latihan menunggang kuda, bermain dengan keluarga, dan belajar berenang".

"Sabda Rasulullah itulah akhirnya dijadikan dasar pemikiran oleh Ketua Yayasan Alhasanah Almakmur Nugraha mendirikan sebuah ekstrakurikuler antara lain memanah, menunggang kuda, untuk para santri Pondok Pesantren Darul Qur'an Was Sunnah di Okura," kata Manager Operasional Wisata Dakwah Okura, Umar yang akrab disapa ustadz.

Kisahnya berawal dari dua ekor kuda yang dibeli Ketua Yayasan Alhasanah Almakmur Nugraha di Provinsi Sumatera Barat. Kuda-kuda tersebut untuk mengisi waktu luang para santri penghafal Al Qur'an tersebut, menunggang kuda dengan mengitari areal pesantren yang akhirnya populer dengan sebutan kawasan Wisata Dakwah Okura (WDO) itu.

Supaya tidak jenuh dan otak menjadi segar, santri diizinkan untuk menunggang kuda di area sekitar pesantren dengan cara bergantian dan kemudian menunggang kuda dijadikan sebagai ekstrakurikuler bagi santri.

"Atas saran wali santri dan masyarakat sekitar pesantren akhirnya menunggang kuda di area pesantren, kami buka juga untuk umum, sehingga mendorong keinginan pengelola pesantren meresmikan WDO pada 29 November 2014 dengan nama Wisata Dakwah Okura," katanya.

Pada tahun pertama diresmikan, WDO tidak hanya sebagai tempat menunggang kuda tapi juga menyediakan wahana motor cross, permainan "air softgun" (senapan angin), dan memanah.

Namun, karena terbatasnya sumber daya manusia (SDM) dan terkendala masalah dana, yang bertahan saat ini hanya ekstrakurikuler berkuda dan memanah.

Untuk olahraga berenang para santri menggunakan danau buatan dan sungai kecil di sekitar wilayah Okura, sedangkan untuk pengunjung, berenang belum dibuka untuk umum karena fasilitasnya belum lengkap.

"Kami masih harus menunggu dan mencari donatur untuk merampungkan pembuatan kolam renang di area WDO yang kini kolam dalam kondisi sudah digali tetapi belum diberi keramik," ujarnya.

Semua sarana wisata tersebut berada di lingkungan Pondok Pesantren Darul Qur'an Was Sunnah yang memiliki luas empat hektare dengan dipandu oleh delapan pegawai tetap dan tiga relawan.

Ketiga relawan WDO tersebut adalah mantan santri yang keluar dari pesantren dan tidak melanjutkan pendidikan. Kini mereka sedang melakukan masa percobaan selama tiga bulan.

"Jika berkualitas mereka akan diambil menjadi pekerja tetap dan bertugas sebagai mengurus 'stable' (kandang) dan kuda, selanjutnya ditempatkan pada 'stable' yang membutuhkan," katanya.

21 Kuda

Sampai saat ini, ada 21 kuda dengan jenisnya yang beragam, baik kuda hasil persilangan maupun lokal dari Sumatera Barat, Bandung, dan Bogor yang dibeli dengan harga mulai dari Rp60 juta-Rp100 juta lebih.

Masing-masing kuda memiliki variasi warna kulit yang berbeda, yakni cokelat, hitam, dan putih.

Selain memiliki perbedaan warna, kuda-kuda tersebut ternyata memiliki nama yang unik layaknya nama manusia, di antaranya Haizum, Cantik, Faras, Columbus, Diamond, Jelita, dan Si Garang Zakaria.

"Dari 21 kuda tidak semua milik WDO, 30 persen kuda di sini adalah kuda titipan dari orang yang memiliki kuda tapi tidak memiliki kandang kuda dirumahnya," katanya.

Biaya penitipan kuda sama dengan biaya merawat kuda yang dimiliki WDO, yaitu Rp3,5 juta per bulan. Total biaya yang dikeluarkan WDO untuk perawatan kuda setiap bulan Rp73,5 juta.

Biaya operasional tersebut sebagian diperoleh dari sumbangan dan donatur para wali santri serta para penitip kuda. Untuk biaya tambahan, pengelola mengandalkan pemasukan dari kelas berkuda dan memanah yang ditawarkan WDO.

Ada tiga paket penawaran untuk kelas menunggang kuda. Paket pertama Joy Ride atau paket wisata dengan tarif Rp30.000 untuk satu kali putaran. Paket kedua Privat Lesson atau kelas privat selama 45 menit sebesar Rp150.000 disertai penjelasan teknik berkuda. Terakhir kelas Ridding School dengan biaya Rp1 juta selama delapan kali pertemuan dengan durasi satu kali pertemuan 45 menit.

Untuk kelas memanah, tersedia dua paket penawaran. Pertama paket 10 kali shot seharga Rp30.000 dan paket kedua sebanyak 20 kali shot dengan biaya Rp50.000 disertai pelatih.

Tidak Repot

Untuk sampai ke WDO, pengunjung tidak perlu repot memesan tiket pesawat tujuan luar negeri, karena Okura bukanlah kota di "Negeri Sakura" Jepang, melainkan Okura suatu desa kecil yang memiliki pemandangan alam asri nan sejuk di sudut Kota Pekanbaru, yakni di Jalan Raja Panjang, Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.

WDO yang sering disebut "Surga Sunnah" tersebut terletak 34 kilometer dari Bandara Sultan Syarif Kasim II arah utara.

Wisatawan dapat menempuh jalur darat menggunakan kendaraan roda dua atau empat selama 45-60 menit perjalanan. Setelah melewati pusat perkotaan dan perbelanjaan Pekanbaru, wisatawan harus melewati Jembatan Siak yang menjadi salah satu ikon Kota Pekanbaru.

Perjalanan berikutnya melewati pemukiman penduduk di Kecamatan Rumbai Pesisir, kemudian memasuki wilayah pedesaan. Sepanjang perjalanan, pengunjung bisa menikmati hijaunya perkebunan kelapa sawit dan tanaman hortikultura. Mata semakin segar saat melewati Bukit Bintang dan Danau Bandar Kayangan Lembah Sari atau yang lebih dikenal dengan Danau Buatan.

Sampai di lokasi, pengunjung akan "disapa" oleh ringkikan kuda di WDO pertanda ucapan selamat datang. Jika beruntung, pengunjung akan melihat beberapa ekor kuda sedang bermain-main tanpa pelana di area WDO.

Suasana semakin hangat ketika senja hadir ditandai munculnya suasana Matahari terbenam yang menyapa Okura. Terlihat para santri dan beberapa wisatawan sedang latihan memanah dan berkuda. Tak terkecuali Faya, wisatawan asal Negeri Jiran Malaysia yang sedang asyik bercengkrama dengan kuda.

Faya yang juga mahasiswi Universitas Riau (UR) mengaku baru kali pertama datang ke WDO.

Dengan modal nekat dan hanya mengandalkan GPS, Faya pergi ke WDO menggunakan sepeda motor bersama temannya yang merupakan salah satu mahasiswi di Universitas Islam Negeri (UIN) Riau.

"Saat melihat 'postingan' (unggahan) tentang WDO di Instagram teman kayaknya menarik jadi kami berminat datang langsung ke sini, Alhamdulillah meskipun lelah dalam perjalanan, namun tempatnya sangat menakjubkan," ujarnya.

Faya mengaku langsung jatuh cinta pada keindahan dan keakraban alam Okura, terlebih di Malaysia tidak ada tempat khusus berkuda dan memanah dalam satu kawasan.

Diakui Umar, sejak dibuka empat tahun yang lalu, sudah ribuan wisatawan lokal, nusantara, dan mancanegara ke WDO untuk merasakan sensasi menunggang kuda dan memanah.

Dari catatan daftar pengunjung, wisatawan asing yang datang ke WDO dominan berasal dari Arab, Korea, dan Australia. Khusus wisatawan asal Malaysia hampir setiap minggu mereka berkunjung.

Bagi pengunjung bisa datang secara gratis ke WDO mulai pukul 08.00 WIB-17.30 WIB setiap Minggu, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, dan Sabtu. Biaya masuk wajib dipungut jika ada kegiatan dan dikenakan tarif Rp10 ribu untuk parkir saja.

Bekerja Sama

Provinsi Riau melalui WDO yang bekerja sama dengan Pordasi Pekanbaru dan Danrem 031/Wirabima pernah meraih prestasi sebagai penyelenggara olahraga "triathlon" (tiga cabang olahraga) sunnah pertama di dunia.

"Alhamulillah berkat kerja sama semua pihak, kegiatan Triathlon Sunnah Sport-Danrem 031/Wirabima Cup pada 21-22 April 2018 berjalan dengan baik dan justru tercatat menjadi kegiatan pertama di Indonesia dan internasional," kata Umar.

Sesuai dengan sebutan "triathlon", yaitu lomba yang digelar dengan tiga cabang olahraga berkuda, berenang, dan memanah, hal itu sekaligus dilakukan oleh tiga atlet secara estafet.

Berkat kegiatan tersebut, WDO semakin hari semakin dikenal banyak orang bahkan dunia. Namun lagi-lagi karena terkendala masalah biaya operasional, wisata dakwah belum 100 persen terkelola dengan baik.

"Alhamdulillah baru-baru ini kami mulai bekerjasama Asita, pokdarwis, dan Dinas Pariwisata, Provinsi Riau," katanya.

Dengan adanya dinas dan semua elemen yang berkompeten, pengelola WDO berharap mendapat dukungan dan berbagai masukan untuk mempercepat pembangunan pariwisata WDO yang bergerak dalam bidang wisata olahraga syariah ini.

Gencar

Sejak bekerja sama dengan beberapa instansi pemerintah, WDO semakin gencar memperkenalkan olahraga sunnah kepada wisatawan dan turis mancanegara dengan merencanakan akan membuka "stable" di tengah kota.

"Rencananya WDO akan membuka 'stable' baru di tengah Kota Pekanbaru, seperti di depan Mall SKA Pekanbaru atau samping Masjid Namira," kata Ketua Asita Riau Dede Firmansyah.

Saat ini, pengelola WDO sedang melakukan negosiasi dengan pemilik tanah seluas enam hektare yang saat ini ditumbuhi dengan ribuan pohon buah naga dan jati yang tinggi menjulang.

Dede tidak bisa memastikan kapan proses penggarapan tanah tersebut terealisasi menjadi "stable", yang jelas WDO sudah mengantongi izin untuk mendirikan "stable" di tempat itu dan tinggal menunggu kesepakatan harga sewa.

Jika "stable" telah dibangun, katanya, tentu akan sangat menarik dan akan menjadi tambahan ikon baru untuk Pekanbaru sebagai bagian pengembangan WDO.

Dengan demikian pemerintah dan instansi terkait perlu bersinergi untuk mengembangkan pariwisata halal di Riau itu.

"Jika semua sektor terkait sudah memperkuat sinergisitas maka diyakini WDO ke depan akan menjadi ikon baru Kota Pekanbaru sekaligus mendorong Riau masuk dalam destinasi wisata halal setara dengan Aceh, Sumatera Barat, dan Lombok," katanya.