Prostitusi, Antara Bisnis Dan Perbudakan

id prostitusi, antara bisnis, dan perbudakan

 Prostitusi, Antara Bisnis Dan Perbudakan

Oleh Desi Purnamawati

Jakarta, (Antarariau.com) - Kematian Deudeuh Alfisahrin alias Tata Chubby pada Minggu (10/4) seakan membuka tabir yang tertutup selama ini bahwa prostitusi sudah merambah sampai ke dunia maya.

Tata Chubby adalah panggilan akrab dari Deudeuh, ia ditemukan meninggal karena dibunuh pada saat melayani pelanggan di rumah kosnya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

Fenomena Pekerja Seks Komersial (PSK) daring (online) setidaknya sudah muncul sejak satu hingga dua tahun terakhir dengan semakin menjamurnya internet dan canggihnya teknologi.

Tata menggaet pelanggannya lewat media sosial Twitter. Cuitannya lewat media sosial (Medsos) berlambang burung biru itu terang-terangan menginformasikan tentang profesinya sebagai penjaja cinta.

Sejak kematiannya terungkap, banyak pihak bereaksi, termasuk dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang mewacanakan lokalisasi prostitusi di ibu kota.

Lokalisasi yang legal, menurut gubernur yang akrab disapa Ahok itu, untuk memperketat pengawasan dan praktik prostitusi agar tidak menyebar.

Dalam wacana itu, nantinya akan ada satu apartemen khusus yang memiliki izin dan dilegalkan.

"Inikan ibarat sampah yang harus dibuang, supaya tidak kotor ke mana-mana dikumpulkan di satu tempat," kata Ahok.

Selain lokalisasi, mantan Bupati Belitung Timur itu juga melempar wacana agar PSK diberi sertifikat seperti yang berlaku di Filipina.

Namun, ide tersebut masih akan terus bergulir dan terkait sertifikat merupakan hal yang teknis.

Perbudakan

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, dalam prostitusi terdapat eksploitasi, kriminalisasi, perbudakan, dan perdagangan manusia.

"Kalau setuju dengan lokalisasi berarti kita kembali memberikan pembenaran terhadap proses perbudakan sendiri," kata Mensos.

Dia menegaskan bahwa dalam prostitusi itu ada perbudakan dan eksploitasi seksual maupun ekonomi serta perdagangan manusia.

"Saya ingin mengajak bahwa ada proses yang dianggap sebagai sesuatu yang didekriminalisasi atau dianggap tidak kriminal terhadap prostitusi," kata Khofifah.

Menurut dia, kalau pada prostitusi itu ada perbudakan, ada perdagangan manusia, mestinya ini adalah sebuah tindak kriminal dan kejahatan.

"Jadi, persepsi yang ingin saya sampaikan adalah, ini sebetulnya sesuatu yang mestinya masuk kategori kriminal, kejahatan," tambah dia.

Mensos menceritakan, di Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) yang dimiliki Kemensos ada anak usia 14 tahun yang terjun dalam prostitusi. Setiap malam anak itu harus melayani 19-20 orang.

"Sekarang dia mengalami pendarahan hebat, saya bawa ke RS Polri untuk diobati. Bayangkan anak usia 14 tahun mengalami seperti itu. Ini PR (pekerjaan rumah) besar buat kita," katanya.

Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Gerindra Rahayu Saraswati juga menyebutkan prostitusi sebagai bentuk kejahatan.

"Banyak orang berpikir PSK bukan manusia, tapi mayoritas mereka masuk ke profesi ini karena masalah ekonomi," katanya.

Rahayu yang sebelumnya juga aktivis antiperdagangan orang mengatakan, prostitusi bukan pekerjaan tapi perbudakan.

Dia menyebutkan, profit dari bisnis tersebut di Indonesia sudah diperkirakan per tahun bisa mencapai tiga miliar dolar AS, sedangkan di dunia mencapai 32 miliar dolar AS.

"Saat ini Indonesia sedang dilihat sebagai negara dengan kekerasan seks pada anak nomor satu di Asia dengan angka 70.000 pada 2012," katanya.

Kontrol Masyarakat

Menteri Khofifah mengatakan, kontrol sosial di lini paling bawah seperti rukun tetangga (RT) dinilai efektif untuk mencegah prostitusi.

"Kalau saya sebetulnya berharap lini paling bawah itu RT, yang bisa makin sering interaksi maka makin rekat dalam melakukan kontrol sosial dan bisa berjalan baik itu akan ada sanksi sosial akan mengerem mereka. Kalau ada sanksi sosial di lini bawah akan efektif," kata Khofifah.

Namun menurut Mensos, meski prostitusi daring marak, tidak mematikan prostitusi di lokalisasi.

Khofifah mengatakan, prostitusi daring bukan sesuatu yang bisa dipersandingkan dengan lokalisasi.

"Tidak ada korelasinya, daring tetap bisa jalan meski lokalisasi dibuka. Sekarang ini lokalisasi juga banyak kok," tambah dia.

Mensos mengatakan, prostitusi saat ini tidak semata-mata karena kebutuhan ekonomi, karena banyak di antara mereka masuk ke dunia prostitusi ternyata karena gaya hidup.

"Kalau karena gaya hidup itu maka upaya kita untuk lebih membumikan nawacita terkait dengan reformasi karakter dan restorasi sosial lebih urgen. Jadi, hal yang terkait dengan bagaimana membangun karakter," katanya.

Mengawinkan butir delapan dan sembilan nawacita menurut Mensos penting, pertama terkait karakternya dan kedua restorasinya.

"Sehingga mereka tidak akan melakukan sesuatu yang sering kali untuk memenuhi kebutuhannya. Artinya ada persoalan gaya hidup. Saya kira kita harus kembali ke gaya hidup yang sesuai kebutuhan, bukan keinginan," jelas Mensos.

Strategi

Mensos menyiapkan strategi yang memberi solusi agar perempuan lebih mandiri secara ekonomi sehingga tidak harus terjun ke dunia prostitusi.

Menurut Mensos, sejumlah program yang dimiliki Kemensos dapat memberdayakan perempuan dan meningkatkan ekonomi mereka.

Di Kementerian Sosial terdapat program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Kelompok Usaha Bersama (Kube) yang bisa menjadi salah satu jalan keluar memberdayakan ekonomi.

Tahun ini Kemensos menyiapkan dana untuk 70.000 penerima UEP masing-masing sebesar Rp3 juta yang dapat dijadikan modal usaha.

Dari segi aturan, pemerintah juga memperkuat dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kekerasan Seksual yang di dalamnya mengatur tentang kejahatan seksual, prostitusi, serta pornografi. RUU itu saat ini sudah tahap finalisasi.