Jakarta (ANTARA) - Ketua DPP Partai Golkar Meutya Hafid menilai rapat pleno pada Selasa (13/8) untuk memutuskan pelaksana tugas (Plt.) ketua umum (Ketum) Partai Golkar tidak perlu dilakukan melalui mekanisme voting.
"Tidak perlu ada voting dalam pemilihan Plt. Ketum pada rapat pleno yang rencana akan digelar pada Selasa (13/8)," kata Meutya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Sebaliknya, dia menyarankan agar rapat pleno dilakukan melalui mekanisme musyawarah dan mufakat.
"Menyarankan para waketum (wakil ketua umum) untuk duduk bersama, musyawarah mufakat untuk Plt. Ketum sehingga pleno dapat berjalan kondusif," ujarnya.
Dia menyarankan hal tersebut lantaran menilai para kader Partai Golkar masih terkejut dengan keputusan Airlangga Hartarto mengundurkan diri sebagai Ketum Partai Golkar.
"Kader masih terkaget dengan keputusan Ketum. Jangan dipaksa untuk voting," ucapnya.
Dia pun mengingatkan agar segenap kader Partai Golkar mengedepankan soliditas partai di dalam penyelenggaraan rapat pleno.
"Menjaga soliditas amat penting dan agar calon-calon yang akan berkontestasi menjaga cara-cara yang bermartabat," kata Ketua Komisi I DPR RI itu.
Sebelumnya, Minggu (11/8), Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan ada 11 wakil ketua umum partai yang nantinya dimusyawarahkan dalam rapat pleno oleh para pengurus DPP Partai Golkar untuk kemudian disepakati satu nama sebagai pelaksana tugas ketua umum.
Nantinya, plt. ketua umum akan menjalankan tugas ketua umum sampai digelarnya musyawarah nasional (munas) atau musyawarah nasional luar biasa (munaslub) yang menjadi forum untuk menyepakati ketua umum baru.
Sebelas wakil ketua umum Partai Golkar itu, yaitu Adies Kadir, Bambang Soesatyo, Ahmad Doli Kurnia, Firman Soebagyo, Agus Gumiwang, Dito Ariotedjo, Nurdin Halid, Nurul Arifin, Kahar Muzakir, Melchias Marcus Mekeng, dan Roem Kono.
Baca juga: Surya Paloh hormati keputusan Airlangga Hartarto mundur dari Ketua Umum Golkar
Baca juga: Airlangga Hartarto mundur sebagai Ketum Golkar