Pengamat tekankan perlunya penerapan standar K3 soal ledakan smelter Morowali

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, Smelter

Pengamat tekankan perlunya penerapan standar K3 soal ledakan smelter Morowali

Tim Kementerian Ketenagakerjaan melakukan pengawasan di smelter di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, Rabu (8/2/2023). (ANTARA/HO-Pemda Morowali Utara.)

Jakarta (ANTARA) - Pengamat energi UGM Fahmy Radhi menekankan perlunya pemerintah tegas soal penerapan standar keselamatan internasional (international safety standard) menyusul kecelakaan kerja di pabrik pengolahan nikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.

"Pemerintah harus memberlakukan standar keselamatan internasional dengan zero accidents ke seluruh investor, termasuk investor China. Jangan lebih mementingkan masuknya investor smelter dengan mengabaikan safety system," katanya di Jakarta, Selasa.

Fahmy menilai meledaknya smelter di Morowali makin membuktikan bahwa investor smelter mengabaikan standard keselamatan pertambangan.

Padahal, penerapan standard Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) seharusnya mengacu pada standar internasional, bukan standar nasional maupun standar China.

"Investor China biasanya cenderung meminimalisir biaya, termasuk mining safety cost," sebutnya.

Fahmy juga meminta agar secara reguler diadakan audit keselamatan untuk memastikan bahwa sistem keselamatan bekerja sesuai standard yang berlaku.

Diketahui, ledakan di tungku smelter milik PT ITSS di kawasan industri Kabupaten Morowali pada Minggu (24/12) menyebabkan 13 orang meninggal dunia, terdiri atas 4 tenaga kerja asing (TKA) asal China dan 9 tenaga kerja Indonesia (TKI), sementara 39 orang yang mengalami luka-luka atas peristiwa tersebut telah mendapat perawatan intensif.

Selain itu, sebanyak 29 korban mengalami luka berat, 12 korban mengalami luka sedang, serta lima korban mengalami luka ringan.

Kepala Divisi Media Relations Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Dedy Kurniawan mengatakan manajemen PT IMIP telah menanggung seluruh biaya perawatan dan perawatan korban pasca kecelakaan, serta santunan bagi keluarga korban.

Menurut Dedy, tungku smelter No. 41 di lantai 2 yang terbakar, awalnya masih ditutup untuk operasi pemeliharaan.

Saat tungku tersebut sedang tidak beroperasi dan dalam proses perbaikan, terdapat sisa slag atau terak dalam tungku yang keluar, lalu bersentuhan dengan barang-barang yang mudah terbakar di lokasi.

Dinding tungku lalu runtuh dan sisa terak besi mengalir keluar sehingga menyebabkan kebakaran. Akibatnya, pekerja yang berada di lokasi mengalami luka-luka hingga korban jiwa.

Baca juga: Dua WNA China, 7 korban akibat kebakaran smelter PT IWIP dirujuk ke Ternate

Baca juga: Anggota DPR berharap pabrik pengolahan tembaga Freeport jadi penggerak ekonomi RI