Jakarta (ANTARA) - Transformasi ke energi baru dan terbarukan (EBT) yang ingin dicapai Presiden Joko Widodo adalah langkah tepat yang perlu didukung dengan implementasi di lapangan, menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa.
"Apa yang disampaikan Presiden itu tepat dan ini sejalan memang, Indonesia memang harus melakukan transformasi energi," ujar Fabby ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta pada Senin.
Baca juga: Realisasi bauran EBT telah mencapai 13,55 persen hingga April 2021
Fabby menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih itu bisa didapatkan jika dilakukan dengan menerapkan sistem berkelanjutan.
Aspek sosial dan lingkungan hidup, ujarnya, harus menjadi pertimbangan untuk mencapai pertumbuhan hijau. Salah satunya adalah mengurangi polusi dan dampak lingkungan dari gas rumah kaca.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam pidato di Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin menegaskan bahwa transformasi menuju EBT serta akselerasi ekonomi berbasis teknologi hijau akan menjadi perubahan penting dalam perekonomian Indonesia.
Baca juga: Pertumbuhan Pembangkit Listrik EBT Terus Digenjot
Konsolidasi kekuatan riset nasional terus diupayakan, kata Presiden, agar sejalan dengan agenda pembangunan nasional.
Terkait transformasi ke EBT sendiri, Fabby mengatakan tujuan tersebut harus terintegrasi di perencanaan pembangunan yang menjadi dasar pelaksanaan program di semua lini dan terimplementasi secara nyata.
Transisi itu dapat dimulai dengan implementasi awal oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi sumber energi lain seperti surya, air, panas bumi dan biomassa. Dengan pemanfaatan tenaga surya dapat dilakukan oleh anggota masyarakat langsung melalui penggunaan panel surya di atap rumah.
"Menurut saya kalau Indonesia ingin mencapai dekarbonisasi sebelum 2060, semua sumber energi terbarukan kita itu harus kita bangun dan manfaatkan," tegasnya.
Baca juga: Bingkisan listrik EBT dalam tabung untuk saudara kita di pulau terluar