Sambungan dari hal 1 ...
"Hasil survei mengindikasikan bahwa konsumen memperkirakan tekanan kenaikan harga semakin menurun pada September 2015. Penurunan tekanan kenaikan harga diperkirakan terjadi pada seluruh kelompok komoditas, dengan penurunan terbesar terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok sandang," katanya.
Rosan berpendapat bahwa kebijakan pemerintah yang telah di keluarkan belum menyentuh pada persoalan jangka pendek, seperti pelemahan rupiah, terkurasnya cadangan devisa, dan harga saham yang berguguran dengan indeks harga saham gabungan.
Namun, lanjutnya, walaupun belum dapat dirasakan langusung, tetapi kebijakan pemerintahan tahap II ini dinilai sudah langsung menuju pada sejumlah persoalan yang ada.
"Misalnya, pajak bunga deposito yang saat ini 20 persen akan dipangkas tinggal separuhnya bagi eksportir yang menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) dalam valuta asing selama sebulan di perbankan dalam negeri," katanya.
Ia juga mengungkapkan, pemotongan akan lebih tinggi lagi, yakni tinggal 7,5 persen, jika ditanam tiga bulan, 2,5 persen untuk periode enam bulan, dan nol persen untuk jangka waktu sembilan bulan atau lebih.
Efektif 2016
Masukan lain terkait dengan paket kebijakan perekonomian yang telah dikeluarkan pemerintah, dinilai masih fokus dalam memperkuat investasi dan pasar modal, sementara efektivitas untuk sektor riil dalam negeri diperkirakan baru terlihat pada tahun 2016.
"Kedua paket kebijakan masih bertujuan memperkuat investasi, meredam rupiah dan pasar modal. Bagi sektor riil, baru akan berdampak tahun depan bahkan sampai akhir tahun 2016," kata Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia.
Menurut Bahlil, dampak efektivitas baru terlihat pada tahun 2016 untuk sektor riil sebab dengan adanya kebijakan baru, langkah berikut dari para pengusaha dan investor akan membuat rencana bisnis baru sambil mengamati bagaimana sektor lain berbenah.
Dia berpendapat, kesamaan paket kebijakan jilid I dan II dari pemerintah adalah sama-sama mendorong "supply side" (sisi penawaran) seperti produksi dan investasi berjangka panjang.
Paket tersebut, lanjutnya, berusaha memperbaiki alur perekonomian dari hulu terlebih dahulu, dan belum berfokus pada penguatan permintaan yakni memperkuat daya beli dan efektif dalam jangka pendek.
"Sebab itu, kebijakan ini belum akan mendorong perdagangan, penguatan logistik, dan jaringan distribusi dalam jangka pendek," papar Ketum Hipmi.
Ia juga menilai kebijakan itu juga belum langsung akan menyerap kembali tenaga kerja yang sempat dirumahkan atau terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Sebelumnya, Ketua Bidang Perbankan Himpi Irfan Anwar mengemukakan, negara perlu memperkuat ekonomi berbasis usaha kecil dan menengah untuk meningkatkan ketahanan bangsa.
"Negara perlu memperkuat ekonomi berbasis usaha, kecil, dan menengah (UKM) untuk menghadapi krisis," ujar Irfan Anwar di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, hal tersebut karena dalam beberapa episode krisis ekonomi di Indonesia, UKM dinilai mampu menyelamatkan perekonomian.
Selain itu, lanjutnya, UKM di Tanah Air juga dinilai mampu menciptakan lapangan kerja lebih banyak daripada usaha-usaha besar.
"Kami harapkan dalam paket-paket ekonomi, UKM ini perlu diakomodasi," kata Irfan dan menambahkan, UKM mampu bertahan dan dapat menggenjot ekspor lebih kuat lagi.
Pemerintah RI juga telah mengharapkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sekitar Rp30 triliun atau sesuai target pada tahun 2015 dapat terserap dan tersalurkan guna membantu sektor UMKM di dalam negeri.
Tidak Langsung
Sebagaimana telah diwartakan, paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah diakui tidak secara langsung bisa membuat perekonomian nasional menjadi baik seketika karena ada beberapa tahap yang dilalui untuk memperbaiki kondisi perekonomian.
"Memang (paket kebijakan ekonomi) itu tidak serta merta (langsung membuat ekonomi menjadi baik)," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (15/9).
Wapres mengemukakan bahwa paket tersebut merupakan upaya yang terdiri beberapa langkah yang harus diambil seperti adanya langkah-langkah penghematan.
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan, ke depannya bakal ada paket-paket kebijakan lainnya yang lebih merespons kebutuhan pasar.
"Sekarang baru paket kebijakan terkait deregulasi di perdagangan dan perindustrian," katanya.
Teten juga memaparkan, dalam jangka pendek pemerintah ingin memperkuat daya beli masyarakat serta meningkatakan investasi dan stabilisasi harga, kemudian menaikkan ekspor.
Kepala Staf Kepresidenan juga menuturkan, daya beli masyarakat bisa meningkat kalau ada peningkatan aktivitas perekonomian dalam negeri yang lebih bergairah sehingga semakin banyak orang yang bisa mendapatkan pekerjaan guna meningkatkan daya beli tersebut.
Menurut dia, kalau efek jangka pendek dari paket kebijakan ekonomi bisa langsung memperkuat nilai tukar rupiah maka hal itu dinilai tidak mungkin kecuali bila ada aliran dana yang masuk melimpah dari luar negeri serta terjadinya peningkatan ekspor.
Pemerintah Republik Indonesia juga sedang memperbaiki iklim investasi karena diakui bahwa untuk negara sasaran ekspor juga sedang mengalami pelemahan permintaan.
"Negara ekspor juga sedang lemah permintaannya. Nilai rupiah baru akan kuat kalau ada cash in flow penanaman modal sehingga dana masuk melimpah di dalam negeri," katanya.